Banjir lumpur kembali menerjang Kendari. Sepekan terakhir telah terjadi tiga kali banjir yang berdampak panjang.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Banjir lumpur yang mengalir deras menerjang sejumlah wilayah di Kendari, Sulawesi Tenggara. Aliran air menyapu permukiman, menghanyutkan rumah dan kendaraan, serta melumpuhkan operasional rumah sakit. Warga berharap ada langkah penanganan dan solusi komprehensif agar banjir tidak terus berulang.
Hujan yang mengguyur wilayah Kendari sejak Rabu (6/3/2024) malam membuat sejumlah wilayah terendam banjir. Wilayah Kecamatan Kendari Barat diterjang air bercampur lumpur yang menimbulkan dampak besar.
”Selama puluhan tahun, banjir ini yang paling besar. Alirannya juga sangat deras dan campur lumpur,” kata Yeti (44), warga Sanua, Kendari Barat, Kamis dini hari.
Menurut ibu tiga anak ini, air meninggi dengan cepat setelah banjir yang terjadi sekitar dua jam lamanya. Sekitar pukul 23.00 Wita, ketinggian air yang telah lebih dari 1 meter menutup jalan dan permukiman. Warga menyelamatkan diri ke tempat yang tinggi.
Air di kawasan ini terlihat mengalir deras. Air membawa material kayu, barang milik warga, hingga sejumlah kendaraan. Warga bergotong royong menyelamatkan harta benda sembari membersihkan jalur air.
Kondisi lebih parah terjadi di sekitar Rumah Sakit Santa Anna. Material kayu bercampur lumpur menutupi jalan. Kendaraan hanyut disapu air. Sebuah rumah juga hanyut terbawa derasnya aliran air.
Samsul (39), petugas keamanan di RS Santa Anna, mengatakan, air yang datang dengan cepat menyapu kendaraan dan menutupi lantai dasar rumah sakit. Ketinggian air sekitar 2 meter.
”Setelah kami evakuasi pasien gawat darurat ke lantai dua karena air yang terus tinggi, saya turun ke bawah. Ternyata air sudah hampir menutupi jendela, saya terpaksa naik ke atas mobil ambulans menyelamatkan diri,” katanya.
Sekitar 70 pasien, tambah Samsul, dievakuasi ke lantai yang lebih tinggi. Semua pasien selamat meski beberapa di antaranya dalam kondisi darurat dan membutuhkan penanganan khusus.
”Banjir kali ini, selain lebih tinggi, juga lebih deras. Ini mobil pengunjung sampai terseret di depan IGD dari parkiran,” ujarnya.
Di wilayah lain, banjir juga merendam permukiman dan akses jalan. Ketinggian air rerata 1 meter dan membuat warga harus mengungsi. Sebagian warga bertahan di pinggir jalan atau menumpang di rumah tetangga.
Kenapa pemerintah tidak bikin sesuatu biar kami tidak kena banjir lagi? Ini malah tambah tinggi terus banjirnya.
Marwah (67), warga Kelurahan Tipulu, mengungkapkan, permukaan air dengan cepat meninggi. Selama sepekan terakhir, ia telah mengalami dua kali kebanjiran. Belum lama ia dan keluarganya membersihkan rumah dari sisa-sisa banjir sebelumnya.
Akan tetapi, banjir dengan aliran deras kembali datang membawa material lumpur dan sampah. Mereka hanya sempat membawa surat dan barang berharga. Perangkat elektronik dan perabotan tidak sempat dikeluarkan.
”Kenapa pemerintah tidak bikin sesuatu biar kami tidak kena banjir lagi? Ini malah tambah tinggi terus banjirnya,” ungkapnya.
Hingga Kamis dini hari, petugas dari berbagai instansi berupaya mengevakuasi warga yang terjebak banjir. Perahu karet dan ratusan petugas dikerahkan di lokasi paling terdampak.
Andi M Akbar, petugas Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kendari, menyampaikan, tiga tim diturunkan untuk melakukan evakuasi dan pertolongan warga. Tim terus bekerja meski air perlahan telah surut.
”Ada sejumlah warga yang kami evakuasi. Selain warga lansia dan sakit, tadi juga ada warga yang terkena seng dan harus dilarikan ke rumah sakit,” tambahnya.
Selama beberapa hari terakhir, bencana banjir telah tiga kali terjadi di Kendari. Pada Senin (4/3/2024) dini hari, air dengan cepat meluap meski hujan baru turun beberapa jam. Sejumlah wilayah yang rawan banjir dengan cepat tergenang air dengan ketinggian di atas 1 meter. Seorang anak balita tewas terseret arus akibat terjatuh saat evakuasi mandiri bersama sang ibu.
Sebelumnya, pada Jumat (1/3/2024), banjir juga menerjang sebagian wilayah. Air bercampur lumpur mengalir deras dan membawa sejumlah material. Seorang warga lansia yang kaget karena terjangan air meninggal.
Penggunaan lahan masif
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Kendari Safril Kasim mengatakan, banjir terjadi akibat sejumlah faktor, mulai dari iklim, kontur tanah, kemiringan lereng, permukiman, hingga penggunaan lahan. Dua faktor terakhir merupakan hal yang paling bisa diintervensi untuk menekan terjadinya banjir berulang.
Persoalannya, riset yang ada menunjukkan penggunaan lahan kian masif. Daerah hulu, khususnya Sungai Wanggu yang membelah kota, telah banyak terbuka. Hal ini membutuhkan upaya lintas sektor untuk penanganan hingga rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS).
Sementara itu, untuk dalam kota, penggunaan lahan di daerah resapan juga semakin banyak. Masyarakat hingga swasta membangun daerah resapan menjadi perumahan atau pusat pertokoan. Akibatnya, wilayah tangkapan air semakin berkurang.
”Permukiman di sempadan kali dan sungai juga semakin banyak. Belum lagi dengan persoalan sampah yang memenuhi kali. Hal ini yang tidak pernah diperhatikan pemerintah, yang membuat bencana banjir semakin rutin,” ujarnya.