Membumikan Bahasa Bali di ”Pulau Dewata”
Bulan Bahasa Bali yang rutin digelar sejak 2019 menjadi jembatan untuk melestarikan dan membumikan bahasa ibu.
Bahasa Bali, yang harusnya menjadi kebanggaan warganya, dikhawatirkan ditinggalkan anak muda. Mereka lebih menyukai bahasa Indonesia karena alasan kenyamanan dan kepraktisan. Bulan bahasa yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Bali menjadi jembatan untuk melestarikan bahasa itu.
”Bukan (merasa) kuno, tetapi lebih nyaman berbahasa Indonesia,” tutur Febri, seorang siswi sekolah menengah kejuruan di Kota Denpasar, Bali. Murid kelas XI itu mengaku lebih nyaman dan lebih mudah berkomunikasi dengan rekan-rekan sebayanya menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan menggunakan bahasa Bali.
”Dalam pergaulan dengan teman-teman, biasanya lebih sering menggunakan bahasa Indonesia,” kata Febri ketika ditemui di Taman Budaya Provinsi Bali, Kota Denpasar, Bali, Senin (5/2/2024).
Keprihatinan senada Febri diungkapkan oleh Ida Bagus Surya Matra Atmaja (37), guru bahasa Bali di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Tegallalang, Gianyar. Ditemui saat mengikuti widyatula (seminar) serangkaian kegiatan Bulan Bahasa Bali VI di Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (5/2/2024), Gus Surya mengakui pembelajaran bahasa Bali terkesan kurang diminati murid.
”Selain dipandang kuno, belajar bahasa Bali juga dinilai tidak menghasilkan uang. Berbeda dengan belajar bahasa Inggris, misalnya,” kata Gus Surya.
Baca juga: Ikhtiar Merawat Bahasa Bali
Ketua Perkumpulan Pendidik Bahasa Daerah Indonesia (PPBDI) Wilayah Bali Ni Wayan Sariani mengatakan, bahasa Bali dan bahasa daerah seharusnya menjadi kebanggaan Nusantara. Bahasa daerah, termasuk bahasa Bali, adalah jati diri atau karakter masyarakat.
Sariani menyatakan, pemuatan bahasa daerah dalam kurikulum pendidikan menjadi mutlak, mulai dari kurikulum sekolah dasar, sekolah menengah pertama, hingga sekolah menengah atas, dan juga sekolah luar biasa.
”Peran semua pihak yang berkepentingan untuk melestarikan bahasa daerah di Bali, tidak hanya pemerintah dan guru, juga masyarakat dan keluarga,” kata Sariani dalam widyatula tentang bahasa, aksara, dan sastra Bali dalam kurikulum pendidikan, yang dilangsungkan serangkaian kegiatan Bulan Bahasa Bali VI di Taman Budaya Provinsi Bali, Kota Denpasar, Senin (5/2/2024).
Ketika membuka seminar, Senin (5/2/2024), Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Gede Arya Sugiartha mengatakan, guru bahasa daerah di sekolah berperan dalam membumikan dan melestarikan bahasa daerah, di antaranya melalui pengajaran bahasa, aksara, dan sastra Bali kepada murid-murid mereka di sekolah.
”Ini upaya memosisikan basa (bahasa) Bali sejajar dengan bahasa lain, seperti bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris,” kata Arya Sugiartha dalam sambutannya.
Selain dipandang kuno, belajar bahasa Bali juga dinilai tidak menghasilkan uang. Berbeda dengan belajar bahasa Inggris.
Bulan Bahasa Bali menjadi kegiatan rutin, yang digelar Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan Bali, sejak 2019. Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali itu merupakan upaya melindungi dan melestarikan serta mengembangkan bahasa Bali.
Pelaksanaan Bulan Bahasa Bali hingga tahun keenamnya pada 2024 dipayungi regulasi berupa Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali. Pergub Bali tersebut dikuatkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali.
Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali selama satu bulan setiap bulan Februari itu juga dirangkaikan dengan perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional, yang ditetapkan UNESCO diperingati tiap 21 Februari. Selama pelaksanaan, kegiatan Bulan Bahasa Bali VI meliputi enam agenda, yakni utsawa (festival), wimbakara (lomba), sesolahan (seni pertunjukan), widyatula (seminar), dan kriyaloka (lokakarya), serta reka aksara (pameran).
Untuk kegiatan wimbakara atau lomba, terdapat 20 jenis lomba yang digelar selama BBB VI. Terdapat dua kategori lomba, yakni enam lomba dengan peserta dari perwakilan kabupaten dan kota di Bali dan 14 lomba dengan peserta dari kalangan masyarakat atau umum. Pada pelaksanaan BBB VI ini diadakan lomba bebanyolan atau lawakan tunggal (stand up comedy). Pada penyelenggaraan BBB VI ini juga akan diserahkan penghargaan Bali Kerthi Nugraha Mahottama kepada tokoh pegiat sastra.
