Pertambangan Rakyat Ilegal Rugikan Sumsel, Legalisasi Jadi Opsi
Pengeboran minyak ilegal memicu berbagai risiko, mulai dari kecelakaan kerja hingga peredaran minyak ilegal.
Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal A Rachmad Wibowo memimpin rapat koordinasi tentang ”Penanganan Illegal Refinery atau Kilang Minyak Ilegal di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel” di Markas Polda Sumsel, Palembang, Rabu (31/1/2024). Sumsel didorong mengusulkan legalisasi pengeboran minyak oleh masyarakat kepada pemerintah pusat. Hal itu dianggap sebagai solusi ideal untuk meminimalisasi berbagai risiko yang bisa ditimbulkan, antara lain peredaran minyak ilegal.
PALEMBANG, KOMPAS — Sumatera Selatan didorong mengusulkan legalisasi pengeboran minyak oleh masyarakat kepada pemerintah pusat. Hal itu dianggap sebagai solusi ideal untuk meminimalisasi berbagai risiko yang bisa ditimbulkan, antara lain peredaran minyak ilegal.
Hal itu mengemuka dalam rapat koordinasi tentang ”Penanganan Illegal Refinery atau Kilang Minyak Ilegal di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan” di Markas Kepolisian Daerah Sumsel, Palembang, Rabu (31/1/2024). Kepala Polda Sumsel Inspektur Jenderal A Rachmad Wibowo mengatakan, pengeboran minyak ilegal atau illegal drilling yang marak di Musi Banyuasin adalah suatu potret tragedi kemanusiaan.
Baca juga: Oknum Aparat Disinyalir Jadi Beking, Aktivitas Tambang Minyak Ilegal Kian Marak
Masyarakat tidak punya pilihan lain untuk menyambung hidup sehingga nekat bekerja di sumur pengeboran minyak ilegal yang sangat berbahaya untuk kesehatan dan keselamatan. Namun, menghentikan aktivitas yang menjadi tradisi turun-temurun itu tidak mudah. Memindahkan pelakunya secara langsung ke sektor lain juga bukan strategi realistis karena minim peluang kerja yang lain.
Terbukti, langkah represif yang diambil kepolisian hanya memberikan efek sesaat. Sebagai contoh, saat kepolisian meningkatkan pengawasan sejak akhir Oktober 2023 hingga kini, pergerakan truk pembawa minyak dari PT Petro Muba ke SKK Migas sangat minim dengan rata-rata di bawah 10 truk per hari.
Ketika pengawasan kendur pada April 2023, pergerakan truk melonjak 20-80 truk per hari. Adapun Petro Muba adalah BUMD Musi Banyuasin yang selama ini membeli minyak dari pengeboran yang tidak berizin. ”Kepolisian tidak bisa terus berkutat dengan permasalahan ini karena kami memiliki 153 jenis pelayanan yang harus dilakukan,” ujar Rachmad.
Wewenang terbatas
Di sisi lain, sejak Undang-Undang Cipta Kerja berlaku per 31 Maret 2023, wewenang kepolisian menindak pelaku pengeboran minyak ilegal hanya terbatas kalau terjadi kecelakaan atau kerusakan. Kepolisian tidak bisa lagi menindak semua usaha hilir tanpa izin sebagaimana tertuang dalam UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Kepolisian tidak bisa terus berkutat dengan permasalahan ini karena kami memiliki 153 jenis pelayanan yang harus dilakukan.
Bahkan, tindakan hukum yang diberikan kepada pelaku pengeboran minyak ilegal dinilai belum mampu memberikan efek jera. Sejauh ini, ada 94 putusan pidana untuk kasus pengeboran minyak ilegal dari 134 kasus tindakan ilegal. Dari itu, belum ada putusan penjara di atas 5 tahun. Putusannya hanya penjara di bawah 6 bulan hingga lebih kurang 1,5 tahun.
Maka itu, Rachmad mendorong pemangku kepentingan di Sumsel mengusulkan legalisasi pengeboran minyak masyarakat kepada pemerintah pusat. Dengan begitu, pemerintah bisa menciptakan ekosistem berkelanjutan untuk pertambangan skala kecil atau artisanal small scale mining (ASM).
Tujuannya agar kegiatan itu dilakukan sesuai kaidah pertambangan minyak yang bersih, sehat, dan aman, mulai dari hulu hingga ke hilir, meliputi pengolahan (refinery) dan pendistribusian. Selain itu, petambang juga bisa terorganisasi dengan baik yang memungkinkan mendapatkan dukungan dari investor untuk memperoleh modal dan peralatan dengan teknologi sesuai kaidah yang ada.
”Saat Bapak Presiden Joko Widodo berkunjung ke Jambi pada 7 April 2022 sewaktu saya masih menjadi Kapolda Jambi, saya berbicara langsung dengan beliau dan mengusulkan agar usaha-usaha rakyat ini dilegalkan saja. Tujuannya supaya usaha-usaha ini lebih tertib dan tidak menjadi bencana. Akan tetapi, harus ada intervensi dari pemerintah dan pihak swasta terkait,” kata Rachmad.
