Pencemaran Limbah Minyak Hitam di Bintan Terus Berulang
Nelayan mengeluhkan ketidakmampuan aparat mengungkap pelaku pencemaran minyak hitam yang terjadi di Batam dan Bintan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pesisir utara Pulau Bintan, Kepulauan Riau, kembali tercemar limbah minyak hitam. Pencemaran serupa telah terjadi di perairan Kepri sejak 1970-an, tetapi pelaku kejahatan lingkungan tersebut tidak pernah terungkap.
Kepala Satuan Polisi Air Polres Bintan Inspektur Satu Sarianto, Jumat (15/3/2024), mengatakan, lokasi yang tercemar limbah minyak hitam (sludge oil) adalah Pantai Sakera, Kecamatan Teluk Sebong, Bintan. Pencemaran itu dilaporkan terjadi sejak 13 Maret 2024.
”Pada 14 Maret, petugas gabungan sudah turun ke lokasi untuk melakukan pembersihan. Kemarin kami berhasil mengangkat tiga drum minyak hitam dari pantai," kata Sarianto saat dihubungi dari Batam.
Pembersihan pantai dilakukan oleh petugas gabungan dari Polair, Dinas Lingkungan Hidup, dan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, secara manual menggunakan sekop dan cangkul. Menurut Sarianto, upaya tersebut kurang maksimal karena masih banyak limbah yang tertinggal di pantai.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Syukur Harianto mengatakan, aktivitas nelayan di sekitar Pantai Sakera lumpuh akibat pencemaran minyak hitam. Limbah sludge oil yang lengket seperti aspal itu menempel di perahu dan alat tangkap nelayan.
”Nelayan tradisional yang wilayah tangkapnya di bawah 10 mil laut merupakan yang paling terdampak. Mungkin dua minggu ke depan mereka baru bisa melaut lagi,” ujar Syukur.
Kalau pencemaran minyak hitam terjadi hampir setiap tahun di perairan Batam, itu sama saja mengejek kerja aparat.
Pencemaran minyak hitam merupakan bencana rutin yang terjadi di Pulau Bintan dan Batam setiap musim angin utara, yakni antara November dan Maret. Kejahatan lingkungan ini telah berulang kali terjadi di Kepri sejak 1970-an.
”Ironisnya, pelakunya enggak pernah ketangkap. Jangankan tertangkap, terdeteksi pun tidak pernah,” ucap Syukur.
Pada Mei 2023, pencemaran limbah minyak hitam juga terjadi di Pantai Nongsa, Batam. Lima bulan sebelumnya, minyak hitam juga mencemari pesisir barat Pulau Batam. Pelaku di dua peristiwa itu juga tidak terungkap.
Saat rapat dengar pendapat pada akhir 2022, Ketua Komisi III DPRD Kota Batam Djoko Mulyono mendesak agar aparat segera mengungkap pelaku kejahatan lingkungan yang bertanggung jawab terhadap pencemaran minyak hitam. Ia menilai pencemaran minyak hitam yang berulang mengungkap ketidakmampuan aparat menindak kejahatan di laut.
”Kalau pencemaran minyak hitam terjadi hampir setiap tahun di perairan Batam, itu sama saja mengejek kerja aparat. Artinya, pengawasan di laut tidak berjalan efektif,” kata Djoko (Kompas.id, 2/12/2022).
Ketua Komisi II DPRD Kepri Wahyu Wahyudin menilai, pelaku pencemaran minyak hitam harus dihukum dengan berat. Selain mengakibatkan kerusakan lingkungan, pencemaran juga menyengsarakan masyarakat pesisir (Kompas.id, 5/5/2023).