BNPB Bakal Gunakan Teknologi Modifikasi Cuaca untuk Atasi Banjir di Jateng
BNPB akan memanfaatkan teknologi modifikasi cuaca guna menangani banjir di Jateng. Diharapkan curah hujan berkurang.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Badan Nasional Penanggulangan Bencana berencana memanfaatkan teknologi modifikasi cuaca guna menangani banjir yang terjadi di sejumlah wilayah Jawa Tengah. Itu menjadi upaya mengurangi curah hujan di tengah kondisi cuaca ekstrem. Pemenuhan kebutuhan pengungsi juga terus dilakukan.
”Untuk mengurangi hujan juga digelar TMC (teknologi modifikasi cuaca). Besok kami akan melihat pelaksanaan TMC dan mudah-mudahan banjir Semarang ini bisa segera terkendali,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Suharyanto saat meninjau banjir di kawasan Trimulyo, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (17/3/2024).
Suharyanto mengungkapkan, teknologi itu nantinya akan digunakan untuk seluruh wilayah pada provinsi tersebut. Pihaknya telah meluncurkan satu pesawat sejak Rabu lalu. Ia meyakini cara itu akan mengurangi curah hujan mengingat salah satu pemicu banjir adalah adanya cuaca ekstrem.
”Ini cuaca tidak hujan juga salah satu hasil TMC karena kalau berdasarkan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), Jateng hujan terus,” katanya.
Dalam kunjungannya ke Semarang, Suharyanto sekaligus memastikan soal pemenuhan kebutuhan pengungsi. Ia menyebut, kebutuhan dasar itu bisa terpenuhi karena Pemerintah Kota Semarang bergerak aktif dengan membuat sejumlah dapur umum.
Suharyanto juga membawa sejumlah bantuan berupa kebutuhan dasar dalam kedatangannya kali ini. Kebutuhan dasar itu meliputi barang kebutuhan pokok, air bersih, makanan siap saji, tenda, selimut, matras, alat kebersihan, hingga pakaian bagi anak-anak dan orang dewasa. Tak terkecuali bantuan berupa pompa portabel jika itu dibutuhkan.
”Artinya, saat tanggap darurat ini, untuk Semarang secara berangsur terkendali baik. Khususnya penanganan pengungsi juga tidak banyak. Rata-rata bertahan di rumah,” kata Suharyanto.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menyatakan, wilayah tergenang banjir tinggal di daerah Trimulyo. Daerah lain yang sempat menjadi sorotan seperti Kaligawe disebutnya sudah mulai surut. Oleh karenanya, pemerintah daerah mulai memikirkan penanganan pascabanjir.
Untuk keperluan itu, Hevearita sudah menginstruksikan kepada jajarannya soal perencanaan anggaran untuk perbaikan rumah hingga relokasi bagi warga terdampak banjir. Menurut rencana, anggaran itu akan diberikan oleh BNPB. Meski begitu, ia mengaku belum menerima laporan soal rumah rusak.
Selain itu, Hevearita juga menyebut telah merencanakan upaya normalisasi Kali Tenggang. Luapan dari sungai itulah yang menyebabkan beberapa wilayah di Kecamatan Genuk terdampak banjir. Daerah Trimulyo menjadi salah satu yang paling parah karena letaknya lebih rendah daripada sungai.
Normalisasi diyakini Hevearita sebagai salah satu cara untuk mengendalikan risiko banjir pada daerah itu. Ia telah berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengenai permasalahan tersebut. Diharapkannya, wacana normalisasi bisa dilaksanakan pertengahan tahun.
”Mudah-mudahan Mei atau Juni sudah terlaksana sehingga itu menjadi salah satu solusi karena ada anggaran sekitar Rp 300 miliar untuk normalisasi Kali Tenggang. Lalu, tol laut nanti rencananya juga akan ada kolam retensi seluas 250 hektar untuk penampungan,” kata Hevearita.
Selain ke Semarang, Suharyanto juga akan meninjau beberapa kabupaten lain yang terdampak banjir di Jateng, seperti Jepara, Demak, dan Kudus. Ketiga daerah itu akan didatanginya pada Senin (18/3/2024). Ia juga akan mengikuti rapat koordinasi mengenai penanganan banjir di Demak.
Kedatangan Suharyanto sekaligus ingin memastikan penyebab jebolnya tanggul pada wilayah Demak. Pasalnya, ada informasi bahwa peristiwa tanggul jebol terjadi berulang kali.
Hevearita sudah menginstruksikan kepada jajarannya soal perencanaan anggaran untuk perbaikan rumah hingga relokasi bagi warga terdampak banjir.
”Yang di Demak, besok kita lihat titiknya lagi. Memang, titiknya sama menurut informasi awal. Itu curah hujan dan debit air tinggi, masih proses pemadatan tanah. Kemungkinan ada jebol, nanti kita lihat yang paling paham adalah BBWS dan PUPR,” kata Suharyanto.