Mantan Gubernur dan Istri Mantan Gubernur di Sultra Berebut Kursi Senayan
Perebutan kursi DPR-RI di Sultra memanas, khususnya di Partai Nasdem. Ali Mazi dan Tina Nur Alam bersaing ketat.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Perebutan kursi DPR di Sulawesi Tenggara memanas. Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dari Partai Nasdem, bersaing ketat dengan rekan separtainya, Tina Nur Alam yang merupakan istri mantan gubernur sebelumnya. Pleno tingkat Provinsi yang masih berlangsung menjadi penentu dari dua nama besar di Bumi Anoa ini.
Sabtu (9/3/2024) petang, puluhan orang berunjuk rasa di Hotel Claro Kendari, tempat penghitungan suara tingkat Provinsi Sultra berlangsung. Mereka menuntut sejumlah hal setelah mengklaim telah terjadi penggelembungan suara internal Partai Nasdem di Kabupaten Wakatobi.
“Kami menduga ada penggelembungan suara di Kecamatan Wangi-wangi Selatan yang menguntungkan salah satu calon,” kata Asran, perwakilan massa yang mengatasnamakan diri Gerakan Pemuda Sultra.
Menurutnya, pihak Komisi Pemilihan Umum Sultra tidak boleh membiarkan hal ini dan harus mengambil langkah menjaga keadilan. Mereka menuntut agar kotak suara dibuka dan dihitung ulang untuk memastikan tidak terjadi kecurangan.
Ketua KPU Sultra Asril menjabarkan, secara aturan, proses penghitungan telah melalui tahap berjenjang. Mulai dari TPS, kecamatan, kabupaten, hingga saat ini dibawa ke tingkat provinsi. Di setiap jenjang tersebut, saksi partai politik maupun saksi calon anggota legislatif (caleg), memiliki hak untuk protes saat merasa terjadi kesalahan.
Berdasarkan data yang ada, kata Asril, penghitungan hingga tingkat kabupaten di Wakatobi tidak ada protes. Hal itu berarti, penghitungan suara dianggap telah tepat dan sesuai fakta yang ada.
“Kalau untuk menghitung ulang suara, itu dipastikan dulu kejadiannya apa, buktinya apa? Sampai sekarang kami juga belum terima bukti dugaan kecurangan,” ucapnya.
Ketua Bawaslu Sultra Iwan Rompo Banne menjelaskan, bukti dugaan kecurangan sangat penting untuk dihadirkan di rapat pleno. Sebab, hal itu menjadi dasar untuk menegaskan adanya tindakan di luar aturan yang terjadi.
Keduanya adalah figur yang besar, mapan, dan memiliki jejaring sosial yang telah terbangun sejak lama. Saat perolehan suara ketat, maka dinamika pasti terjadi.
Iwan menambahkan, pada dasarnya penggelembungan suara adalah kejahatan pemilu. Pelakunya dapat dipidana minimal tiga tahun penjara. Jika pelaku adalah penyelenggara di setiap tingkatan, maka ancamannya ditambah sepertiga dari vonis hakim.
“Kuncinya adalah di bukti yang kuat. Tidak menutup kemungkinan ada pembongkaran kotak suara dan penghitungan ulang. Namun, jika bukti tidak kuat, harus diterima juga karena kita semua bekerja berdasarkan kerangka aturan,” jabarnya.
Penghitungan suara tingkat Provinsi Sultra masih terus berlangsung. Kegiatan ini dimulai sejak Selasa (6/3/2024), dan direncanakan tuntas pada Minggu (10/3/2024).
Meski belum tuntas, perebutan kursi DPR RI telah tergambar melalui rapat pleno di 17 kabupaten/kota yang telah selesai. Sebanyak enam kursi diisi oleh enam parpol, yaitu Partai Gerindra, PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrat, Partai Golkar, dan Partai Nasdem.
Bersaing ketat
Tidak seperti partai lainnya yang perbedaan suara antar calonnya jauh, untuk Partai Nasdem diprediksi akan ketat. Perbedaan suara khususnya untuk Ali Mazi dan Tina Nur Alam tidak akan terpaut jauh.
Berdasarkan rekapitulasi sementara yang disajikan dalam rapat pleno KPU Sultra, Minggu (10/3/2024) dini hari, Ali Mazi meraih 68.099 suara. Sementara itu, Tina Nur Alam meraih 68.683 suara. Akan tetapi, hasil ini baru penghitungan D-Hasil dari 17 Kabupaten/Kota, dan belum ditetapkan di tingkat provinsi.
Ali Mazi adalah Gubernur Sultra dua periode, yaitu 2003-2008, dan 2018-2023. Setelah masa jabatannya habis, Ketua DPW Partai Nasdem Sultra ini lalu kembali maju di pemilihan anggota legislatif DPR periode 2024-2029.
Sementara itu, Tina Nur Alam adalah petahana di Senayan. Ia telah duduk selama dua periode terakhir. Tina juga merupakan istri dari Nur Alam, Gubernur Sultra dua periode, 2008-2013, dan 2013-2018.
Sebelum masa jabatannya habis, Nur Alam ditahan atas kasus perizinan pertambangan. Ia baru saja bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin setelah menjalani masa hukuman 6,5 tahun penjara dari vonis 12 tahun.
Akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Kendari Andi Awaluddin Ma’ruf berpendapat, pertarungan ketat yang terjadi merupakan dinamika suara yang memang sejak awal berpotensi terjadi. Sebab, dua nama ini adalah figur besar, politisi senior, dengan ketokohan masing-masing. Keduanya juga representasi dari jejaring sosial, budaya, yang telah tertanam sejak lama.
“Keduanya adalah figur yang besar, mapan, dan memiliki jejaring sosial yang telah terbangun sejak lama. Saat perolehan suara ketat, maka dinamika pasti terjadi,” kata Awaluddin.
Meski telah dua periode menjabat sebagai gubernur, menurut Awaluddin, Ali Mazi tentu masih membutuhkan ruang untuk menyuarakan hak politik. Salah satunya, adalah melenggang ke Senayan. Sementara itu, Tina Nur Alam digadang-gadang maju sebagai calon Gubernur Sultra. Ia tentu membutuhkan legitimasi dari proses legislatif yang berjalan saat ini.
Meski begitu, Awaluddin yakin keduanya adalah politisi senior yang akan berpandangan jauh ke depan. Dinamika yang terjadi diharapkan tidak melebar dan bisa diredam demi kepentingan bersama.