Sapi yang Mati di Gunungkidul Positif Antraks, Vaksinasi Ternak Disiapkan
Kasus antraks kembali mencuat di Gunungkidul. Kasus itu berawal dari sapi yang mendadak mati pada 7 Maret lalu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
WONOSARI, KOMPAS – Seekor sapi yang dilaporkan mati di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 7 Maret lalu, dinyatakan positif antraks. Untuk mencegah penularan antraks, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul menempuh sejumlah upaya, termasuk melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak.
”Hasil sampel darah sapi itu memang positif antraks,” kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul, Wibawanti Wulandari, saat dihubungi, Selasa (12/3/2024).
Sapi yang dilaporkan mendadak mati itu berlokasi di Dusun Kayoman, Desa Serut, Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul. Selain seekor sapi itu, ada dua ekor kambing yang juga mati dalam waktu berdekatan di sana. Tiga ternak yang mati mendadak itu milik seorang warga berinisial S dari dusun tersebut.
Sebelum sapinya mati, S sempat membawa pulang seekor kambing yang disembelih di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada 24 Februari 2024. Kambing itu disembelih setelah mendadak mati. Kambing tersebut dikuliti di rumah S yang lokasinya berada di perbatasan Sleman dan Gunungkidul.
”Dari awal, kami tetap mengarah ke dugaan antraks sehingga kami memberlakukan kebijakan sesuai prosedur operasi standar sebagaimana penanganan kasus antraks,” kata Wibawanti.
Sejumlah tindakan yang sudah ditempuh, antara lain, melakukan sterilisasi pada kandang tempat kasus awal ditemukan. Ternak-ternak yang berada satu lingkungan dengan kasus positif itu juga sudah diberikan antibiotik dan vitamin pada 7-9 Maret 2024. Total sasarannya berjumlah 89 ekor sapi dan 175 kambing.
Wibawanti menambahkan, ternak-ternak yang sehat di dusun tersebut juga akan divaksinasi. Vaksinasi dilakukan dua pekan setelah ternak-ternak itu disuntik antibiotik.
”Kami juga melakukan edukasi kepada sekitar 50 warga di sekitar lokasi terkait risiko dan penyebab penularan antraks,” kata Wibawanti.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul juga meminta warga setempat untuk menghentikan sementara pergerakan ternak di dusun tersebut. Sebab, mobilitas ternak dikhawatirkan bisa memperluas jangkauan penularan antraks ke daerah-daerah lainnya.
Temuan kasus antraks di Gunungkidul itu turut mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang wilayahnya berdekatan. Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Klaten Widiyanti mengaku bakal meningkatkan kewaspadaan setelah temuan kasus antraks di Gunungkidul itu.
Apalagi, ada kecamatan di Klaten yang letaknya dekat dengan lokasi kemunculan kasus antraks di Gunungkidul. Widayanto menyebut, dari hasil pemetaannya, sedikitnya ada lima desa di Klaten yang berisiko terdampak penyebaran antraks, yakni Desa Ngandong, Desa Kerten, Desa Katekan, Desa Mlese, dan Desa Kragilan.
Lima desa itu terletak di Kecamatan Gantiwarno yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul, yang menjadi lokasi kemunculan kasus antraks.
”Kami sudah melakukan surveilans pada daerah-daerah itu. Sejauh ini, situasi kesehatan hewan pada wilayah tersebut masih aman,” kata Widiyanti.
Meski demikian, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Klaten tetap mengedukasi warga di wilayah tersebut agar mereka meningkatkan kewaspadaan terkait risiko penularan antraks. Pada 14 Maret mendatang, ternak-ternak di wilayah perbatasan itu juga akan dilakukan vaksinasi.
”Sasarannya semua ternak yang berisiko terkena antraks pada lima desa itu. Data sasaran ternaknya masih diproses,” kata Widiyanti.
Kami sudah melakukan surveilans pada daerah-daerah itu. Sejauh ini, situasi kesehatan hewan pada wilayah tersebut masih aman.