KSAD Jenderal Maruli Sebut Pembuat Film ”Dirty Vote” Tidak Bernyali
KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak menyebut film dokumenter ”Dirty Vote” tidak bernyali karena menggunakan kata ”diduga”.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak menyebut pembuat film dokumenter Dirty Vote tidak bernyali. Film dokumenter tentang dugaan kecurangan Pemilihan Presiden 2024 disebut untuk menciptakan situasi tertentu. Film itu menyebut instrumen negara, termasuk TNI, digunakan untuk memenangi pemilu dan merusak tatanan demokrasi.
”Saya enggaknonton, tapi saya dengar ceritanya. Kalau orang bilang (ada kata) menduga, berarti enggak punya bukti, ya. Kalau saya bisa memberikan saran kepada masyarakat, kalau tidak ada buktinya, hanya omongan, saya kira jangan terlalu ditanggapilah,” kata Maruli saat ditanya wartawan tentang film itu. Maruli saat itu berkunjung ke Markas Kodam I Bukit Barisan, Medan, Sumatera Utara, Selasa (13/2/2024).
Maruli mengatakan, TNI menjamin netralitas dalam semua tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024. Dia juga berkunjung ke sejumlah daerah untuk memastikan prajurit TNI tetap netral dalam penyelenggaraan pemilu. Ia juga ingin melihat kesiapan satuan untuk mendukung pengamanan penyelenggaraan pemilu. Dalam kunjungannya itu turut hadir Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid.
Kalau saya bisa memberikan saran kepada masyarakat, kalau tidak ada buktinya, hanya omongan, saya kira jangan terlalu ditanggapilah.
Film Dirty Vote karya Dandhy Laksono, yang diluncurkan pada Minggu (11/2/2024) itu menampilkan tiga ahli hukum tata negara, yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Film berdurasi hampir dua jam itu, antara lain, menuturkan penggunaan kekuasaan untuk mempertahankan status quo.
Dipaparkan dalam film, berbagai instrumen negara dimanfaatkan untuk kepentingan calon tertentu dengan tujuan memenangi pemilu. Mulai dari pelaksanaan pemilu, praktik nepotisme, hingga ambisi kekuasaan. Hal itu, antara lain, diwujudkan lewat penentuan penjabat kepala daerah, politisasi bantuan sosial, program keluarga harapan, dan lainnya.
Meskipun belum menonton film Dirty Vote, kata Maruli, dia sudah mendengar cerita tentang film itu. Maruli juga sudah melihat tanggapan dan komentar masyarakat atas film dokumenter itu. Dia menyebutkan, pembuat film itu tidak bernyali karena menggunakan kata ”dugaan” dalam tuduhannya.
”Dengan kata-kata ‘dugaan’ itu , menurut saya, itu pernyataan enggak bernyali, ya. Tidak bisa dituntut kan. Kalau dituntut nanti dibilang, ‘Anda maksudnya apa, saya kan menduga-duga,” kata Maruli.
Maruli menyebutkan, TNI netral dalam Pemilu mulai dari Pilpres hingga pemilihan anggota legislatif. Istri prajurit yang menjadi calon anggota legislatif (caleg), kata Maruli, bahkan tidak bisa menggunakan fasilitas seperti mobil dinas dan sopir. ”Kami paling tegas, terutama aturan terkait menggunakan kewenangan dan fasilitas,” kata Maruli.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak (kiri) dan Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid memberikan keterangan kepada media saat berkunjung ke Markas Kodam I Bukit Barisan, di Medan, Sumatera Utara, Selasa (13/2/2024).
Maruli menyebutkan, situasi keamanan pada Pemilu 2024 ini relatif lebih baik ketimbang pemilu lima tahun lalu. Menurut dia, keributan terkait pemilu hanya terjadi di media sosial. Di lapangan, kondisi relatif aman.
Meutya mengatakan, sebagai Ketua Komisi I DPR, dia mendatangi markas Kodam I Bukit Barisan bersama KSAD untuk memastikan netralitas TNI. ”Sejauh ini TNI kami lihat netral. Mudah-mudahan besok dan ke depan juga akan netral,” kata Meutya.
Terkait film Dirty Vote tersebut, Meutya menyebutkan, dirinya tidak menonton film itu karena berfokus mengawal demokrasi. Kalau memang ada temuan tidak netral, Meutya meminta agar temuan itu dilaporkan kepada TNI atau kepada Komisi I DPR.