Baca juga: Muatan Lokal Perkuat Keberadaan Bahasa Daerah
Dalam sambutan Penjabat Gubernur Bali, yang dibacakan Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra, saat pembukaan acara Bulan Bahasa Bali VI di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis (1/2/2024), bahasa daerah adalah warisan leluhur yang juga membentuk tata krama di masyarakat. Adapun pelaksanaan Bulan Bahasa Bali selama satu bulan menjadi bentuk perhatian Pemerintah Provinsi Bali dalam melestarikan bahasa, sastra, dan aksara Bali.
Pelindungan dan pelestarian bahasa daerah atau bahasa ibu menjadi penting karena tidak sedikit bahasa daerah yang ada di dunia maupun di Indonesia terancam hilang, bahkan sudah punah. Dari sekitar 718 bahasa daerah di Indonesia, disebutkan dalam sambutan Penjabat Gubernur Bali di pembukaan Bulan Bahasa Bali VI, Kamis (1/2/2024), sedikitnya 11 bahasa daerah di Indonesia mengalami kepunahan dan hilang.
Dalam tulisannya mengenai upaya pelindungan bahasa daerah melalui revitalisasi, yang dimuat di rubrik opini dalam laman Balai Bahasa Provinsi Bali edisi April 2022, anggota staf Balai Bahasa Provinsi Bali Puji Retno Hardiningtyas menyebutkan, terdapat 718 bahasa daerah yang sudah teridentifikasi di seluruh Indonesia.
Sebanyak 11 bahasa daerah telah dinyatakan punah, enam dinyatakan kritis, dan 25 bahasa daerah lainnya terancam punah. Bahasa Bali, menurut Puji, dalam kondisi aman seperti halnya bahasa Jawa dan bahasa Sunda.
Baca juga: Kompetisi di Bulan Bahasa Bali 2024 untuk Merawat Cinta Bahasa Daerah
Bahasa Bali memiliki basa (bahasa), aksara, dan sastra. Basa atau bahasa Bali juga mengenal tingkatan, mulai dari basa kasar sampai basa alus. Akademisi bahasa daerah Program Studi Sastra Bali, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Bali, I Wayan Suardiana, menyebutkan, tingkatan dalam bahasa Bali itu juga menyangkut rasa dan etiket atau adab sopan santun.
Adapun Ni Wayan Sariani mengungkapkan, aksara Bali bukan sekadar tulisan, melainkan menyangkut kehidupan alam dan manusia. Sariani menyebutkan, terdapat aksara pada sekujur tubuh manusia. Aksara juga berkaitan erat dengan simbol-simbol agama Hindu. Secara ringkas, bahasa mencakup pengetahuan dan kemuliaan manusia.
Hal senada dengan Suardiana dan Sariani disampaikan Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali I G A K Kartika Jaya Saputra. Ditemui seusai acara pembukaan Bulan Bahasa Bali VI, Kamis (1/2/2024), Kartika mengatakan, bahasa Bali, yang meliputi bahasa, sastra, dan aksara, adalah penanda peradaban Bali.
Menurut Febri, siswi SMK yang ditemui di Taman Budaya Provinsi Bali, Kota Denpasar, Senin (5/2/2024), bahasa daerah, khususnya bahasa Bali, tidak akan hilang ataupun punah selama bahasa ibu itu tetap digunakan dalam pergaulan sehari-hari.
Penggunaan bahasa Bali, ujar Febri, dibiasakan sedari kecil dan mulai dari lingkungan rumah. ”Sejak kecil, saya dibiasakan berbahasa Bali dalam berkomunikasi di rumah. Saya dan keluarga lebih sering berbicara memakai bahasa Bali,” ujar Febri.
Adapun Gus Surya mengungkapkan, metode pengajaran bahasa Bali perlu dibuat lebih komunikatif sehingga menarik minat murid untuk mempelajari dan mempraktikkan bahasa daerah.
Pengembangan aplikasi atau gim berbahasa daerah ataupun pembuatan komik dengan bahasa daerah, menurut pengajar bahasa Bali di SMP Negeri 4 Tegallalang, Gianyar, dapat menjadi medium untuk membumikan bahasa Bali di kalangan generasi muda.
Para generasi muda yang dikhawatirkan akan meninggalkan bahasa Bali ternyata bisa memberi ide-ide baru agar bahasa Bali tetap lestari. Kepedulian mereka bisa menjadi tonggak berarti bagi kelestarian budaya ini.