Ratusan Reptil Diselundupkan dalam Kapal Bersandar di Tanjung Perak
Karantina Jatim temukan ratusan reptil dilindungi dari kapal yang bersandar di Tanjung Perak.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Karantina Jawa Timur Satuan Pelayanan Tanjung Perak menemukan empat koper berisi ratusan reptil di dalam Kapal Motor Nggapulu yang tengah bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Hewan dilindungi tersebut diduga diselundupkan dari daerah asalnya untuk diperdagangkan ilegal di Surabaya dan sekitarnya.
Pejabat Karantina Jawa Timur Satpel Tanjung Perak, Tri Endah, mengatakan, total reptil yang ditemukan berjumlah 178 ekor. Dari jumlah tersebut, terbanyak ialah kura-kura moncong babi 111 ekor, dan ular sanca hijau 50 ekor.
Selain itu, 8 kadal Papua alias bengkarung lidah biru, 2 ular sanca air, dan 7 biawak. Ratusan reptil tersebut ditemukan seluruhnya dalam koper yang ada di dalam KM Nggapulu, Senin (1/1/2024). Diduga koper tersebut milik salah satu penumpang kapal.
”Dari lima jenis reptil yang kita temukan, terdapat dua jenis reptil yang dilindungi, yakni ular sanca hijau dan kura-kura moncong babi. Semuanya tanpa dilengkapi dokumen karantina,” ujar Tri Endah, Selasa (9/1/2024).
Tri menambahkan sebagian reptil tersebut sudah dalam kondisi tidak bernyawa. Hal ini karena cara angkutnya tidak memperhatikan prinsip animal welfare. Sebagian reptil tersebut dimasukkan ke dalam botol air mineral yang diberi lubang angin. Sementara itu, sebagian lainnya dibiarkan berserakan di dalam koper.
Kepala Karantina Jawa Timur Muhlis Natsir menyayangkan adanya penyelundupan hewan atau satwa dilindungi di wilayahnya. Menurut dia, melalulintaskan satwa tanpa dilengkapi dokumen karantina merupakan perbuatan melanggar hukum.
Selain itu, berisiko menularkan penyakit berbahaya yang bisa mengancam kepunahan satwa. Hal itu juga melanggar undang-undang tentang konservasi sumber daya alam. Oleh karena itulah, pihaknya terus meningkatkan pengawasan dan penindakan agar penyelundupan hewan langka dapat dicegah sejak awal.
”Pelanggar bisa diancam pidana sesuai Pasal 88 Huruf (a) dan Huruf (c) UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Pelaku terancam pidana penjara paling lama 2 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 2 miliar,” tegas Muhlis.
Selain itu, lanjutnya, pelaku dapat dijerat Pasal 40 Ayat (2) jo Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukumannya lebih berat lagi, yakni berupa hukuman pidana 5 tahun.
Dalam upaya melindungi satwa, Karantina Jawa Timur telah menyerahkan ratusan reptil yang akan diselundupkan tersebut ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur. Ular sanca hijau dan kura-kura moncong babi termasuk daftar satwa dilindungi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P106 Tahun 2018.
Bahkan reptil-reptil ini masuk dalam kategori Appendix II Convention International Trade in Endangered Species of Wild Flora dan Fauna (CITES), yang berarti daftar spesies yang dapat terancam punah. Oleh karena itu, upaya konservasi akan dilakukan dengan memulihkan kondisi kesehatan satwa dan mengupayakan dikembalikan ke habitatnya.
Terkait dengan pelaku atau pemilik satwa, Karantina Jawa Timur telah berkoordinasi dengan Kepolisian Tanjung Perak untuk melakukan penyelidikan. Diduga kuat, pemilik barang merupakan penumpang kapal. Penyelidikan juga dilakukan untuk mengungkap daerah asal reptil-reptil tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari laman resmi Pelni, KM Nggapulu merupakan salah satu kapal milik PT Pelni (Persero) yang melayani rute Tanjung Priok Jakarta-Tanjung Perak Surabaya-Makassar-Baubau-Ambon-Banda-Tual-Dobo-Kaimana-Fakfak.
Kapal itu akan kembali berlayar dari Fakfak menuju Kaimana-Dobo-Tual-Banda-Ambon-Baubau-Makassar-Surabaya dan Tanjung Priok Jakarta. Melihat banyaknya rute pelayaran yang dilayani oleh kapal motor ini, tidak mudah untuk melacak daerah asal hewan reptil tersebut.
Kura-kura moncong babi, misalnya, merupakan satwa endemik Papua yang dilindungi, tetapi banyak diburu untuk diperdagangkan secara ilegal. Ular sanca hijau juga satwa endemik Papua yang banyak dijumpai di Taman Wisata Alam Sorong, Papua Barat Daya.
Sementara ular sanca kembang atau biasa disebut sanca air dikenal sebagai hewan yang menghuni dataran basah di kepulauan Indonesia timur, Papua Niugini, dan Australia. Juga ada biawak yang dikenal sebagai satwa endemik di Pulau Kalimantan.
Temuan upaya penyelundupan ratusan reptil itu mengindikasikan tingginya potensi ancaman penyelundupan satwa dilindungi di Jatim tahun 2024 ini. Oleh karena itu, Karantina Jawa Timur menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak untuk mencegah kasus tersebut berulang dan menangkap pelakunya.
Muhlis mengatakan, selain penyelundupan dan perdagangan satwa dilindungi, Karantina Jawa Timur juga memiliki pekerjaan rumah menuntaskan kasus perdagangan ilegal benih lobster. Kasus tersebut banyak terjadi di Kabupaten Banyuwangi.