Jadi Alternatif Beras, Harga Singkong dan Ubi di Wakatobi Turut Melejit
Seiring melonjaknya harga beras, pangan lokal di Wakatobi turut melejit. Warga semakin kesulitan akan kondisi ini.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Harga sejumlah pangan lokal di Kepulauan Wakatobi terus naik beberapa waktu terakhir. Harga singkong, keladi, dan pangan lokal lainnya melejit setelah harga beras yang konsisten naik hingga tembus Rp 1 juta untuk satu karung isi 50 kilogram.
Wa Ode Musnia (44), warga Wangi-wangi, Wakatobi, menuturkan, harga beras yang sampai Rp 1 juta untuk karung isi 50 kilogram membuat keluarganya harus berhemat. Mereka berupaya untuk memakan pangan lokal, utamanya singkong yang diolah menjadi kasoami.
"Tapi kasoami juga sudah berubah. Yang awalnya ukuran besar, sekarang kecil. Sementara harga bahan baku juga naik," tuturnya, Rabu (28/2/2024).
Kasoami, atau disebu soami, adalah makanan pokok masyarakat kepulauan Sultra yang berbahan dasar olahan singkong. Setelah diparut, singkong diperas dan menjadi kaopi. Kaopi lalu diolah, dibentuk, dan dikukus hingga menjadi kasoami.
Menurut Musnia, harga kaopi tersebut juga terus naik. Medio 2023 lalu, harga sekarung kaopi berkisar Rp 150.000 per karung. Beratnya sekitar 40 kilogram. Akan tetapi, harga tersebut naik di kisaran Rp 250.000 per karung beberapa bulan lalu. Seiring lonjakan harga beras, kaopi juga tembus Rp 350.000 per karung.
Masyarakat Wakatobi memiliki pangan lokal seperti ubi dan singkong. Olahan ubi dan singkong ini menjadi pengganti beras saat harga melambung tinggi. Namun, ia dan keluarganya tetap harus membeli beras karena anak-anaknya tidak lagi minat ke pangan lokal.
Wa Sapoo (47), warga lainnya, menceritakan, harga berbagai bahan pangan lokal memang terus naik. Harga sekarung keladi bisa mencapai Rp 400.000, dari harga sebelumnya di kisaran Rp 200.000.
”Harga ubi kuning, ubi putih, juga naik. Semuanya naik sejak harga beras terus melonjak,” ucapnya.
Harga beras premium di Wakatobi melonjak tinggi selama lebih dari sebulan terakhir. Sebelumnya, harga beras ada pada kisaran Rp 600.000-Rp 700.000 per karung. Namun, harga itu terus merangkak naik hingga saat ini. Sekarung beras 50 kilogram mencapai Rp 1 juta.
Berdasarkan data harga harian bahan pokok yang dikumpulkan Pemkab Wakatobi pada Senin (26/2/2024), beras kualitas sedang dijual Rp 19.500 per kilogram. Sementara itu, harga beras kualitas premium mencapai Rp 21.000 per kilogram atau Rp 1.050.000 per karung isi 50 kilogram.
Sekretaris Daerah Wakatobi Nadar menyampaikan, pemerintah masih mengkaji letak sumbatan sehingga harga beras begitu tinggi di wilayah ini. Tingginya harga beras juga membuat harga pangan lokal ikut terkerek naik.
"Memang kami bukan penghasil beras, tetapi transportasi tidak ada kendala. Kami juga punya ubi dan singkong. Apakah ini ulah spekulan, kami masih lihat. Sebab, harga di pulau lainnya itu ada yang di atas Rp 1 juta per karung,”katanya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Sulawesi Tenggara Asrun Lio mengatakan, harga beras yang tinggi di Sultra disebabkan hasil panen petani lebih banyak dijual ke luar daerah. Akibatnya, stok beras di dalam wilayah sedikit dan harus didatangkan dari luar. Selain itu, hasil panen juga tidak maksimal karena pengaruh El Nino dan beberapa banjir lokal yang terjadi.
Masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia memiliki tradisi pangan lokal yang diolah secara tradisional dan turun-temurun. Namun, pangan lokal tersebut, khususnya di Papua, kini menghadapi banyak tekanan dari berbagai aspek, seperti masuknya beras, alih fungsi lahan dan deforestasi, serta pembangunan ekonomi industri.
kasoami juga sudah berubah. Yang awalnya ukuran besar, sekarang kecil. Sementara harga bahan baku juga naik.
Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional Budi Waryanto mengatakan, ancaman terhadap ketahanan pangan tidak hanya datang dari faktor perubahan iklim, tetapi juga kenaikan harga global dan pembatasan ekspor pangan. Dalam menyikapi hal ini, Badan Pangan Nasional telah mengoordinasikan sejumlah lembaga seperti Bulog dan kementerian terkait lainnya untuk mengamankan stok pangan.
”Salah satu fungsi Badan Pangan Nasional adalah sebagai lembaga yang bertugas menjaga ketersediaan serta stabilisasi pasokan dan harga. Jadi, kami berupaya untuk mendapatkan semua barang agar terdistribusi secepatnya ke daerah-daerah,” ucapnya (Kompas, 12 Oktober 2023).
Ekonom dari Universitas Halu Oleo Syamsul Anam menjabarkan, kenaikan harga pangan lokal secara otomatis terjadi saat warga mulai beralih akibat harga beras yang tinggi. Pasar akan mengoreksi harga seiring tingginya permintaan.
"Warga yang tidak mampu membeli beras, mulai mencari subtitusi. Dan secara alamiah akan mengerek harga di pasar," tuturnya.
Hilirisasi pangan harus dilakukan, bagaimana agar hasil panen benar-benar hingga produk akhir.
Pemerintah, Syamsul melanjutkan, harus melihat kenaikan harga pangan ini secara lebih luas. Program pasar murah memang bisa menekan harga, namun tidak menyelesaikan persoalan. Selama ini, untuk beras di Sultra misalnya, terkendala pengelolaan hasil panen.
Akibatnya, gabah dari Sultra lebih banyak terserap ke daerah lain. "Hilirisasi pangan harus dilakukan, bagaimana agar hasil panen benar-benar hingga produk akhir. Termasuk juga upaya untuk kemajuan pangan lokal di wilayah," ucap Syamsul.