Syarat Maut Seorang Caleg DPR Mencabut Nyawa Indriana
Caleg DPR menjadi otak pembunuhan Indriana Dewi, warga Jakarta Timur. Mayatnya dibuang ke jurang di Banjar, Jawa Barat.
Temuan jenazah perempuan di Kota Banjar, Jawa Barat, menjadi perbincangan hangat. Fakta pelakunya adalah calon anggota DPR yang terbakar api cemburu menjadi ironi memilukan.
Maksud hati ingin mendapatkan udara segar sembari mengayuh sepeda, IM, warga Kota Banjar, Jawa Barat, justru menghirup bau tak sedap pada Minggu (25/2/2024). Ketika melintas di Jalan Raya Banjar-Cimaragas di Desa Neglasari, Kota Banjar, bau busuk menusuk hidungnya.
Bukan menghindar, ia penasaran. Setelah dicari, bau itu berasal dari tebing sedalam 20 meter. Ketika melihat lebih dekat, IM kaget bukan kepalang.
Di sana, ada mayat tersangkut di sebatang pohon. Dua selimut tidak menutupnya dengan sempurna. Dibantu warga setempat, kasus ini lantas dilaporkan IM ke polisi.
Baca juga: Mereka yang Justru Mati di Tangan Orang Terkasih
Saat dievakuasi, diketahui bahwa korban seorang perempuan. Dia menggunakan kaus hitam dan celana panjang putih. Diduga jenazah adalah korban penganiayaan. Tangan jenazah terikat kabel plastik. Ada luka di lehernya.
Akan tetapi, sulit memastikan identitas korban. Selain tanpa kartu pengenal, mayatnya sudah membusuk.
Untuk mencari tahu, Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jabar Komisaris Besar Surawan mengatakan, pihaknya menggunakan metode scientific crime investigation. Teknik ini memadukan metode penyelidikan dan ilmu pengetahuan. Dari sana, polisi menelusuri data sidik jari dan identitas korban lainnya.
Metode itu membuahkan hasil. Polisi menemukan nama dan alamatnya. Korban diketahui bernama Indriana Dewi Eka Saputri.
Perempuan 25 tahun itu tinggal di Jatinegara, Jakarta Timur, atau berjarak sekitar sekitar 280 kilometer dari lokasi jenazahnya ditemukan. Dari kesaksian pihak keluarga, Indriana terakhir kali meninggalkan rumah bersama kekasihnya, DA.
Setelah mendapat alamatnya, aparat Kepolisian Resor Banjar dan Polda Jabar menangkap DA di sebuah rumah indekos di Jakarta Pusat pada Rabu (28/2/2024) pukul 10.00 atau tiga hari setelah jenazah ditemukan. Ikut dicokok polisi juga DP, perempuan yang tengah dekat dengan DA.
Lima jam kemudian, ditangkap juga MR di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. MR adalah kenalan DA dan DP.
Pada Senin (4/3/2024), ketiganya ditampilkan polisi kepada wartawan. Semua menggunakan seragam tahanan biru tua. Mereka menutup wajahnya dengan tangan.
Baca juga: Motif Baru Pembunuhan Ibu-Anak di Subang Terkait Uang
Kepala Bidang Humas Polda Jabar Kombes Jules Abraham Abast mengatakan, tiga orang itu diduga terlibat dalam kasus penemuan mayat di Banjar. DA dan DP adalah otak aksi, sedangkan MR adalah eksekutornya.
Menariknya, DP bukan warga biasa. Dia adalah calon anggota DPR dari daerah pemilihan Jabar IX (Subang, Majalengka). Hingga Selasa (5/3/2024), tercatat ada 226 orang yang memilihnya.
Fakta ini memicu ironi. Lolos sebagai caleg, DP semestinya sudah menjalani serangkaian tes kesehatan, termasuk pemeriksaan jiwa. Terlibat pembunuhan berencana jelas tidak memperlihatkan hasil tes itu.
