Saat Senjata Aparat Melukai Warga di Kendari
Kasus warga terkena tembakan aparat terjadi beruntun dua pekan terakhir di Kendari. Penegakan hukum harus dilakukan.
SF (13) terbaring lemah di ruang perawatan Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari, Sulawesi Tenggara. Lubang bekas tembakan menganga di punggung kiri. Selama dua pekan terakhir, ia menjadi korban ketiga dari senjata polisi di wilayah ini.
”Masih nyeri. Katanya ada serpihan di dalam karena pelurunya kena tulang,” kata Lusiani (29), tante SF, Minggu (11/2/2024) siang. Ibu tiga anak ini merawat SF sejak empat tahun lalu setelah kedua orangtuanya berpisah.
Lusiani menuturkan, kejadian penembakan yang melukai SF terjadi pada Minggu sekitar pukul 04.20 Wita. Saat itu, Lusiani sedang mengemas barang untuk dikirim ke keluarganya. Tiba-tiba terdengar suara pecahan yang menghantam genteng rumah mereka di Kecamatan Puuwatu, Kendari. Ia segera berlari memeriksa anak bungsunya yang baru berumur beberapa bulan.
Namun, suara tangisan terdengar dari kamar sebelah. Di situ ada dua anaknya dan SF. Saat Lusiani masuk, SF tampak meringis kesakitan. ”Katanya ada yang lempar batu di punggung. Saya cek sudah berdarah,” ujar Lusiani.
Bersama suaminya, Indas (30), Lusiani lalu mengecek ke bagian atas rumah. Di sana, mereka melihat plafon dan atap rumah berlubang. Lusiani pun curiga dan memeriksa sekitar kamar. Saat bantal di kamar itu diturunkan, sebuah proyektil peluru ikut terlempar dan jatuh ke lantai.
Keluarga itu pun semakin ketakutan. Mereka tidak berani menyalakan lampu semua ruangan karena khawatir ada yang mengepung rumah itu dan masih berjaga di luar. Mereka lalu mengontak perangkat RT dan lurah setempat.
Sesudah itu, mereka membawa SF ke RS Bhayangkara. Namun, setibanya di rumah sakit itu, mereka ditolak dengan alasan ruangan penuh. Korban lalu dibawa ke RS Ismoyo Korem, Kendari, dan mendapatkan penanganan awal. Setelah itu, SF dirujuk ke RS Bhayangkara.
Baca juga: Warga Tertembak di Kendari Terus Berulang, Remaja Tertembak Saat Tidur
Indas menuturkan, setelah diberikan penanganan pertama dan pemeriksaan radiografi, proyektil peluru diketahui masuk sedalam dua sentimeter (cm) ke punggung SF. Proyektil itu mengenai tulang punggung korban dan menyisakan serpihan di dalam tubuh.
Indas menambahkan, korban dalam kondisi sadar, tapi masih merasakan sakit di punggung. Menurut rencana, SF akan menjalani operasi. ”Waktu kejadian itu, kan, dia lagi tidur sama adiknya. Artinya, siapa saja bisa kena itu peluru,” tuturnya.
Wayan Eka (35), kerabat SF, mengatakan, sesaat sebelum adanya peluru yang mengenai korban, terjadi aksi pengejaran di sekitar tempat tinggal mereka. Namun, Wayan belum bisa memastikan apakah itu aksi tawuran atau pengejaran oleh aparat kepolisian.
Pada Januari lalu, Wayan menambahkan, polisi juga melakukan razia di wilayah mereka. Saat itu, petugas menangkap salah seorang warga yang terlibat dalam aksi geng motor yang telah melukai warga lainnya.
”Kami tidak tahu siapa yang menembak, tapi kami harap kasus ini betul-betul diusut tuntas dan pelakunya dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Ini anak kami sedang tidur, tapi tiba-tiba terkena peluru,” ujar Wayan.
Baca juga: Polda Sultra Akui Korban Tembak dalam Razia Narkoba Salah Sasaran
Kapolresta Kendari Komisaris Besar Aris Tri Yunarko menyampaikan, peluru yang mengenai SF berasal dari senjata anggota kepolisian yang sedang bertugas. Namun, tembakan tersebut bukan disengaja untuk mengenai warga.
Saat kejadian, menurut Aris, petugas mendatangi komplotan anak muda yang konvoi dengan senjata tajam hingga ke wilayah Puuwatu. Saat anggota kepolisian tiba di sana, komplotan tersebut bertindak beringas dan mengancam petugas.
”Anggota kami akhirnya melepaskan tembakan peringatan. Satu orang yang membawa parang kami tangkap,” katanya.
Beberapa saat kemudian, polisi mendapatkan info adanya warga yang terkena peluru. Saat dicek, proyektil tersebut memang berasal dari senjata polisi. Jarak korban dengan lokasi penangkapan sebelumnya sekitar satu kilometer.
Oleh karena itu, Aris meminta maaf atas insiden ini dan bersedia menanggung semua biaya perawatan korban.
Kami tidak tahu siapa yang menembak, tapi kami harap kasus ini betul-betul diusut tuntas dan pelakunya dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kejadian beruntun
Tertembaknya SF oleh aparat kepolisian merupakan kejadian beruntun dalam dua pekan terakhir di Kendari. Total ada tiga warga yang tertembak oleh senjata aparat dalam kasus yang berbeda. Semua korban, yang merupakan perempuan, dalam kondisi selamat.
Peristiwa pertama terjadi pada Selasa (30/1/2024) menjelang tengah malam. Saat itu, petugas sedang merazia transaksi narkoba, melepaskan tembakan ke arah mobil yang digunakan pelaku. Namun, peluru mengenai rekan pelaku yang menjadi penumpang di dalam mobil. Korban tertembak di dada kanan dan tembus ke punggung.
Baca juga: 26 September dan Jejak Abadi Kekerasan Polisi di Kendari
Berselang dua hari, seorang polisi, Bripda RA (20), yang sedang mabuk menembak teman wanitanya. Korban tertembak di dada kiri dan tembus ke punggung. Pemeriksaan terhadap pelaku masih dilakukan.
Sementara itu, pada November 2023, empat nelayan di Laonti, Konawe Selatan, Sultra, ditembak oleh aparat Ditpolairud Polda Sultra. Akibatnya, dua nelayan tewas dan dua lainnya luka.
Baca juga: Polisi Mabuk di Sultra Tembak Teman Wanitanya
Pengamat kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyatakan, berbagai kasus penembakan yang melukai warga di Kendari itu tidak bisa dianggap sepele. Sebab, dalam sejumlah peristiwa itu, nyawa warga ikut dipertaruhkan.
”Apakah penggunaan senjata itu sudah melalui SOP (prosedur operasi standar) atau apakah ada apel rutin pemeriksaan senjata? Dan paling penting, apakah secara mental petugas itu siap memegang senjata? Itu yang harus dibuat terang-benderang dahulu,” kata Bambang.
Bambang menuturkan, penggunaan senjata api oleh aparat mesti dievaluasi secara berkala dan menjadi prioritas utama. Aparat yang bertugas juga mesti dipastikan dalam kondisi sehat, baik secara fisik maupun mental.
Selain itu, penegakan hukum terkait kasus penembakan tak disengaja juga mesti dilakukan. Sebab, berbagai kasus yang terjadi di internal kepolisian tidak jarang selesai tanpa adanya sanksi berat.
”Yang menembak dan memberi izin senjata itu harus diberi sanksi. Reformasi di kepolisian itu masih jauh dari maksimal. Masih banyak hal yang harus dibenahi,” ungkap Bambang.