Waspadai Gelombang Hingga 6 Meter di Samudra Hindia Selatan NTB
Masyarakat diimbau waspada cuaca ekstrem hingga akhir pekan ini. Potensi gelombang tinggi hingga 6 m di Samudra Hindia.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Zainuddin Abdul Madjid atau ZAM memprediksi cuaca ekstrem berlangsung di Nusa Tenggara Barat hingga akhir pekan ini. Masyarakat diimbau waspadai hujan disertai angin kencang hingga gelombang tinggi.
Kepala Stasiun Meteorologi ZAM Satria Topan Primadi mengatakan, curah hujan bisa terjadi dengan intensitas sedang hingga lebat serta disertai petir dan angin kencang. ”Berpotensi terjadi di seluruh wilayah NTB, 10-16 Maret 2024,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas, Rabu (13/3/2024).
Kondisi itu bisa terjadi pagi hingga dini hari, yakni mulai dari Lombok Utara, Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Sumbawa Barat, Bima, Kota Bima, dan Dompu.
Menurut Satria, BMKG memantau perkembangan kondisi cuaca di seluruh wilayah Indonesia, di mana saat ini menunjukkan signifikansi dinimaka atmosfer. Hal itu berdampak pada potensi peningkatan curah hujan di sejumlah wilayah di Indonesia.
Kondisi atmosfer menunjukkan aktifnya beberapa fenomena yang mendukung pembentukan awan hujan yang cukup intensif dalam beberapa waktu ke depan. Fenonema itu, di antaranya, ialah aktifnya gelombang atmosfer Equatorial Rossby serta aktifnya Madden Julian Oscilallation di wilayah Indonesia.
Gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial adalah fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan adanya potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala yang luas di sekitar wilayah fase aktif yang dilewatinya. Fenomena gelombang Rossby bergerak dari arah Samudra Pasifik ke arah Samudra Hindia dengan melewati wilayah Indonesia (Kompas, 8 Oktober 2021).
Sementara MJO adalah aktivitas intramusiman yang terjadi di wilayah tropis. Fenomena alam ini bisa dikenali dengan adanya aktivitas konveksi (awan hujan) yang bergerak ke arah timur dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik ( Kompas, 17 Januari 2024).
Selain Rossby Ekuatorial dan MJO, lanjutnya, terpantau juga sirkulasi siklonik di Samudra Hindia sebelah barat daya Lampung yang membentuk daerah pertemuan angin di wilayah NTB.
”Hal itu dapat meningkatkan aktivitas konvektif dan potensi pertumbuhan awan-awan hujan di beberapa wilayah Indonesia, termasuk NTB dalam beberapa hari ke depan,” kata Satria.
Gelombang Tinggi
Selain hujan disertai petir dan angin kencang, BMKG Stasiun Meteorologi ZAM juga memprediksi potensi gelombang tinggi pada periode tersebut. Ada tiga kategori tinggi gelombang, yakni sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Menurut dia, gelombang sedang mencapai 1,25 meter hingga 2,5 meter. Kondisi itu berpotensi terjadi di Selat Lombok bagian selatan, Selat Alas bagian utara, Perairan Utara Sumbawa, dan Selat Sape bagian utara.
Sementara gelombang tinggi mencapai 2,5 meter hingga 4 meter yang berpotensi terjadi di Selat Lombok bagian selatan, Selat Alas bagian selatan, dan Selat Sape bagian selatan. Adapun kategori gelombang sangat tinggi mencapai 4 meter hingga 6 meter berpotensi terjadi di Samudra Hindia, selatan NTB.
Gelombang tinggi mencapai 2,5 meter hingga 4 meter yang berpotensi terjadi di Selat Lombok bagian selatan, Selat Alas bagian selatan, dan Selat Sape bagian selatan.
Sejauh ini belum ada laporan penutupan penyeberangan antara pulau, misalnya, dari Lombok ke Sumbawa ataupun sebaliknya. Begitu juga dari NTB menuju Bali serta NTB ke NTT. Begitu juga pelayaran kapal-kapal cepat dari Bali ke kawasan Tiga Gili di Lombok Utara.
Meski demikian, berdasarkan pantauan Kompas, angin kencang terpantau melanda pulau Lombok sejak Rabu siang. Di sejumlah titik di Kota Mataram, dilaporkan ada pohon tumbang, seperti di kawasan Jalan Brawijaya dan Jalan Langko.
Ombak juga terpantau tinggi di kawasan pesisir. Bahkan, air laut sampai naik ke jalan, seperti di kawasan Pantai Ampenan. ”Sudah dari kemarin gelombang tinggi seperti ini. Jadi, sementara tidak ada yang beraktivitas di sini, seperti terlihat siang ini. Nelayan juga tidak berani melaut dengan kondisi gelombang tinggi,” kata Emi (63), salah satu warga.