Kuasa Suara Para Istri Bupati dalam Pileg di Sultra
Empat istri bupati di Sultra meraih suara tinggi dalam pileg provinsi. Ini menunjukkan korelasi dominasi peran suami.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Empat istri bupati tercatat meraih suara yang tinggi dalam pemilihan anggota legislatif Provinsi Sulawesi Tenggara. Salah seorang di antaranya bahkan digadang-gadang meraih suara tertinggi dari semua calon di semua daerah pemilihan di Sultra. Peran kepala daerah dominan dalam kemenangan calon anggota legislatif dari kalangan keluarga dekatnya.
Data dari laman Komisi Pemilihan Umum yang mencapai progres 82,75 persen hingga Senin (26/2/2024) menunjukkan raihan tertinggi untuk calon anggota legislatif tingkat DPRD Provinsi Sultra diraih Hartini dengan 17.522 suara. Ia adalah caleg Partai Nasdem untuk daerah pemilihan Sultra V. Daerah ini meliputi Kolaka Timur (Koltim), Kolaka, dan Kolaka Utara. Istri dari Bupati Koltim Abdul Azis itu adalah Ketua DPD Nasdem Koltim.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Hartini adalah pendatang baru dalam pileg kali ini. Raihan suaranya berhasil mengungguli sejumlah nama besar lain di dapilnya, bahkan untuk sementara melewati jauh petahana yang hanya berada di kisaran 5.000 suara.
Sekretaris DPD Nasdem Koltim Ali Topan mengatakan, pihaknya memproyeksi raihan suara Hartini bisa mencapai 23.000 suara hingga akhir penghitungan. Hal tersebut berdasarkan catatan tim yang bekerja di lapangan.
Raihan tinggi ini merupakan hasil dari kerja yang intensif dalam beberapa bulan lamanya. Mulai dari sosialisasi, kegiatan berbagi, hingga bantuan ke berbagai komunitas. Hal tersebut dijalankan merata di berbagai titik di wilayah.
”Saya kira satu-satunya caleg DPRD Sultra yang betul-betul aktif jalan di Dapil V, ya, cuma beliau. Tidak hanya di Koltim, tapi juga Kolaka, bahkan hingga Kolaka Utara. Jadi wajar kalau pencapaian beliau begitu tinggi. Tidak mengandalkan nama suami,” katanya.
Ali menyatakan keliru jika ada anggapan bahwa raihan suara yang tinggi tersebut karena peran Bupati Koltim. ”Silakan saja berasumsi, tapi nyatanya beliau memang aktif turun ke daerah. Kalau dibandingkan istri bupati lain di dapil yang suaranya banyak, malah suara Hartini masih lebih tinggi. Artinya, beliau memang aktif dalam berkampanye,” ujarnya.
Selain Hartini, ada juga nama Nurponirah di Dapil VI Sultra. Nurponirah maju dari Partai Bulan Bintang. Suaminya, Ruksamin, adalah ketua DPW partai tersebut. Ruksamin juga Bupati Konawe Utara yang saat ini sedang menjabat dalam periode kedua.
Nurponirah meraih 12.412 suara, jauh mengungguli calon lain di wilayah yang meliputi wilayah Konawe, Konawe Utara, dan Konawe Kepulauan. Raihan suara caleg nomor 6 ini mengungguli nama besar dan petahana.
Di wilayah Dapil II Sultra yang meliputi Konawe Selatan dan Bombana, Nurlin Surunuddin meraih suara tertinggi yang mencapai 12.252 suara. Nurlin adalah anggota dewan petahana yang juga istri Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga yang masih menjabat di periode keduanya saat ini.
Tidak hanya itu, istri Bupati Buton Utara Ridwan Zakaria, yaitu Muniarty M Ridwan yang maju di Dapil III Sultra, meraih 8.998 suara. Murniaty yang maju dari Partai Amanat Nasional (PAN) berada di urutan kedua suara terbanyak di dapilnya. Ia juga adalah petahana dua periode.
Ada informasi, misalnya, lurah, atau kepala desa, bahkan tingkat RT yang diarahkan untuk memobilisasi suara.
Akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Kendari, Andi Awaluddin, menjabarkan, fenomena kemenangan istri dan keluarga dekat kepala daerah di wilayah ini bukan hal yang baru. Bertahun-tahun sebelumnya begitu banyak kerabat para pejabat yang memenangi kontestasi di pemilihan anggota legislatif. Mereka berlomba-lomba menjadikan keluarga dekat untuk menduduki kursi tertentu.
