Tiga Ekor Hewan Ternak di Gunungkidul Mati, Dugaan Antraks Diselidiki
Dugaan penularan penyakit antraks diselidiki setelah kematian 1 ekor sapi dan 2 ekor kambing di Gunungkidul.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
WONOSARI, KOMPAS — Tiga ekor hewan ternak di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dilaporkan mati dalam waktu berdekatan. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah mengambil sampel darah hewan ternak yang mati untuk diperiksa di laboratorium guna menyelidiki dugaan penularan penyakit antraks pada hewan-hewan tersebut.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul Wibawanti Wulandari, saat dihubungi dari Yogyakarta, pada Jumat (8/3/2024), mengatakan, hewan ternak yang mati itu merupakan milik warga Dusun Kayoman, Desa Serut, Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul. Tiga ternak yang terdiri dari satu ekor sapi dan dua ekor kambing itu mati pada Kamis (7/3/2024).
Wibawanti menjelaskan, kasus ini bermula saat seorang warga Dusun Kayoman berinisial S yang membawa pulang seekor kambing yang telah disembelih pada 24 Februari 2024. Kambing itu dilaporkan berasal dari Kabupaten Sleman, DIY. Penyembelihan kambing itu juga disebut dilakukan di Sleman.
Akan tetapi, kambing tersebut kemudian dikuliti di rumah S di Dusun Kayoman. ”Kambing itu dikuliti di rumah S bersama beberapa orang, kemudian dikonsumsi. Itu terjadi tanggal 24 Februari,” ujar Wibawanti.
Beberapa hari kemudian, Wibawanti memaparkan, S ternyata jatuh sakit sehingga dia dirawat di rumah sakit. Sesudah itu, pada Kamis (7/3/2024) dini hari, seekor sapi milik S mati. Sapi itu disembelih, tetapi dagingnya tidak dikonsumsi warga.
”Jadi, sapi hanya disembelih, tidak jadi dimakan. Kemudian langsung siang itu dikubur,” ungkap Wibawanti.
Dia menambahkan, pada Kamis siang, seekor kambing milik S juga menyusul mati. Kambing yang mati itu kemudian disembelih dan dikubur. Sesudah itu, tiga ekor kambing milik S yang masih hidup dipindahkan ke lokasi lain. Namun, satu di antara tiga ekor kambing itu juga akhirnya mati. Oleh karena itu, ada seekor sapi dan dua ekor kambing yang mati.
Wibawanti menyatakan, setelah kejadian itu, petugas telah mengambil sampel darah sapi yang mati. Selain itu, petugas juga mengambil sampel tanah di lokasi warga menguliti kambing pada 24 Februari. Sampel itu akan diperiksa di laboratorium milik Balai Besar Veteriner Wates, Kabupaten Kulon Progo, DIY.
Pemeriksaan itu dilakukan untuk memastikan apakah hewan ternak yang mati itu tertular penyakit antraks atau tidak. Menurut Wibawanti, kemungkinan penularan antraks harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium. ”Kalau bilang antraks, itu harus dibuktikan dengan laboratorium. Enggak bisa kita langsung bilang antraks. Jadi, kita tunggu hasil dari laboratorium,” tuturnya.
Wibawanti menambahkan, petugas telah menyiramkan formalin di lokasi penguburan, penyembelihan, pengulitan, dan lalu lintas hewan yang mati. Selain itu, dia juga mengimbau warga di dusun tersebut untuk sementara tidak membawa hewan ternak ke wilayah lain. Hal itu dilakukan untuk mencegah kemungkinan penularan penyakit.
Kalau bilang antraks, itu harus dibuktikan dengan laboratorium. Enggak bisa kita langsung bilang antraks.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul juga akan memberikan vitamin dan antibiotik kepada hewan ternak di sekitar lokasi. Setelah itu, petugas juga akan melakukan vaksinasi dengan selisih 12 hari sesudah pemberian antibiotik.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul Dewi Irawaty mengatakan belum mendapat laporan lengkap terkait dugaan antraks di Dusun Kayoman. Dia menyebut, pada Jumat ini, petugas Dinkes Gunungkidul baru turun ke lokasi untuk melakukan penyelidikan epidemiologi.
”Penyelidikan epidemiologi ke lokasi baru hari ini. Jadi belum ada laporan lengkap,” kata Dewi saat dihubungi melalui aplikasi Whatsapp.
Kasus sebelumnya
Kasus penularan antraks sudah beberapa kali terjadi di Gunungkidul. Sebelumnya, pada pertengahan 2023, penularan antraks terjadi di Dusun Jati, Desa Candirejo, Kecamatan Semanu, Gunungkidul. Saat itu terdapat 12 ekor hewan ternak di Dusun Jati yang terpapar antraks.
Hewan ternak yang terdiri dari 6 sapi dan 6 kambing itu kemudian mati. Namun, sebagian daging hewan yang telah mati itu lalu dikonsumsi masyarakat. Selain menulari hewan ternak, penyakit antraks waktu itu juga menular ke manusia.
Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie saat itu menyatakan, ada satu orang warga yang meninggal dengan status positif antraks. Laki-laki berusia 73 tahun itu meninggal pada 4 Juni 2023. Sebelumnya, pada 22 Mei 2023, warga tersebut ikut menyembelih sapi yang mati milik tetangganya. Selain itu, korban juga ikut mengonsumsi daging sapi tersebut.
Pembajun memaparkan, setelah mengonsumsi daging itu, korban mulai mengalami panas, pusing, dan batuk. Selain itu, dia juga mengalami pembengkakan kelenjar di tubuhnya. Laki-laki tersebut kemudian dibawa ke Rumah Sakit Panti Rahayu, Gunungkidul, pada 1 Juni 2023.
Pasien itu kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Sleman, pada 3 Juni. Namun, sehari kemudian, dia meninggal dengan diagnosis suspek atau terduga antraks. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, warga tersebut dinyatakan positif terpapar antraks. Selain satu orang yang meninggal, juga terdapat 87 orang yang berstatus seropositif atau suspek antraks.