Belut Hidup dan Ruminer Berpeluang Meningkatkan Kinerja Ekspor Jawa Timur
Komoditas ekspor Jatim kian bertambah seiring adanya permintaan produk ruminer dari Peru dan belut hidup dari China.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Komoditas pertanian asal Jawa Timur ke pasar luar negeri tahun ini semakin bervariasi seiring adanya permintaan ruminer dari Peru dan belut hidup dari China. Hal itu berpeluang meningkatkan kinerja ekspor nonmigas di tahun politik dan di tengah beratnya situasi ekonomi global.
Berdasarkan data Balai Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan (BKHIT) Jawa Timur, ekspor ruminer ke Peru dilakukan melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Senin (22/1/2024). Adapun ekspor belut hidup ke China dilakukan melalui Bandar Udara Juanda Surabaya, Selasa (23/1/2024).
Ruminer merupakan suplemen komersial berbahan dasar asam lemak minyak sawit untuk sapi perah. Ruminer biasa ditambahkan dalam ransum pakan sapi perah guna meningkatkan produksi susu sapi. Ekspornya ke Peru memiliki prospek tinggi karena negara tersebut merupakan salah satu penghasil susu sapi di dunia.
Ketua Tim Kerja Bidang Hewan Karantina Jawa Timur Betty Fajarwati mengatakan, pengiriman ruminer ke Peru ini merupakan ekspor perdana di tahun 2024. Total ada 48 ton produk yang diekspor dengan nilai ekonomi Rp 512 juta. Adapun pengiriman barang dilakukan dengan menggunakan 2 kontainer yang masing-masing berukuran 20 kaki (feet).
”Jawa Timur merupakan salah satu daerah penghasil ruminer di Indonesia. Dan mengawali tahun 2024 ini karantina hewan di Satpel Pelabuhan Tanjung Perak telah menerbitkan surat karantina untuk ekspor ruminer ke Peru,” ujar Betty, Rabu (24/1/2024).
Menurut Bety, surat karantina yang diterbitkan Badan Karantina Indonesia merupakan salah satu ketentuan dari Pemerintah Peru bagi eksportir yang mengirimkan produk ruminer. Surat tersebut diterbitkan setelah dilakukan tindakan karantina berupa pemeriksan fisik produk dan kemasan serta kesesuaian jumlah dan jenis komoditas yang dilalulintaskan.
Peru memiliki posisi strategis karena bisa menjadi pintu masuk ekspor Indonesia ke sejumlah negara di kawasan Amerika Selatan. Hal ini menjadi potensi besar bagi perdagangan produk ekspor lainnya asal Indonesia terutama Jawa Timur.
Belut hidup
Sehari setelah ekspor ruminer, BKHIT Jawa Timur mengekspor belut hidup untuk memenuhi permintaan pasar di China, Selasa (23/1/2024). Ketua Tim Kerja Karantina Ikan BKHIT Jawa Timur Indirawati Fairwandari mengatakan, total ada 90.000 ekor belut hidup diperiksa Pejabat Karantina Ikan Satuan Pelayanan, Bandara Juanda, sebelum dilalulintaskan ke China
”Sebelumnya, ribuan belut hidup tersebut diperiksa kesehatannya secara klinis dan laboratoris untuk cegah tangkal hama penyakit ikan karantina (HPIK). Pengujian laboratorium dilakukan untuk mengetahui apakah belut-belut tersebut bebas dari HPIK sesuai dengan Kepmen KKP Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penetapan Jenis Penyakit Ikan Karantina, Organisme Penyebab, Golongan dan Media Pembawa,” kata Indira.
Pejabat Karantina Ikan yang melaksanakan pemeriksaan, Hendri Gustrifandi, mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ribuan belut hidup tersebut bebas HPIK. Oleh karena itu, pihaknya bisa menerbitkan sertifikat kesehatan ikan. Pemeriksaan fisik komoditas belut juga bertujuan memastikan kesesuaian jumlah dan jenisnya.
Sementara itu, Kepala BKHIT Jawa Timur Muhlis Natsir mengingatkan agar eksportir yang menjadi mitra kerja karantina selalu melaporkan komoditas pertanian dan perikanan sebelum melalulintaskan ke luar negeri. Menurut dia, kepatuhan masyarakat untuk lapor karantina bisa menambah nilai jual produk di pasar global.
”Komoditas yang diekspor akan dilengkapi dengan sertifikat kesehatan karantina, sekaligus mendapat fasilitasi perdagangan melalui Badan Karantina Indonesia,” ucap Muhlis.
Berdasarkan Perpres Nomor 45 Tahun 2023, Badan Karantina Indonesia (Barantin) merupakan lembaga pemerintahan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Barantin mempunyai tugas pemerintahan di bidang karantina sesuai dengan amanat UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.