Baca juga: Simalakama Tambang Minyak Ilegal di Musi Banyuasin
Peredaran minyak ilegal
Kalau tidak dilegalkan, peredaran minyak ilegal akan terus terjadi. Menurut data Petro Muba per Agustus 2022, ada 7.721 titik sumur minyak masyarakat yang tersebar di tujuh kecamatan di Musi Banyuasin. Estimasi produksi sumur-sumur itu 10.000-15.000 barel minyak per hari.
Selagi ada pengeboran minyak ilegal, hal itu akan membuat pasar yang menampungnya terus tumbuh subur, yakni tungku pemasakan minyak ilegal atau illegal refinery. Berdasarkan data Polres Musi Banyuasin pada 2023, ada 509 tungku di enam kecamatan di Musi Banyuasin.
Saat ini, masyarakat lebih suka menjual minyak hasil pengeboran ilegal kepada tungku pemasakan ilegal karena dihargai jauh lebih tinggi. ”Petro Muba membeli minyak (mentah) dari masyarakat dengan nilai 80 persen dari yang dibayarkan Pertamina kepada mereka, yakni di angka Rp 4.800 per liter. Sebaliknya, kalau menjual ke illegal refinery, minyak masyarakat dibeli Rp 5.500 per liter. Tentunya, masyarakat mencari yang lebih menguntungkan,” tutur Rachmad.
Peredaran minyak ilegal itu dianggap meresahkan. Direskrimsus Polda Sumsel Kombes Bagus Suropratomo Oktobrianto menuturkan, dari aspek ekonomi, minyak ilegal mengganggu pasar niaga energi karena mereka tidak membayar pajak dan merusak pasaran. Di Kecamatan Babat Toman, Musi Banyuasin, misalnya, minyak ilegal yang bisa meniru produk minyak-minyak Pertamina menyebabkan kerugian Rp 102,771 miliar per bulan.
Baca juga: Regulasi Belum Jelas, Tambang Minyak Ilegal di Musi Banyuasin Terus Bertambah
Dengan proses yang tidak sesuai standar, pengolahan minyak ilegal itu memicu kerusakan lingkungan hidup. Tumpahan minyak mentah atau limbah dari pengolahan ilegal itu telah mencemari kualitas tanah, air, dan udara di sekitarnya. Belum lagi risiko kebakaran ataupun ledakan yang tak jarang terjadi dan bisa menimbulkan korban meninggal.
”Butuh kolaborasi antarinstansi terkait untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut. Penegakan hukum secara masif tidak cukup karena bisa menimbulkan risiko benturan atau perlawanan dari masyarakat pelaku illegal refinery,” ujar Bagus.
Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Musi Banyuasin Andi Wijaya Busro menyatakan, dampak yang ditimbulkan dari pengolahan minyak ilegal sangat merugikan secara sosial dan ekonomi untuk Musi Banyuasin. Lokasi pengolahan minyak ilegal telah memunculkan permukiman-permukiman baru yang menjadi sarang peredaran narkoba dan minuman keras.
Bagi masyarakat, minyak ilegal yang beredar bisa memicu kerusakan kendaraan pribadi dan alat berat untuk industri. ”Untuk menghentikan aktivitas pemasakan minyak ilegal tersebut, kami terus mendorong pemerintah pusat menerbitkan aturan yang menjadi payung hukum pelaksanaan pengelolaan sumur minyak oleh masyarakat,” katanya.
Lokasi pengolahan minyak ilegal telah memunculkan permukiman-permukiman baru yang menjadi sarang peredaran narkoba dan minuman keras.
Baca juga: Lagi, Sumur Minyak Ilegal Meledak di Musi Banyuasin
Staf Operasi SKK Migas Perwakilan Sumbagsel Satrio Budi Laksono mengatakan, Presiden Joko Widodo pada 12 April 2022 telah memberikan arahan untuk mencari solusi penyelesaian permasalahan sumur minyak masyarakat. Pihaknya juga berpandangan bahwa pemboran ilegal akan terus berlanjut dan tidak akan berhenti, terutama kalau para pemangku kepentingan terkait belum memiliki persamaan pandangan dan sikap untuk menyelesaikannya.
Oleh karena itu, kalau dibuat aturan kebijakan terkait sumur ilegal melalui regulasi pemerintah pusat, hal itu diminta hanya mengakomodasi sumur-sumur yang sudah ada tanpa menambah sumur baru. Sumur-sumur itu pun harus dikelola dengan kaidah keteknikan yang baik. ”Untuk illegal refinery, itu harus di-stop dan ditutup,” kata Satrio.
Kepala Penegakan Hukum Bidang Dinas Lingkungan Hidup Sumsel Yulkar Pramilus menyampaikan, selama ini pengeboran minyak ilegal telah menimbulkan kerusakan parah terhadap lingkungan sekitar karena limbah B3 yang dihasilkan oleh tata kelola tambang yang buruk. Kalau nanti dilegalkan, pertanyaan besar pihaknya adalah mampukah masyarakat menerapkan tata kelola tambang yang baik dan menggunakan peralatan berstandar.
”Itu yang patut dipertimbangkan. Kalau hanya sekadar melegalkan tanpa ada upaya peningkatan kapasitas, aktivitas pengeboran minyak yang dilegalkan itu akan tetap menjadi ancaman kerusakan lingkungan,” ucapnya.