Istri Mantan Gubernur Sultra Raih Kursi, Saksi Nasdem Tolak Hasil Rapat Pleno
Kader Partai Nasdem, Tina Nur Alam, melenggang ke Senayan. Namun, saksi Nasdem menolak hasil rapat pleno KPU Sultra.
KENDARI, KOMPAS — Calon anggota legislatif DPR dari Partai Nasdem, Tina Nur Alam, memastikan satu kursi ke Senayan setelah penghitungan suara disahkan Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Tenggara. Suara istri mantan Gubernur Sultra ini berbeda tipis dengan rekan separtainya, Ali Mazi, yang juga mantan Gubernur Sultra.
Terhadap hasil tersebut, saksi Partai Nasdem justru tidak terima karena menuding ada penggelembungan suara. Saksi akan melaporkan hasil tersebut kepada partai untuk langkah selanjutnya.
Rapat pleno KPU Sultra ditetapkan pada Senin (11/3/2024) dini hari. Untuk tingkat DPR, enam caleg dari enam partai mengunci kursi. Mereka adalah Jaelani dari Partai Kebangkitan Bangsa, Bahtra (Partai Gerindra), Ridwan Bae (Partai Golkar), Rusda Mahmud (Partai Demokrat), Ahmad Syafei (PDI-P), serta Tina Nur Alam (Partai Nasdem).
Berbeda dengan partai lain, Nasdem memiliki persaingan suara yang ketat antara dua kader, yaitu Tina Nur Alam dan Ali Mazi. Rapat pleno KPU Sultra memutuskan, Tina Nur Alam meraih kursi dari Partai Nasdem dengan total 68.683 suara. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan rekan separtainya di nomor urut satu, yaitu Ali Mazi, yang meraih 68.099 suara. Keduanya memiliki selisih 584 suara.
Ketua KPU Sultra Asril sebagai pemimpin sidang menuturkan, pihaknya telah melaksanakan rekapitulasi perolehan suara tingkat provinsi dalam Pemilu 2024. Semua hasil dari tingkatan pemilihan dibacakan dan disahkan, termasuk pemilihan untuk DPR.
”KPU telah melaksanakan rekapitulasi perolehan suara tingkat provinsi dalam Pemilu 2024. Dalam rekapitulasi, ada kejadian khusus dan keberatan saksi yang tercatat dalam kejadian khusus. Dengan ini saya mengesahkan berita acara dan sertifikat rekapitulasi untuk DPR,” tuturnya.
Sebelum penetapan, perdebatan terjadi dalam rapat pleno untuk Kabupaten Wakatobi. Afdalis, saksi Partai Nasdem, tempat Tina dan Ali Mazi bernaung, mempertanyakan aturan untuk menyandingkan data. Sebab, pihaknya menduga ada dugaan penggelembungan suara yang terjadi di satu kecamatan di Wakatobi.
”Kami meminta dibukanya Sirekap, tapi ditolak oleh KPU. Kami juga meminta data 92 TPS untuk disandingkan, tapi ditolak. Kami akhirnya memilih walkout (WO) karena rekapitulasi bersifat prosedural, tapi tanpa melihat substansi,” ujarnya.
Padahal, ia bilang, pihaknya telah membawa data C1 dari 92 TPS. Hal ini untuk membandingkan data di tingkat kecamatan dan kabupaten. Akan tetapi, KPU Sultra hanya menyarankan penyandingan data D-Hasil kabupaten.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, terang Afdalis, ada perbedaan jumlah suara di caleg internal Partai Nasdem, khususnya nomor urut 1 dan 2. Nomor urut 1 adalah Ali Mazi, sedangkan nomor urut 2 adalah Tina Nur Alam. Perbedaan suara yang terjadi membuat selisih hingga 1.000 suara dari perhitungan awal.
”Dengan hasil ini, kami akan melapor ke partai dahulu untuk langkah selanjutnya. Karena kami adalah saksi yang ditunjuk oleh partai,” ucapnya.
