Melawan Perdagangan Daging Anjing Beromzet Miliaran di Solo Raya
Setelah berlangsung puluhan tahun, perdagangan anjing untuk dikonsumsi di Solo Raya menghadapi perlawanan keras.
Perlawanan terhadap praktik perdagangan anjing untuk dikonsumsi di wilayah Solo Raya, Jawa Tengah, kian menguat. Tak sekadar berkampanye, aktivis pencinta hewan juga bekerja sama dengan kepolisian untuk menggagalkan pengiriman anjing.
Pada Desember 2023, sebagian warganet dibuat geregetan oleh video yang menunjukkan ratusan anjing di bak sebuah truk dengan kondisi mulut, leher, dan kaki diikat. Truk yang membawa ratusan anjing itu sedang melaju di jalan tol menuju wilayah Jateng. Video yang diunggah di akun Instagram Animals Hope Shelter Indonesia itu kemudian mendapat respons dari banyak pihak.
Ketua Animals Hope Shelter Indonesia Christian Joshua Pale mencoba mengikuti truk putih dengan nomor polisi AD 811 E itu. Namun, ia kehilangan jejak truk tersebut. Meski begitu, Christian kemudian mendapat informasi tentang pemilik truk itu dari salah seorang pengikutnya di Instagram.
Berdasarkan informasi itu, anjing-anjing tersebut diduga akan dikirim ke Kabupaten Sragen, Jateng, yang termasuk wilayah Solo Raya. Christian lalu mendatangi lokasi itu dan melapor ke Polres Sragen. Namun, anjing-anjing itu ternyata tak ditemukan di lokasi.
Baca juga: Viral Truk Pengangkut Ratusan Anjing, Diduga Dikirim ke Sragen
Kendati gagal, Christian tak menyerah. Pada Sabtu (6/1/2024), ia mendapat informasi dari seorang pengikutnya di media sosial terkait pengiriman ratusan anjing menuju Jateng menggunakan truk melalui jalan tol. Dia lalu berencana mencegat truk itu di Gerbang Tol Kalikangkung, Kota Semarang.
Malam itu, Christian bersama petugas Polrestabes Semarang berhasil menghentikan sebuah truk bernomor AD 1358 YE. Christian curiga dengan truk itu karena di atas bak truk terdapat terpal penutup, tetapi tidak menutupi bak secara penuh.
Baca juga: Diduga Kirim Ratusan Anjing secara Ilegal, Lima Orang Diringkus di Semarang
Biasanya hal itu dilakukan agar anjing-anjing di bak truk tidak terkena heat stroke atau sengatan panas dan orang-orang yang menjaga anjing di bak truk mendapat suplai oksigen yang cukup.
Berbekal keyakinan itu, Christian meminta petugas mengecek bak truk tersebut. Setelah dicek, petugas mendapati 226 ekor anjing dengan kondisi mulut, leher, dan kaki diikat. Anjing-anjing yang dibawa dari Kabupaten Subang, Jawa Barat, itu dimasukkan ke dalam karung, lalu ditumpuk begitu saja.
Lima orang diringkus dalam kejadian itu, yakni Donal Harianto (43), Sulasno (48), Ariyoto (49), Wagimin (62), dan Ervan Yulianto (29). Mereka yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka itu merupakan warga Kelurahan Ngembatpadas, Kecamatan Gemolong, Sragen.
”Donal merupakan orang yang membeli anjing-anjing tersebut dan menjualnya. Sementara itu, Ariyoto berperan sebagai sopir. Adapun Sulasno, Wagimin, dan Ervan berperan sebagai kuli bongkar muat anjing,” kata Wakil Kepala Polrestabes Semarang Ajun Komisaris Besar Wiwit Ari Wibisono dalam konferensi pers di Semarang, Rabu (10/1/2024).
Kelima tersangka terancam hukuman penjara maksimal 9 tahun. Mereka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 89 dan Pasal 66A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal itu karena mereka terbukti memindahkan hewan dari satu lokasi yang diduga terjangkit penyakit ke daerah lainnya yang diduga bebas dari penyakit.
Mereka juga dinilai melanggar Pasal 302 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penganiayaan hewan. Sebab, mereka dinilai menyiksa anjing-anjing tersebut dalam perjalanan. Selain diikat, anjing-anjing itu juga tak diberi makan dan minum selama perjalanan. Akibatnya, terdapat 20 ekor anjing yang mati.
Baca juga: Aniaya dan Pindahkan Anjing Berpenyakit, Lima Orang Terancam Bui 9 Tahun
Motif ekonomi
Polisi masih terus menyelidiki kasus tersebut, termasuk bagaimana para tersangka memperoleh anjing-anjing itu. Wiwit menduga, ada anjing yang didapatkan dari hasil mencuri. Hal itu terlihat dari adanya luka bekas jeratan tali tambang pada leher sejumlah anjing yang mengindikasikan anjing-anjing tersebut diambil paksa.
Saat dihadirkan dalam konferensi pers di Polrestabes Semarang, tersangka Donal Harianto mengaku sudah 10 tahun menjalani bisnis jual beli anjing. Setiap bulan, dia mendapat keuntungan bersih sekitar Rp 14 juta-Rp 20 juta.
