Pedagang Tahan Peredaran Beras Memicu Kenaikan Harga di Makassar
Kenaikan harga beras di Makassar di antaranya dipicu petani dan pedagang yang menyimpan gabah.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Harga beras kembali naik di Makassar, Sulawesi Selatan. Kenaikan tertinggi pada beras kualitas medium hingga premium. Hal ini diduga karena banyak pedagang menyimpan gabah untuk melepasnya sedikit demi sedikit.
Pantauan di sejumlah pasar tradisional, Jumat (16/2/2024), menunjukkan, harga beras medium naik hingga Rp 15.000 per kilogram dari sebelumnya Rp 13.000. Beras premium dijual hingga Rp 17.000 per kg dari sebelumnya Rp 15.000. Adapun harga beras kualitas rendah umumnya Rp 12.000 per kg, tetapi banyak yang menaikkan menjadi Rp 13.000.
Sejumlah pedagang di pasar mengaku menaikkan harga jual. Alasannya, mereka membeli dari penyuplai dengan harga yang juga sudah naik.
”Kalau tidak naik harga belinya, mana mungkin saya naikkan juga. Saya tidak untung banyak. Kalau harga mahal justru barang tinggal karena orang belinya sedikit-sedikit,” kata Hj Intang, pedagang di Pasar Pabaeng-Baeng.
Tak hanya di pasar tradisional, harga beras juga naik di toko grosir dan swalayan. Setidaknya sejak pertengahan tahun lalu hingga Februari ini, sudah 3-4 kali kenaikan harga beras terjadi.
Sebagai gambaran, harga beras kualitas rendah naik dari Rp 10.000 ke Rp 11.000, lalu naik lagi menjadi Rp 12.000. Sekarang ini, harganya Rp 12.500-Rp 13.000 per kg. Harga beras medium yang pertengahan tahun lalu Rp 12.000 naik hingga menjadi Rp 15.000.
Yang membuat harga naik karena saat ini petani dan pedagang menyimpan gabah.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan Sulawesi Selatan M Yunus mengatakan, sejauh ini hasil panen bagus. Bahkan, kondisi kemarau lalu tak berpengaruh signifikan terhadap produksi padi.
”Ada yang gagal panen, tapi tak banyak, tak terlalu berpengaruh. Yang membuat harga naik karena saat ini petani dan pedagang menyimpan gabah. Mereka menggiling sedikit-sedikit sesuai kebutuhan dan melihat kondisi harga di pasaran,” katanya.
Di Sulsel, sektor pertanian, terutama padi, tak terlalu dipengaruhi musim. Hal ini disebabkan sektor pertanian di daerah yang terdiri atas 24 kabupaten/kota ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan kesamaan zona iklim, yaitu sektor barat, sektor timur, dan peralihan.
Sektor barat dipengaruhi angin barat dan sektor timur dipengaruhi angin timur. Kedua angin sangat erat berkaitan dengan pembentukan hujan dan kemarau. Sektor barat meliputi beberapa wilayah, yaitu Kabupaten Maros, Pangkep, Barru, Kota Parepare, Kota Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Selayar. Hujan di wilayah sektor barat berlangsung dari Oktober sampai Maret.
Zona iklim sektor timur meliputi wilayah Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Sidenreng Rappang, dan Pinrang. Musim hujan di wilayah sektor timur berlangsung April hingga September.
Adapun sektor peralihan merupakan wilayah antara sektor barat dan timur, yakni meliputi Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Enrekang, dan Kota Palopo.
Kondisi itu menyebabkan berlakunya dua iklim pada saat bersamaan di Sulsel. Saat satu zona dilanda kemarau, zona lainnya mengalami hujan, begitu pula sebaliknya.
Sering kali terjadi, hujan berlebih di satu sektor membuat sebagian wilayah di sektor lain kebagian hujan tersebut. Hal itu akibat awan hujan ”menyeberang” dari zona iklim satu ke zona iklim lain saat terbawa angin. Maka, sejumlah sawah tadah hujan di Sulsel dapat ditanami tiga kali setahun.