Banjir Kendari, Penyakit Akut yang Sisakan Tragedi
Banjir berulang di Kendari serupa penyakit akut yang mengintai warga. Penanganan diharapkan bukan sekadar slogan.
Di Kendari, ibu kota Sulawesi Tenggara, banjir menjadi langganan akut setiap hujan deras terjadi. Selain merendam wilayah, banjir juga menimbulkan korban harta benda, bahkan jiwa. Tanggung jawab pemerintah diharapkan bukan sekadar slogan.
Senin (4/3/2024) dini hari, Siti Faridah (59) terbangun tergesa. Hujan menderu. Dari jendela kamar, ia melihat air semakin tinggi di halaman rumahnya, di Kelurahan Anaiwoi, Kadia, Kendari, Sulawesi Tenggara. Mereka segera mengeluarkan kendaraan ke jalan yang mulai tergenang air.
”Baru satu motor kami keluarkan, air tambah deras dan tinggi. Di dalam rumah semuanya sudah tergenang,” ujar Faridah.
Sekeluarga, mereka lalu mengungsi ke rumah tetangga yang lebih tinggi. Air semakin deras. Tinggi air mencapai jendela rumah yang telah ditempatinya lebih dari 40 tahun terakhir.
Padahal, ibu tiga anak ini menceritakan, banjir sebelumnya tidak setinggi ini. Bahkan, saat banjir besar pada 2014, ketinggian air masih lebih rendah sekitar 15 sentimeter. Saat itu hujan juga jauh lebih lama dari sebelumnya.
”Kalau dulu cuma sampai jendela bawah, sekarang sampai yang atas,” ujarnya, menunjuk batas air yang membekas di tembok rumahnya.
”Sudah ini (banjir) yang paling tinggi selama saya tinggal di sini. Barang-barang terendam semua, elektronik rusak,” ucapnya.
La Saudi (34), warga lainnya, menceritakan, ia terbangun ketika kasur yang ditidurinya telah basah. Air menggenangi kediamannya dengan cepat. Ponsel, kulkas, dan berbagai barang lainnya terendam air.
Ia segera membangunkan istri dan ketiga anaknya, termasuk anak bungsunya yang berumur dua tahun. Mereka segera keluar mencari tempat yang lebih tinggi untuk menyelamatkan diri. Setelahnya, baru ia menyelamatkan barang-barang di dalam rumah yang juga menjadi tempatnya berjualan.
Pakaian dan perlengkapan jualan basah direndam air. Ia hanya sempat menyelamatkan yang belum terendam dan menyimpannya di tempat yang lebih tinggi. ”Kami baru dua tahun di sini, tapi sudah kena banjir tiga kali. Semoga nanti bisa ditangani biar banjir tidak terjadi lagi,” katanya.
Banjir menerjang wilayah Kendari sejak Senin (4/3/2024) dini hari. Air dengan cepat meluap meski hujan baru turun beberapa jam. Sejumlah wilayah yang rawan banjir dengan cepat tergenang air dengan ketinggian hingga di atas satu meter.
Baca juga: Banjir Terjang Kendari, Anak Balita Tewas Terseret
Di Kelurahan Bende, banjir tidak hanya merendam permukiman dan menghilangkan harta benda, tetapi juga menyebabkan korban jiwa. Fani (2) tewas terseret arus saat berjalan di tengah malam bersama sang ibu.
”Warga mulai keluar rumah cari tempat aman. Ada tetangga kos yang keluar bersama anaknya, tapi tidak tahu jalan. Ia terperosok ke selokan dan anaknya hilang terseret air,” kata Asep, petugas Kantor Pencarian dan Pertolongan Kendari.
Beberapa jam berselang, korban ditemukan di rawa belakang permukiman warga dalam kondisi meninggal. Korban sebelumnya terseret arus yang deras saat berusaha untuk evakuasi mandiri seiring tingginya air. Namun, situasi gelap dan air yang tinggi membuat mereka terjatuh ke drainase. Korban ditemukan tertimbun tanah di sebuah rawa.
Bencana banjir terus mengancam wilayah Kendari dan sekitarnya dalam sepekan terakhir. Warga di beberapa daerah rawan terus kebanjiran meski hujan hanya terjadi beberapa jam.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kendari Rahmat Yunus mengungkapkan, banjir terjadi akibat hujan dengan intensitas tinggi dalam durasi yang cukup lama. Air dengan cepat meluap seiring dengan pasang air laut. Semua kali dan sungai yang membelah kota bermuara di Teluk Kendari.
”Ada satu korban jiwa. Korban terjatuh bersama sang ibu saat berusaha evakuasi mandiri. Kami turut berdukacita atas kejadian ini,” ujarnya.
Persoalan akut
Banjir di Kendari, lanjut Rahmat, merupakan bencana yang berulang kali terjadi. Wilayah yang terdampak banjir merupakan langganan akibat lokasi yang memang rendah dibandingkan dengan wilayah sekitarnya.