Selain aji mumpung, hal ini mengindikasikan begitu kuatnya korelasi struktur birokrasi dan kepemimpinan dalam kemenangan calon. Peran Bupati yang menjadi pemimpin di daerah begitu besar dalam kemenangan keluarga dekat.
Kondisi berbeda terjadi pada mantan kepala daerah yang tidak lagi menguasai birokrasi karena ia mudah tersingkir dari kontestasi. Di Konawe, misalnya, yang sebelumnya dikuasai partai yang mengusung mantan bupati, kini diambil alih oleh partai lain. Di Kendari, ada caleg petahana yang saat ini suaranya minim setelah orangtuanya pensiun.
”Saya kira itu hal yang tidak terbantahkan dalam setiap kontestasi. Kepala daerah itu memegang struktur birokrasi hingga tingkat paling bawah. Ada informasi, misalnya, lurah, atau kepala desa, bahkan tingkat RT yang diarahkan untuk memobilisasi suara. Banyak pola yang bisa dipakai untuk meraih suara tinggi di daerah,” katanya.
Situasi ini, menurut Awaluddin, berkelindan dengan masyarakat yang melihat faktor patron dalam memilih pemimpin. Akibatnya, politik dinasti bisa terus melenggang. ”Yang harus dilawan itu karena politik dinasti dekat dengan penyalahgunaan wewenang untuk meraih kekuasaan,” katanya.
Survei periodik Kompas Desember 2023 merekam kuatnya faktor keluarga dalam memengaruhi keputusan politik seorang individu. Pengaruh ini berlaku baik dalam pilihan partai politik ataupun pilihan presiden. Dengan kata lain, faktor kekerabatan dalam keluarga masih menjadi tumpuan pertimbangan preferensi politik.
Lebih dari separuh responden (65,8 persen) mengatakan, dalam memilih sosok presiden, keluarga paling memengaruhi pilihan mereka. Keluarga yang dimaksud meliputi orangtua, pasangan suami atau istri, anak, hingga saudara. Selain pilihan calon presiden, pengaruh keluarga juga terlihat pada pilihan partai. Dengan proporsi lebih kecil, sebanyak 62,3 persen responden mengaku keluarga turut memengaruhi mereka dalam menentukan pilihan partai politik.
Ratih D Adiputri, dosen Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Jyväskylä, Finlandia, dalam analisisnya pada November lalu mengemukakan, masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, disuguhi praktik politik kolusi dan nepotisme dengan gamblang. Masuk dalam bidang politik dapat dilakukan secara instan asal ada (keluarga) pejabat yang mendukung.
Politik dinasti dekat dengan penyalahgunaan wewenang untuk meraih kekuasaan.
Menjadi anggota parpol juga mudah asal dari keluarga tertentu walau tidak punya kapasitas. Kaderisasi di parpol atau memiliki jabatan di parpol atau pemerintahan itu gampang diatur, lagi-lagi asal didukung oleh (atau dekat dengan) pejabat parpol setempat. Apalagi, kalau memiliki modal besar atau dana. Bahkan, undang-undang pun dapat diganti dan diinterpretasikan untuk melanggengkan jalan menuju kekuasaan politik apabila ada pejabat keluarga.
Politik dinasti lebih dikenal di Amerika Serikat karena dalam satu keluarga ada banyak yang memiliki jabatan politik, bahkan melintasi beberapa generasi. Nama-nama seperti keluarga Kennedy, Huntington, Roosevelt, bahkan Bush sudah dikenal kiprah politiknya baik di tingkat daerah maupun nasional, dari saudara kandung, ipar, sampai sepupu. Filipina (atau negara yang dekat dengan AS) juga begitu, ada keluarga Marcos, Aquino, Binay, Macapagal, bahkan Duterte yang dikenal politik dinastinya.
Max Weber pernah menyatakan, politik merupakan suatu pekerjaan (politics as a vocation), maka aktivitas politik haruslah bermakna bagi masyarakat banyak. Namun, yang lebih penting, kandidat-kandidat yang dipilih bukanlah didapatkan dari praktik kolusi dan nepotisme. Ini cita-cita reformasi yang belum kita wujudkan (Kompas, 7 November 2023).