Dalam penjelasannya, Asril menuturkan, pembandingan hasil penghitungan harus dilakukan berdasarkan aturan. Dalam Peraturan KPU Nomor 5/2024, penyandingan data hasil penghitungan harus setara. ”Jika D-Hasil yang disandingkan, maka pembandingnya harus yang sama. Kecuali dalam pleno kabupaten/kota, maka yang disandingkan adalah C-Hasil yang ada di kecamatan,” ucapnya.
Baca juga: Mantan Gubernur dan Istri Mantan Gubernur di Sultra Berebut Kursi Senayan
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Sultra Iwan Rompo Banne menjelaskan, bukti dugaan kecurangan sangat penting untuk dihadirkan di rapat pleno. Sebab, hal itu menjadi dasar untuk menegaskan adanya tindakan di luar aturan yang terjadi.
Pada dasarnya, Iwan menambahkan, penggelembungan suara adalah kejahatan pemilu. Pelakunya dapat dipidana paling singkat 3 tahun. Hal itu merujuk pada Pasal 523 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemilu. Jika pelaku penggelembungan suara adalah penyelenggara di setiap tingkatan, maka ancamannya ditambah sepertiga dari vonis hakim.
”Kuncinya adalah di bukti yang kuat. Tidak tertutup kemungkinan ada pembongkaran kotak suara dan penghitungan ulang. Namun, jika bukti tidak kuat, harus diterima juga karena kita semua bekerja berdasarkan kerangka aturan,” tuturnya.
Ali Mazi dan Tina Nur Alam adalah politisi senior di Sultra. Ali Mazi adalah Gubernur Sultra dua periode, yaitu 2003-2008 dan 2018-2023 lalu. Setelah masa jabatannya habis, Ketua DPW Partai Nasdem Sultra ini lalu kembali maju pada pemilihan anggota legislatif DPR 2024-2029.
Sementara itu, Tina Nur Alam adalah petahana di Senayan. Ia telah duduk selama dua periode terakhir. Tina juga merupakan istri dari Nur Alam, Gubernur Sultra dua periode, 2008-2013 dan 2013-2018. Sebelum masa jabatannya habis, Nur Alam ditahan atas kasus perizinan pertambangan. Ia baru saja bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin pada Januari lalu setelah menjalani masa hukuman 6,5 tahun penjara dari vonis 12 tahun.
Terkait penetapan KPU Sultra ini, Tina Nur Alam yang dihubungi belum memberikan komentar hingga Senin jelang siang. Pertanyaan yang dikirimkan melalui pesan pendek tidak dibalas.
Keduanya adalah figur yang besar, mapan, dan memiliki jejaring sosial yang telah tertanam sejak lama.
Sementara itu, akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Kendari, Andi Awaluddin Ma’ruf, memaparkan, pertarungan ketat yang terjadi merupakan dinamika suara yang memang sejak awal berpotensi terjadi. Sebab, dua nama ini adalah figur besar, politisi senior, dengan ketokohan masing-masing.
Untuk tingkat DPR, enam caleg dari enam partai mengunci kursi. Mereka adalah Jaelani dari Partai Kebangkitan Bangsa, Bahtra (Partai Gerindra), Ridwan Bae (Partai Golkar), Rusda Mahmud (Partai Demokrat), Ahmad Syafei (PDI-P), serta Tina Nur Alam (Partai Nasdem).
Baca juga: Kuasa Suara Para Istri Bupati dalam Pileg di Sultra
”Keduanya adalah figur yang besar, mapan, dan memiliki jejaring sosial yang telah tertanam sejak lama. Saat perolehan suara ketat, maka dinamika pasti terjadi,” kata Awaluddin.
Meski telah dua periode menjabat sebagai gubernur, lanjutnya, Ali Mazi tentu masih membutuhkan ruang untuk menyuarakan hak politik. Salah satunya adalah melenggang ke Senayan.
Sementara itu, Tina Nur Alam digadang-gadang akan maju dalam kontestasi Pilkada 2024. Ia disebut akan maju sebagai calon gubernur Sultra. Oleh karena itu, ia tentu membutuhkan legitimasi dari proses legislatif yang berjalan saat ini.