Sembilan Daerah di Pantura Jateng Dilanda Banjir, Ribuan Warga Mengungsi
Sembilan daerah di pantura Jateng terendam banjir. Penanganan korban masih jadi fokus. Normalisasi sungai direncanakan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sembilan daerah di wilayah pesisir pantai utara Jawa Tengah dilanda banjir akibat meluapnya sejumlah sungai di daerah-daerah tersebut. Ratusan ribu warga terdampak dalam peristiwa itu. Pemerintah setempat fokus mengevakuasi warga dan menangani pengungsi.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng, sembilan daerah yang dilanda banjir tersebar dari pantura barat hingga pantura timur Jateng, yakni Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kendal, Kota Semarang, Demak, Grobogan, Kudus, Jepara, dan Pati.
”Banjir di Kota Pekalongan melanda 11 kelurahan di tiga kecamatan. Hingga Minggu (17/3/2024), banjir dengan ketinggian setidaknya 30 sentimeter (cm) masih merendam wilayah tersebut. Karena itu, sekitar 542 orang masih bertahan di enam titik pengungsian,” kata Kepala Bidang Penanganan Darurat BPBD Jateng Muhamad Chomsul saat dihubungi, Minggu (17/3/2024).
Di Kabupaten Pekalongan, banjir yang terjadi merupakan banjir bandang. Banjir yang melanda Desa Wangandowo, Kecamatan Bojong, itu terjadi pada Rabu (13/3/2024) malam. Kendati demikian, pada Sabtu (16/3/2024) malam, sebagian wilayah desa masih tergenang air setinggi 30 cm. Sebanyak 58 orang masih harus mengungsi di rumah Sekretaris Desa Wangandowo.
Kamis (14/3/2024), banjir melanda empat kecamatan di Kendal. Namun, pada Sabtu malam, banjir yang sebelumnya melanda 25 tempat dilaporkan telah surut, menyisakan genangan di satu tempat, yakni di Kelurahan Langenharjo, Kecamatan Kendal.
Sementara itu, di Kota Semarang, banjir yang melanda sejak Rabu malam juga berangsur surut. Semula, banjir merendam sekitar 51 kelurahan di 8 kecamatan. Pada Minggu, air dengan ketinggian sekitar 40 cm masih merendam sebagian wilayah Kecamatan Genuk. Sekitar 195 jiwa masih harus mengungsi.
”Di Demak, banjir dengan ketinggian mencapai 2 meter masih merendam 79 desa yang tersebar di sepuluh kecamatan pada Minggu siang. Akibat bencana itu, sebanyak 5.186 orang terpaksa mengungsi di 23 titik pengungsian,” ujar Chomsul.
Chomsul mengatakan, di Grobogan, banjir yang masih merendam sebanyak 113 desa di 13 kecamatan membuat setidaknya 853 warga mengungsi di delapan tempat. Jumlah pengungsi dimungkinkan masih akan bertambah karena evakuasi warga terdampak masih terus dilakukan.
Air yang seharusnya langsung mengalir ke laut, karena ada pendangkalan atau penyempitan, jadi tertahan, kemudian melimpas ke permukiman.
Di Jepara, banjir yang terjadi sejak Kamis masih menyisakan genangan dengan ketinggian 1,6-2,1 meter di sepuluh desa di delapan kecamatan. Dari total warga terdampak sebanyak 8.650 orang, sebanyak 44 orang mengungsi.
Adapun di Pati, banjir melanda setidaknya 50 desa di delapan kecamatan. Ketinggian air pada Sabtu dilaporkan mencapai 70 cm di sejumlah tempat. Ribuan rumah tergenang air, tetapi tak ada warga yang mengungsi.
Di Kudus, sebanyak 1.233 jiwa di 29 desa di lima kecamatan terpaksa mengungsi karena rumah dan lingkungannya terendam banjir. Ketinggian air di permukiman beragam, mulai dari 50 cm hingga 2 meter.
”Banjir terjadi karena limpasan air sungai, seperti Sungai Wulan dan Serang Wulan Drainase (SWD) 1. Air yang seharusnya langsung mengalir ke laut, karena ada pendangkalan atau penyempitan, jadi tertahan, kemudian melimpas ke permukiman,” ucap Kepala BPBD Kudus Mundir.
Mundir mengatakan, pihaknya masih berfokus pada evakuasi korban dan penanganan pengungsi. Evakuasi harus dilakukan bergantian dan warga harus mengantre untuk bisa dievakuasi karena keterbatasan armada evakuasi.
Normalisasi
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana, Harya Muldianto, mengatakan, pihaknya bakal menormalisasi drainase dan meningkatkan kapasitas pompa-pompa di Kota Semarang. Normalisasi saluran direncanakan bakal dilakukan pada pertengahan 2024.
”Kami akan berfokus di Sungai Plumbon dan Sungai Tenggang. Nanti, kami akan mengeruk sedimentasi, memperlebar, dan meninggikan sekaligus memperkuat tanggulnya,” kata Harya.
Harya mengakui, kapasitas pompa air yang ada saat ini masih jauh di bawah kemampuan menampung beban banjir. Rata-rata kemampuan pompa, menurut Harya, masih 50 persen. Kondisi itu mempersulit mendorong air menuju laut.
”Kami berupaya mengoperasikan pompa-pompa. Ke depan, sistem drainase harus ditata kembali. Di sistem Tenggang dan Sringin nantinya akan dilakukan normalisasi dan upgrading kemampuan pompa, sedang kami proses,” ujarnya.