Pengungsi Rohingya Ditampung Sementara di Aceh Barat, Entah sampai Kapan
Kehadiran pengungsi Rohingya sempat ditolak warga. Pemkab Aceh Barat bersedia menampung meski entah sampai kapan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
MEULABOH, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Aceh Barat meminta warganya tidak menolak kehadiran pengungsi Rohingya sebab kondisi pengungsi dalam keadaan yang sulit. Pemerintah setempat juga tidak merasa terbebani dengan kehadiran pengungsi.
Hingga Jumat (22/3/2024), 75 pengungsi Rohingya masih menempati lokasi penampungan sementara di gedung bekas kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh Barat di Desa Suak Nie, Kecamatan Johan Pahlawan. Namun, para pihak tidak bisa memastikan sampai kapan pengungsi itu ditampung di Aceh Barat.
Asisten I Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Teuku Samsul Alam mengatakan, sebagai sesama manusia dan umat beragama, pengungsi Rohingya merupakan saudara yang harus dibantu. Apalagi, kondisi mereka tidak dalam keadaan baik-baik saja.
”Kita juga memberikan pengertian kepada masyarakat Aceh Barat bahwa orang Rohingya ini juga merupakan saudara kita. Kita upayakan mereka tidak akan lama di sini. Jadi, jangan ada penolakan, kecuali ada hal-hal yang tidak bisa dimaklumi,” ujar Samsul.
Sebagaimana diketahui, warga Rohingya mengalami persekusi dari junta militer di Myanmar. Mereka diusir dari Myanmar dan tidak diakui status kenegaraannya. Para warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dan menempati posko pengungsian di Cox’s Bazar.
Para pengungsi yang masuk ke perairan Aceh Barat disebutkan berlayar dari Cox’s Bazar, Bangladesh. Namun, belum diketahui negara tujuan untuk mereka berlabuh. Kapal mereka karam pada Rabu (20/3/2024) di perairan Aceh Barat. Para nelayan dan tim Basarnas mengevakuasi mereka ke daratan.
Setelah pengungsi itu dievakuasi ke darat, Pemkab Aceh Barat ingin menempatkan mereka di salah satu gedung di Rumah Sakit Jiwa Desa Beureugang, Kecamatan Kaway XVI. Namun, sekelompok warga melakukan protes sehingga rencana itu dibatalkan.
Kemudian, Pemkab Aceh Barat mengangkut para pengungsi ke bekas kantor PMI Aceh Barat di Desa Suak Nie, Kecamatan Johan Pahlawan. Samsul berharap tidak ada lagi aksi penolakan. ”Penampungan di markas PMI hanya sementara untuk menunggu keputusan lebih lanjut dari Pemprov Aceh dan UNHCR,” kata Samsul.
Pemkab Aceh Barat bersama UNHCR dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) berupaya memenuhi kebutuhan para imigran. ”Kita akan membuka dapur umum, tenda, pos kesehatan untuk kita pantau kesehatan mereka dan sebagainya sesuai kebutuhan,” kata Samsul.
Anggota Staf Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia, Faisal Rahman, berharap, warga Aceh agar melihat pengungsi Rohingya sebagai manusia yang harus dibantu sebab kondisi mereka tidak dalam keadaan normal. Mereka mengalami penderitaan di Myanmar dan berusaha mencari penghidupan yang layak di negara-negara yang mau menampung.
Informasi yang didapatkan Faisal, di dalam kapal yang tenggelam itu terdapat 142 orang, tetapi yang ditemukan saat evakuasi hanya 75 orang. Ia tidak bisa memastikan sisa dari yang selamat telah menjadi korban atau tidak. Meski demikian, tim Basarnas telah menghentikan pencarian.
Penampungan di markas PMI hanya sementara untuk menunggu keputusan lebih lanjut dari Pemprov Aceh dan UNHCR.
Selama berada di tempat penampungan di Aceh Barat, semua kebutuhan dasar pengungsi akan ditanggung UNHCR dan mereka berusaha agar tidak membebani pemerintah daerah. ”Pemerintah daerah hanya menentukan lokasi penampungan, sedangkan kebutuhan dasar akan kami penuhi. Kami berusaha untuk tidak membebani anggaran daerah,” kata Faisal.
Sembari menampung pengungsi di kamp, UNHCR dan lembaga internasional yang menangani pengungsi berusaha mencari negara ketiga yang mau menerima pengungsi Rohingya. ”Saat ini di Aceh terdapat sekitar 1.300 pengungsi Rohingya. Kami berusaha mencari negara ketiga meski tidak mudah,” kata Faisal.