Sejumlah upaya penanganan telah dilakukan jauh-jauh hari. Mulai dari pembersihan lingkungan setiap pekan, pengerukan kali, hingga imbauan kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan. Namun, tingginya debit air tidak tertampung di saluran yang ada.
Di sisi lain, ia mengakui pembangunan juga memberikan dampak terhadap banjir yang rutin terjadi. ”Kita tidak bisa menutup mata akan hal itu. Seperti laporan masyarakat di Kasilampe bahwa muara kali tidak selebar dulu akibat pembangunan jalan. Jadi, memang menjadi pekerjaan bersama ke depannya. Saat ini kami fokus pada penanganan di lapangan dulu,” tuturnya.
Penelitian Hasddin dan Erny Tamburaka di Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro pada 2020 menemukan, sejumlah hal memicu banjir di Kendari. Selain curah hujan dan kontur wilayah, beberapa faktor lain juga menjadi penyebab utama.
Salah satunya adalah semakin banyaknya bangunan yang berdiri di bantaran sungai. Aktivitas pemanfaatan ruang (bangunan) sekitar sungai terjadi sejak lama dan semakin tak terkendali. Fakta ini didukung dengan data penggunaan lahan untuk permukiman dan areal terbangun lain di Kota Kendari saat ini sekitar 50,62 persen untuk pertanian/sawah seluas 312 hektar atau 13,37 persen.
Baca juga: Sedimentasi dan Pelanggaran Tata Ruang Rusak Teluk Kendari
Selain itu, sampah dan sedimentasi juga menjadi persoalan. Sampah dan sedimentasi tidak lepas dari pola hidup masyarakat Kota Kendari yang tidak disiplin dengan lingkungan. Rahardjo (2014) dalam penelitiannya menyebutkan, penyebab banjir di perkotaan di antaranya adalah pola hidup masyarakat yang tidak bersih.
Banyaknya penduduk yang membuang sampah di saluran menyebabkan drainase buntu sehingga aliran air hujan tertahan dan berkontribusi pada sedimen. Keadaan semakin sulit saat drainase kota semakin sempit atau tidak memadai (Rachmat dan Pamungkas, 2014) sehingga air sungai akan meluap saat curah hujan tinggi.
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Kendari Safril Kasim mengungkapkan, banjir terjadi akibat sejumlah faktor. Penyebab tersebut antara lain dari iklim, kontur tanah, kemiringan lereng, permukiman, dan penggunaan lahan. Dua faktor terakhir merupakan hal yang paling bisa diintervensi untuk menekan terjadinya banjir berulang.
Persoalannya, ia melanjutkan, riset yang ada menunjukkan penggunaan lahan kian masif. Daerah hulu, khususnya Sungai Wanggu yang membelah kota, telah banyak terbuka. Hal ini membutuhkan upaya lintas sektor untuk penanganan hingga rehabilitasi daerah aliran sungai.
Sementara itu, untuk dalam kota, penggunaan lahan di daerah resapan juga semakin banyak. Masyarakat, hingga swasta, membangun daerah resapan menjadi perumahan ataupun pusat pertokoan. Akibatnya, wilayah tangkapan air semakin berkurang.
”Permukiman di sempadan kali dan sungai juga semakin banyak. Belum lagi dengan persoalan sampah yang memenuhi kali. Hal ini yang tidak pernah diperhatikan pemerintah yang membuat bencana banjir semakin rutin,” ujarnya.
Daerah hulu, khususnya Sungai Wanggu yang membelah kota, telah banyak terbuka. Hal ini membutuhkan upaya lintas sektor untuk penanganan hingga rehabilitasi daerah aliran sungai.
Padahal, risiko bencana itu selalu berujung pada tiga hal, yaitu kerusakan infrastruktur, kehilangan harta benda, hingga risiko kematian. Banjir pada Senin diri hari kembali berujung pada hal yang fatal, yaitu meninggalnya seorang balita.
Hal ini juga menunjukkan tidak siapnya pemerintah dalam menangani bencana. Meski telah berulang, dan memiliki peta rawan bencana, pemerintah tidak memiliki data holistik terkait kondisi sosial masyarakat. Mulai dari jumlah warga di daerah rawan, mereka yang rentan, dan apa yang harus dilakukan ketika bencana terjadi.
”Seharusnya kita telah punya data berapa balita dan lansia di daerah rawan, masyarakat mampu dan tidak, serta jumlah warga dewasa. Jadi database ini menjadi acuan ketika bencana terjadi, berapa yang harus dievakuasi, jumlah alat yang harus diturunkan, hingga pascabencana nantinya. Ini pekerjaan besar yang harus diselesaikan agar tidak ada lagi korban selanjutnya,” ucap Safril.