Baca juga: Perkara Pelik Larangan Perdagangan Daging Anjing di Surakarta
Selama ini, Donal mendapat suplai anjing dari sejumlah daerah di Jabar, seperti Tasikmalaya, Garut, Sumedang, dan Subang. Namun, sebanyak 226 anjing yang diangkutnya pada 6 Januari lalu didapat dari 11 suplier berbeda di Subang.
”Saya beli dengan harga rata-rata Rp 250.000 per ekor. Lalu, saya jualnya sekitar Rp 350.000 per ekor,” ujar Donal.
Donal menyebut, ratusan anjing itu akan dijual di sebuah lapangan di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jateng, yang juga masih bagian dari Solo Raya. Puluhan orang yang merupakan pelanggan Donal biasanya datang ke lapangan itu untuk memilih anjing-anjing yang akan mereka beli. Praktik jual beli itu biasanya dilakukan pada dini hari atau menjelang subuh.
”Mereka (membeli anjing) untuk memburu biawak, memburu tikus, dan mungkin juga untuk dikonsumsi,” katanya.
Saya beli dengan harga rata-rata Rp 250.000 per ekor. Lalu, saya jualnya sekitar Rp 350.000 per ekor.
Namun, Camat Wonosari Sri Wahyuningsih mengaku belum pernah mengetahui aktivitas perdagangan anjing di wilayahnya. Meski begitu, dia berjanji bakal meningkatkan kewaspadaan dan bekerja sama dengan kepolisian untuk mengantisipasi kemungkinan perdagangan anjing di wilayah itu.
Berdasarkan pantauan Kompas, ada dua lapangan yang terletak di pinggir jalan raya di Kecamatan Wonosari. Dua lapangan itu ialah Lapangan Teloyo di Desa Teloyo dan Lapangan Pandanan di Desa Pandanan.
”Saya tidak tahu kalau ada truk yang berhenti dekat lapangan untuk jual beli anjing. Justru baru dengar kali ini. Soalnya, kalau malam memang jarang yang keluar. Tinggal kendaraan jarak jauh saja yang melintas,” kata Agus Wibowo (50), warga Desa Pandanan.
Meski demikian, Agus menyebut, dulu memang ada penjual makanan olahan daging anjing di dekat Lapangan Pandanan. Namun, warung itu sudah tutup sekitar dua tahun lalu karena ada penolakan dari warga.
Rihandayani (44), warga Desa Teloyo, juga mengaku belum pernah mendengar transaksi jual beli anjing di desanya. ”Belum pernah tahu kalau ada truk yang menurunkan anjing dekat lapangan. Sulit dipantau juga soalnya kalau malam gelap dan sepi,” katanya.
Puluhan tahun
Donal hanyalah satu dari sekian banyak mata rantai perdagangan daging anjing. Praktik seperti itu tak bisa dilepaskan dari keberadaan warung penjual olahan daging anjing di wilayah Solo Raya atau eks Karesidenan Surakarta. Warung-warung penjaja olahan daging anjing itu diperkirakan sudah eksis sejak puluhan tahun lalu.
Berdasarkan data Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kota Surakarta, pada tahun 2022 terdapat 27 warung penjual olahan daging anjing di kota itu. Jumlah anjing yang dikonsumsi di warung-warung itu diperkirakan 90-100 ekor per hari (Kompas.id, 8/1/2024). Padahal, warung olahan daging anjing tak hanya terdapat di Surakarta, tetapi juga beberapa wilayah sekitarnya.
Baca juga: Peredaran Daging Anjing di Solo Raya Diduga Tersembunyi
Ketua Animals Hope Shelter Indonesia Christian Joshua Pale menuturkan, praktik jual beli daging anjing untuk dikonsumsi di Solo Raya diperkirakan berlangsung sejak akhir tahun 1970-an. Kini, dia menyebut, mayoritas pengelola penjagalan anjing ataupun kuliner daging anjing di Solo Raya merupakan generasi kedua atau ketiga.
”Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Dog Meat Free Indonesia, perputaran uang dalam bisnis ini mencapai Rp 11 miliar per bulan. Itu baru di Solo (Surakarta), belum yang di sekitarnya,” ucap Christian yang mengikuti kasus penjualan daging anjing di Solo Raya sejak 2016.
Christian berharap, perdagangan daging anjing untuk dikonsumsi bisa segera dilarang. Hal itu karena praktik tersebut sudah membuat banyak anjing disiksa dan mati. Selain itu, konsumsi daging anjing juga dinilai mengancam kesehatan masyarakat.
Anjing-anjing yang diselamatkan pada 6 Januari di Semarang, misalnya, tidak semuanya bebas penyakit. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan uji sampel di laboratorium kesehatan hewan, sebagian anjing itu diketahui positif mengidap parvovirus, cacing jantung, dan hepatitis. Bahkan, seekor anjing dinyatakan positif rabies.
Kondisi itu menunjukkan, konsumsi daging anjing berpotensi menghadirkan risiko kesehatan. Itulah kenapa, perdagangan anjing untuk dikonsumsi menghadapi perlawanan keras dari sejumlah pihak, terutama para pencinta hewan.