Pemerintah Kebut Relokasi 961 Rumah di Rempang, Warga Terus Menolak
Upaya relokasi 961 keluarga untuk pembangunan tahap pertama PSN Rempang Eco City menuai penolakan warga.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pemerintah menargetkan pembangunan rumah bagi 961 keluarga yang terdampak Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City rampung pada September 2024. Di akar rumput, penolakan dari warga atas rencana penggusuran terus menggelora.
Kepala Badan Pengusahaan Batam Muhammad Rudi, Rabu (10/1/2024), mengatakan, warga Rempang yang direlokasi akan mendapat rumah tipe 45 dengan luas lahan 500 meter persegi. Dalam waktu 2,5 bulan ke depan, pemerintah akan menyelesaikan pembangunan empat rumah contoh.
”Tujuan pemerintah hanya satu, supaya perekonomian Rempang bisa lebih baik,” kata Rudi saat acara peletakan batu pertama pembangunan rumah contoh relokasi di Tanjung Banun.
Tahap pertama pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City membutuhkan lahan 2.370 hektar. Lahan tersebut bakal dipakai untuk mendirikan kawasan industri dan menara ikon Rempang Eco City.
Lima kampung di Rempang yang akan terdampak adalah Pasir Panjang, Belongkeng, Pasir Merah, Sembulang Tanjung, dan Sembulang Hulu. Warga di lima kampung itu jumlahnya 961 keluarga. Pemerintah akan merelokasi mereka ke Kampung Tanjung Banun di atas lahan seluas 150 hektar.
Menurut dia, perumahan relokasi nantinya akan dilengkapi oleh rumah ibadah, sekolah, kantor pemerintah, dan fasilitas olahraga. Selain itu, pemerintah juga berjanji untuk membangun pelabuhan perikanan.
”Saya akan membuat contoh bahwa inilah pembangunan rumah untuk masyarakat yang paling sempurna, baik dari nilai rumah maupun fasilitas lainnya,” ujar Rudi yang juga menjabat Wali Kota Batam.
Ketua Tim Terpadu Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Rempang Eco City Sudirman Saad menambahkan, dibutuhkan biaya Rp 131 juta untuk membangun satu rumah relokasi. Pembangunan 961 rumah relokasi di Tanjung Banun ditargetkan rampung sebelum September 2024.
Lima kampung di Rempang yang akan terdampak adalah Pasir Panjang, Belongkeng, Pasir Merah, Sembulang Tanjung, dan Sembulang Hulu. Warga di lima kampung itu jumlahnya 961 keluarga. Pemerintah akan merelokasi mereka ke Kampung Tanjung Banun di atas lahan seluas 150 hektar.
”Sebelum September, seluruh rumah relokasi di Tanjung Banun harus rampung dibangun. Instalasi listrik dan air pipa juga harus sudah siap,” kata Sudirman.
Selain lahan 150 hektar di Tanjung Banun, pemerintah juga menyiapkan lahan 500 hektar di Pulau Galang. Lokasi relokasi di Pulau Galang akan digunakan untuk pembangunan PSN Rempang tahap selanjutnya.
Acara peletakan batu pertama pembangunan rumah relokasi itu dihadiri juga oleh Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I Laksmana Madya Agus Hariadi, Panglima Komando Daerah Militer Bukit Barisan Mayor Jenderal Mochammad Hasan, dan Kepala Polda Kepri Inspektur Jenderal Yan Fitri.
Yan mengatakan, Polri dan TNI mendukung pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. PSN Rempang Eco City harus didukung agar proyek dapat berjalan sesuai harapan dan berdampak positif.
”Saya berharap masyarakat Rempang bersepakat dan dengan baik hati menerima kedatangan investor. Masyarakat harus menjaga situasi keamanan dan ketertiban sehingga proses pembangunan dapat berjalan tepat waktu dan tepat sasaran,” ujar Yan.
Acara peletakan batu pertama rumah relokasi itu diwarnai penolakan dari warga lima kampung yang akan terdampak penggusuran. Puluhan warga membentangkan spanduk di jalan yang dilewati pejabat.
Aparat gabungan berhasil mencegah upaya puluhan warga itu untuk masuk ke lokasi acara. Akibatnya, warga yang mayoritas perempuan itu bertahan di pinggir jalan dan di bawah guyuran hujan untuk membentangkan spanduk penolakan relokasi.
Salah satu warga yang melakukan aksi tolak relokasi, Siti Hawa (70), mengatakan, kecewa dengan sikap aparat yang melarang warga untuk menyampaikan aspirasi. Ia menilai, pejabat seharusnya mau mendengar rintihan rakyat.
”Kami bukan mempertahankan rumah, tetapi kami mempertahankan kampung. Kami sayang kampung, kami tak mau kampung kami hilang dari sejarah,” kata Hawa.
Warga lain, Roziana (30), menambahkan, warga tak mau menukar kampung nenek moyang mereka dengan rumah baru dari pemerintah. Ia akan tetap bertahan di kampungnya apa pun yang terjadi.
Menanggapi penolakan warga itu, Rudi menyatakan, pemerintah akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyosialisasikan dampak positif pembangunan PSN Rempang Eco City. Ia berharap nantinya warga dapat menerima tawaran relokasi dari pemerintah.
”Ini semua untuk saudara kita. Kalau proyek (ini) dibangun, yang akan menikmati nantinya juga saudara kita di sini,” kata Rudi.
Aparat gabungan berhasil mencegah upaya puluhan warga itu untuk masuk ke lokasi acara. Akibatnya, warga yang mayoritas perempuan itu bertahan di pinggir jalan dan di bawah guyuran hujan untuk membentangkan spanduk penolakan relokasi.
Menurut peneliti Sajogyo Institute, Eko Cahyono, dalam soal Rempang, pemerintah menyederhanakan hubungan masyarakat dengan tanahnya semata hanya bersifat ekonomistik. Dengan cara pandang itu, persoalan memindahkan manusia dianggap bisa diselesaikan dengan sekadar ganti rugi.
Padahal, menurut Eko, hubungan manusia dengan tanah memiliki lapisan sosial, ekonomi, ekologi, bahkan spiritual. Penggusuran warga Rempang akan membuat orang-orang tercerabut dari identitas yang telah dibangun selama ratusan tahun (Kompas, 25/10/2023).