Cegah Antraks Meluas, Ratusan Ternak di Gunungkidul Divaksinasi
Sejumlah upaya dilakukan untuk mencegah meluasnya penularan antraks di Gunungkidul. Selain vaksinasi terhadap ratusan hewan ternak, lalu lintas ternak di lokasi penyebaran antraks juga dilarang.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sejumlah upaya dilakukan untuk mencegah meluasnya penularan penyakit antraks di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain vaksinasi terhadap ratusan hewan ternak, lalu lintas ternak di lokasi penyebaran antraks juga dilarang. Edukasi kepada warga juga ditingkatkan untuk mencegah berulangnya konsumsi hewan ternak yang sakit atau mati.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY Sugeng Purwanto mengatakan, sejak adanya laporan kasus antraks di Gunungkidul pada 2 Juni lalu, sudah 77 sapi dan 289 kambing yang diberi vaksinasi antraks. Hewan ternak yang divaksinasi itu berada di Dusun Jati, Desa Candirejo, Kecamatan Semanu, yang merupakan lokasi penularan antraks, serta wilayah sekitarnya.
Sugeng menyebut, ke depan, vaksinasi akan terus dilakukan dengan prioritas hewan ternak di Desa Candirejo, lalu meluas ke wilayah Kecamatan Semanu, kemudian meluas lagi ke area Gunungkidul. ”Untuk vaksinasi, akan kami konsentrasikan di tingkat desa, kalau harus melebar lagi, ya, di tingkat kecamatan, dan kalau harus melebar lagi tentunya tingkat kabupaten,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (6/7/2023), di Yogyakarta.
Meski begitu, Sugeng menuturkan, tidak tertutup kemungkinan vaksinasi antraks akan dilakukan di kabupaten/kota lain di DIY. Apalagi, kasus antraks juga dilaporkan pernah terjadi di Kabupaten Kulon Progo pada 2016.
Saat ini, kata Sugeng, DPKP DIY masih memiliki stok vaksin antraks sebanyak 2.600 dosis. Untuk mencukupi kebutuhan vaksinasi, DPKP DIY akan mengajukan penambahan vaksin kepada Kementerian Pertanian. Namun, jumlah penambahan vaksin yang diajukan itu belum bisa dipastikan karena masih menunggu data dari kabupaten/kota.
Sugeng menambahkan, hingga saat ini terdapat enam sapi dan ekor kambing di Dusun Jati yang terpapar antraks. Sebanyak 12 ekor hewan ternak tersebut telah mati. Namun, sebagian daging hewan yang telah mati itu kemudian dikonsumsi oleh masyarakat.
Sesudah munculnya kasus antraks, Sugeng menyebut, lalu lintas hewan ternak di Dusun Jati dilarang untuk sementara. Hal itu untuk mencegah hewan ternak lain tertular antraks. ”Untuk sementara, tidak boleh ada ternak yang keluar dan masuk ke Dusun Jati,” katanya.
Sugeng menambahkan, upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat juga akan ditingkatkan. Hal ini agar masyarakat tidak lagi mengonsumsi daging hewan ternak yang mati atau sakit. ”Kami tidak menyalahkan masyarakat. Mungkin masyarakat ada juga yang belum tahu,” ujarnya.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul Wibawati Wulandari mengatakan, lokasi Dusun Jati agak terpisah dengan dusun-dusun yang lain. Oleh karena itu, pembatasan lalu lintas hewan ternak di dusun tersebut sangat mungkin dilakukan.
Wibawati menambahkan, pencegahan juga dilakukan dengan penyiraman formalin di lokasi bangkai hewan ternak yang terpapar antraks di Dusun Jati. Hingga sekarang, formalin yang digunakan untuk penyiraman itu sudah mencapai 400 liter.
Satu orang meninggal
Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie menjelaskan, hingga sekarang ada satu orang yang meninggal dengan status positif antraks. Laki-laki berusia 73 tahun itu meninggal pada 4 Juni 2023. Sebelumnya, pada 22 Mei 2023, warga tersebut ikut menyembelih sapi yang mati milik tetangganya. Selain itu, korban juga ikut mengonsumsi daging sapi tersebut.
Pembajun memaparkan, setelah mengonsumsi daging itu, korban mulai mengalami panas, pusing, dan batuk. Selain itu, dia juga mengalami pembengkakan kelenjar di tubuhnya. Laki-laki tersebut kemudian dibawa ke Rumah Sakit Panti Rahayu, Gunungkidul, pada 1 Juni 2023.
Pasien itu kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Kabupaten Sleman, DIY, pada 3 Juni. Namun, sehari kemudian, dia meninggal dengan diagnosis suspek atau terduga antraks. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, warga tersebut dinyatakan positif terpapar antraks.
Selain satu orang yang meninggal, terdapat 87 orang yang berstatus seropositif atau suspek antraks. Entomolog Kesehatan Dinkes DIY, Rega Dharmawan, mengatakan, untuk dinyatakan positif antraks, seseorang harus menjalani dua kali pemeriksaan dengan hasil seropositif sebanyak dua kali.
Pada Jumat (7/7), sebanyak 87 orang itu akan menjalani pemeriksaan untuk kedua kalinya.
”Jadi, kalau misalnya hari ini diperiksa dengan hasil seropositif, lalu minimal sepuluh hari kemudian diperiksa lagi dan hasilnya seropositif lagi, itu artinya kesimpulannya positif,” ujar Rega.
Karena 87 orang itu baru menjalani satu kali pemeriksaan, mereka masih berstatus suspek antraks. Rega menambahkan, pada Jumat (7/7), sebanyak 87 orang itu akan menjalani pemeriksaan untuk kedua kalinya. Mereka akan diambil darahnya untuk diperiksa di laboratorium.
Kepala Dinkes Gunungkidul Dewi Irawaty menuturkan, saat ini masih ada satu warga yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari, Gunungkidul, karena mengalami gejala terpapar antraks, yakni bengkak di kulit dan mual. Satu warga itu termasuk 87 orang yang berstatus seropositif atau suspek antraks.
Dewi menyebut, satu warga tersebut masuk ke RSUD Wonosari pada Senin (6/7). ”Kondisinya sekarang masih di rumah sakit,” ujarnya.