Polisi Selidiki Carok yang Tewaskan Empat Warga di Bangkalan
Peristiwa carok yang menewaskan empat orang di Bangkalan menjadi atensi kepolisian. Kasus ini masih dalam penyelidikan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Empat orang tewas dalam bentrokan antarwarga di Desa Bumianyar, Kecamatan Tanjungbumi, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Jumat (12/1/2024), selepas pukul 19.00. Polisi masih menyelidiki kasus kekerasan yang disebut sebagai carok tersebut.
”Kasus itu dalam penyelidikan dibantu Polda Jatim,” kata Kepala Kepolisian Resor Bangkalan Ajun Komisaris Besar Febri Isman Jaya saat dihubungi, Sabtu (13/1/2024) siang.
Febri memaparkan, jenazah empat korban telah dievakuasi dari lokasi bentrokan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syarifah Ambami Rato Ebu (Syamrabu) di Bangkalan. Bentrokan itu berlokasi di Juk Korong yang berada di antara Jalan Raya Tanjungbumi dan Pantai Indah Tanjungbumi, Desa Bumianyar.
”Identitas korban dan pemicu insiden masih diselidiki,” katanya.
Informasi tentang kejadian itu awalnya diketahui dari video berdurasi 16 detik yang tersebar di sejumlah grup Whatsapp pada Jumat (12/1/2024) malam. Dalam video itu disebut, bentrokan melibatkan lebih dari enam orang yang bersenjata celurit.
Sementara itu, ada empat orang tergeletak dan diyakini sudah dalam kondisi tak bernyawa. Peristiwa itu kemudian disebut dengan istilah carok massal.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Dirmanto mengatakan, insiden di Bangkalan menjadi perhatian lembaganya. Tim dari Subdirektorat Jatanras Polda Jatim telah diberangkatkan untuk membantu penyelidikan kasus yang ditangani Polres Bangkalan.
Berdasarkan informasi dari RSUD Syamrabu, dua di antara empat korban itu adalah kakak beradik berinisial MTD dan MTJ yang berasal dari Desa Larangan Timur, Kecamatan Tanjungbumi, Bangkalan.
Satu korban lain berinisial NJR, juga berasal dari Desa Larangan Timur dan diduga merupakan paman dari kedua korban tersebut. Adapun satu korban lainnya berinisial HFD berasal dari Desa Bumianyar.
Sosiolog Universitas Trunojoyo Madura, Mutmainnah Munir, mengaku mendengar dan mengetahui insiden berdarah itu. Dia menyebut, ada kemungkinan insiden itu dipicu konflik pengelolaan lahan parkir yang melibatkan korban. ”Yang meninggal termasuk dua bersaudara dan paman mereka,” katanya.
Mutmainnah menambahkan, salah satu masalah yang kerap memicu pertikaian antarwarga di Pulau Madura adalah konflik tanah. Namun, dia menuturkan, saat ini telah terjadi pergeseran makna carok di Madura.
Pada masa lalu, istilah carok digunakan untuk menyebut penyelesaian konflik melalui perkelahian satu lawan satu menggunakan celurit. Namun, pada masa sekarang, istilah carok digunakan untuk menyebut serangan terhadap lawan yang lengah atau pertikaian lainnya.
Identitas korban dan pemicu insiden masih diselidiki.
Mutmainnah mengatakan, dalam tradisi carok pada masa lalu, pihak-pihak yang terlibat perlu memenuhi beragam syarat. Salah satunya adalah menentukan hari dan lokasi, termasuk bertanya kepada pemuka agama tentang waktu yang dianggap baik. Selain itu, ada kesepakatan bagaimana tanggungan terhadap pihak yang tewas dalam carok.
”Sudah terjadi pergeseran makna yang amat jauh dalam carok,” katanya.
Ia berharap peristiwa seperti itu tidak lagi terjadi di masa depan. Masyarakat diharapkan menyerahkan penyelesaian masalah yang terjadi kepada lembaga negara yang berwenang.