Jules mengatakan, pembunuhan pada Indriana terjadi di dalam mobil sewaan di Jalan Pelangi Boulevard, Kabupaten Bogor, Jabar, pada Selasa (20/2/2024). Pelakunya adalah MR. Modusnya dengan menjerat leher korban menggunakan ikat pinggang selama 15 menit.
MR beraksi bukan atas keinginan sendiri. Dia disuruh membunuh oleh DP dan DA. Imbalannya sekitar Rp 50 juta. DP dan DA juga merampas barang berharga korban. Selain uang Rp 741.000, ada juga tas mewah merek Louis Vuitton.
Akan tetapi, komplotan pembunuh amatir ini kehabisan akal saat hendak membuang jenazah. Selama tiga hari, mayat membusuk di mobil. Setelah berkeliling Cirebon hingga Kuningan, jenazah Indriana lantas dibuang di Banjar.
”Awalnya, mereka hendak membuang jenazah korban di Pangandaran. Niat itu batal karena mobilnya rusak di sekitar Kuningan, tidak jauh dari Banjar,” tutur Jules.
Cinta segitiga
Dari hasil penelusuran polisi, pembunuhan ini dipicu cinta segitiga korban dengan DA dan DP. Sebelum kejadian, hubungan Indriana dengan DA tengah renggang. DA menduga kekasihnya itu selingkuh.
Hal itu membuat DA hendak berpaling lagi pada DP. Sebelumnya, keduanya memadu kasih, tetapi putus karena DA berhubungan dengan korban.
DP sepertinya tidak keberatan untuk kembali. Namun, ia mengajukan syarat. Tidak hanya meninggalkan Indriana, DA harus melenyapkan korban.
Meski syarat itu tidak masuk akal, DA menyetujuinya. ”Perjanjian bersama neraka” itu pun disetujui.
Akan tetapi, tidak mau melakukannya sendiri, DA meminta MR menjalankan pekerjaan kotor itu. Ujungnya, Indriana tewas. Dia mati lemas saat sabuk MR menjerat lehernya.
”Para pelaku terancam hukuman mati. Mereka dijerat tiga pasal KUHP, 340 tentang pembunuhan berencana, 338 tentang pembunuhan, dan 365 terkait pencurian dengan kekerasan,” tambahnya.
Saat ditanya, DP mengaku khilaf atas perbuatannya. ”Saya menyampaikan permintaan maaf bagi keluarga korban dan keluarga saya karena perbuatan ini,” ucap DP singkat.
Terkait status DP sebagai caleg DPR dari Jabar, Koordinator Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Jabar Hedi Ardhia menyesalkan kasus ini. Pihaknya akan meminta informasi komprehensif kepada aparat terkait status hukum DP.
”Sungguh disayangkan DP terjerat kasus ini. Kami akan mengambil sikap setelah status hukum DP telah inkracht,” ucap Hedi.
Budaya kekerasan
Kriminolog dari Universitas Padjadjaran, Yesmil Anwar, menilai, kasus pembunuhan yang banyak terungkap belakangan ini dipicu budaya kekerasan yang ironisnya tumbuh subur di tengah masyarakat. Kondisi ini tidak kenal umur dan strata ekonomi. Bahkan, korban dan pelaku punya hubungan dekat, termasuk keluarga.
Budaya kekerasan yang masif terlihat dari maraknya kasus tawuran serta perundungan. Keberadaan media sosial membuat konten-konten kriminalitas lebih mudah dilihat banyak orang.
”Upaya mencegah tindakan kekerasan tak hanya tanggung jawab pihak kepolisian. Tokoh masyarakat di lingkungan dan tokoh agama diharapkan turut berperan meminimalkan budaya kekerasan di tengah warga,” papar Yesmil.
Asmara seharusnya memberikan bahagia. Namun, di hati dan kepala yang salah, kehadirannya bisa menjadi duka.
Baca juga: Dua Belas Hari Mengungkap Pembunuhan Dante