Banjir Terjang Kendari, Anak Balita Tewas Terseret
Banjir yang merendam wilayah Kendari menimbulkan korban jiwa. Seorang anak balita tewas terseret saat evakuasi mandiri.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Banjir dengan ketinggian sekitar 1 meter menerjang sejumlah wilayah di Kendari, Sulawesi Tenggara. Seorang anak berusia dua tahun tewas setelah terseret arus bersama sang ibu. Bencana berulang di wilayah ini terus memakan korban jiwa.
Banjir menerjang wilayah Kendari sejak Senin (4/3/2024) dini hari. Air dengan cepat meluap meski hujan baru turun beberapa jam. Sejumlah wilayah yang rawan banjir dengan cepat tergenang air dengan ketinggian hingga di atas 1 meter.
Dian (46), warga Kelurahan Bende, menuturkan, air mulai meninggi sekitar pukul 03.00 Wita. Ketinggian air sekitar 1 meter. Air juga terus mengalir deras dan meninggi dengan cepat.
”Warga mulai keluar rumah mencari tempat aman. Ada tetangga kos yang keluar bersama anaknya, tapi tidak tahu jalan. Ia terperosok ke selokan dan anaknya hilang terseret air,” kata Dian, Senin pagi.
Air yang mengalir deras, ujar Dian, menyeret keduanya. Sang ibu berhasil diselamatkan warga, tetapi Fani, sang anak, tidak ditemukan. Fani baru ditemukan sekitar pukul 08.25 Wita.
Petugas dari Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kendari, Asep, menyampaikan, korban ditemukan di rawa belakang permukiman warga dalam kondisi meninggal. Korban sebelumnya terseret arus yang deras saat berusaha untuk menyelamatkan diri seiring tingginya air.
”Korban bersama ibunya sebelumnya berusaha menyelamatkan diri, tapi karena situasi gelap dan air yang tinggi, mereka berdua terjatuh ke drainase. Korban ditemukan tertimbun tanah di sebuah rawa dalam kondisi meninggal dunia,” kata Asep.
Bencana banjir terus mengancam wilayah Kendari dan sekitarnya selama sepekan terakhir. Warga di beberapa daerah rawan menghadapi banjir meski hujan hanya terjadi beberapa jam. Pekan sebelumnya, banjir juga menggenangi beberapa wilayah setelah hujan dengan intensitas tinggi. Seorang warga yang kaget akan banjir yang mengalir deras dan merendam kediamannya juga ditemukan tewas.
Darwis (65), warga Kelurahan Anaiwoi, Kecamatan Kadia, menuturkan, air dengan cepat meninggi saat warga terlelap tidur. Sejumlah warga hanya berusaha menyelamatkan diri dan merelakan barang di dalam rumah terendam air.
”Minggu lalu sempat banjir, tapi tidak tinggi. Kalau yang sekarang ini malah jauh lebih tinggi dari banjir besar 10 tahun lalu. Tingginya sudah lebih dari 1 meter,” kata Darwis.
Sejak banjir sering melanda, ia berusaha meninggikan tempat tinggalnya setinggi 1 meter dari sebelumnya. Meski tidak sampai masuk ke dalam rumah, air hampir mencapai teras dan merendam jalan keluar.
”Ini saluran airnya tidak dikeruk, dan dibiarkan. Akhirnya air tidak bisa tertampung dan banjir terus,” ujarnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kendari Rahmat Yunus mengungkapkan, banjir terjadi akibat hujan dengan intensitas tinggi dalam durasi yang cukup lama. Air dengan cepat meluap seiring pasang air laut. Semua sungai yang membelah kota bermuara di Teluk Kendari.
Akibatnya, banjir merendam permukiman warga di sejumlah wilayah yang memang rawan bencana banjir. Ratusan warga terdampak, dengan satu orang korban jiwa.
”Ada satu korban jiwa, korban terjatuh bersama sang ibu saat berusaha evakuasi mandiri. Kami turut berdukacita atas kejadian ini,” katanya.
Banjir merendam permukiman warga di sejumlah wilayah yang memang rawan bencana banjir. Ratusan warga terdampak, dengan satu orang korban jiwa.
Rahmat melanjutkan, banjir di Kendari merupakan kasus berulang. Wilayah yang terdampak banjir merupakan langganan karena lokasinya memang lebih rendah dibandingkan wilayah sekitarnya.
Sejumlah upaya penanganan telah dilakukan jauh-jauh hari. Mulai dari pembersihan lingkungan setiap pekan, pengerukan kali, hingga imbauan kepada masyarakat. Namun, tingginya debit air tidak tertampung di saluran yang ada.
Di sisi lain, ia mengakui bahwa pembangunan juga memberi dampak terhadap banjir yang rutin terjadi. ”Kita tidak bisa menutup mata akan hal itu. Seperti laporan masyarakat di Kasilampe, bahwa muara kali tidak selebar dulu akibat pembangunan jalan. Jadi, memang menjadi pekerjaan bersama ke depannya. Saat ini kami fokus pada penanganan di lapangan dulu,” tuturnya.