Sidang Kasus Limbah Tanker Iran, Terdakwa Mengaku Bukan Nakhoda
Terdakwa kasus pencemaran minyak oleh tanker MT Arman mengaku tak bekerja sebagai nakhoda kapal itu.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau, menggelar sidang lanjutan perkara pencemaran minyak di Laut Natuna Utara oleh tanker MT Arman yang berbendera Iran. Dalam sidang itu, terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba membantah bekerja sebagai nakhoda tanker MT Arman.
Sidang yang digelar pada Senin (5/2/2024) itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Sapri Tarigan. Agenda sidang adalah pemeriksaan saksi tambahan dari jaksa penuntut umum (JPU).
Sebelumnya, pada 7 Juli 2023, tanker MT Arman ditangkap oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI di Laut Natuna Utara. Kapal itu ditangkap karena melakukan tindakan ilegal, yakni memindahkan muatan ke tanker berbendera Kamerun, MT S Tinos, di perairan Indonesia. MT Arman diketahui mengangkut 272.629 metrik ton minyak mentah senilai Rp 4,6 triliun.
Selain itu, sebagian minyak dari MT Arman juga tumpah ke perairan Indonesia sehingga menimbulkan pencemaran. Uji laboratorium dan kesaksian ahli menunjukkan sampel tumpahan minyak dari MT Arman adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Kasus pencemaran inilah yang kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Batam.
Dalam sidang pada Senin, JPU Karya So Immanuel dan Marthyn Luther menghadirkan tiga saksi. Yang pertama adalah anggota Bakamla yang bekerja sebagai juru mesin Kapal Negara (KN) Marore, Fendy Wibowo.
Adapun dua saksi lainnya merupakan awak kapal MT Arman, yakni kepala kamar mesin Muhannad Alhajej dan kepala kelasi Zuheir Almuhazzam. Mereka adalah warga negara Suriah.
Saat memberikan kesaksian, Fendi menyatakan, ia ditugaskan untuk mengambil sampel limbah yang keluar dari buritan kiri MT Arman dan buritan kanan MT S Tinos. Tumpahan limbah di sekitar MT Arman dan MT S Tinos itu awalnya diketahui dari foto drone Bakamla.
”Saat kami sedang ambil sampel, tiba-tiba baling-baling (kedua) kapal itu bergerak. Komandan KN Marore melakukan kontak radio dan melepas tembakan peringatan, tetapi tidak direspons,” kata Fendy.
Kedua kapal itu mencoba kabur ke perairan Malaysia. Oleh sebab itu, Bakamla lalu meminta bantuan Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). APMM berhasil menghentikan MT Arman, tetapi MT S Tinos lolos.
Terdakwa Mahmoud tidak membantah kesaksian Fendy. Namun, ia bertanya kepada Fendy soal siapa yang menakhodai MT Arman saat digiring Bakamla dari perairan Malaysia ke Batam untuk diproses hukum lebih lanjut.
”Yang mengoperasikan kapal saat itu adalah SSO (ship security officer/perwira kapal). Terdakwa hanya mondar-mandir di kapal,” ujar Fendy.
Saksi kedua, Muhannad, mengaku baru bekerja sebagai kepala kamar mesin MT Arman sejak 23 Juni 2023 atau 14 hari sebelum kapal itu ditangkap Bakamla. Ia menaiki kapal itu di laut lepas Iran melalui arahan seorang broker di Iran.
Menurut Muhannad, sebelum MT Arman ditangkap Bakamla, ia tidak tahu siapa kapten kapal itu. Ia hanya tahu kapal itu dinakhodai oleh seseorang dengan kewarganegaraan Mesir.
Dari total 29 awak MT Arman, ada empat orang yang merupakan warga negara Mesir, salah satunya adalah Mahmoud. Muhannad mengaku tidak pernah berbicara dengan Mahmoud. Mereka berdua hanya berjumpa saat makan siang.
Saat kami sedang ambil sampel, tiba-tiba baling-baling (kedua) kapal itu bergerak.
”Sekarang yang saya tahu kaptennya dia, Mahmoud,” kata Muhannad saat memberi kesaksian.
Muhannad menuturkan, dirinya tidak tahu-menahu soal pemindahan muatan dari MT Arman ke MT S Tinos di Laut Natuna Utara. Pengoperasian pompa untuk memindahkan minyak mentah muatan kapal dilakukan oleh awak di departemen yang berbeda.
Kesaksian Muhannad dibantah Mahmoud. Menurut Mahmoud, di tanker mana pun, pengoperasian pompa untuk memindahkan muatan minyak adalah tugas kepala kamar mesin. Oleh karena itu, mustahil Muhannad tidak mengetahui pemindahan muatan kapal.
Selain itu, Mahmoud juga menyatakan nakhoda MT Arman yang sebenarnya adalah awak kapal bernama Rabia Alhesni yang merupakan warga negara Suriah. Rabia menyatakan diri bertugas sebagai SSO.
Berdasarkan kesaksian Fendy, Rabia adalah orang yang mengemudikan MT Arman dari perairan Malaysia ke Batam. ”Saya adalah chief officer (mualim I),” kata Mahmoud.
Sementara itu, majelis hakim menunda keterangan saksi Zuhaer karena tidak bisa berbahasa Inggris. Kuasa hukum terdakwa, Daniel Samosir, meminta JPU menghadirkan penerjemah bahasa Arab ke bahasa Indonesia di sidang berikutnya yang dijadwalkan pada 15 Februari 2024.