Diperiksa Bawaslu Pamekasan, Gus Miftah Bantah Politik Uang
Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji, Miftah Maulana Habiburrahman, membantah melakukan politik uang di Pamekasan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, meminta klarifikasi kepada Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji, Miftah Maulana Habiburrahman atau yang akrab disapa Gus Miftah, di Sleman, DI Yogyakarta, Senin (8/1/2024). Tim Bawaslu datang ke Ponpes Ora Aji yang berada di Sleman.
Dalam kesempatan itu, Gus Miftah mengatakan bahwa acara bagi-bagi uang yang dilakukannya di Pamekasan, Jawa Timur, sama sekali tidak terkait dengan kampanye salah satu calon presiden (capres). Dia juga merasa tidak perlu bertanggung jawab melakukan kampanye apa pun karena dirinya pun tidak tergabung dalam tim kampanye salah satu capres di tingkat mana pun.
”Kegiatan bagi-bagi uang itu tidak saya lakukan untuk kampanye. Saya bukan calon (calon presiden) dan saya bukan anggota TKN (tim kampanye nasional) ataupun tim kampanye daerah (TKD). Silakan cek di KPU,” ujar Gus Miftah.
Bawaslu Pamekasan meminta klarifikasi Gus Miftah terkait bagi-bagi uang yang dilakukan di sebuah pabrik di Pamekasan. Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Kabupaten Pamekasan Suryadi mengatakan, dalam pemeriksaan pada Senin (8/1/2024), ada sekitar 28 pertanyaan yang disampaikan kepada Gus Miftah, antara lain memastikan apakah dia tergabung dalam TKN atau TKD capres tertentu atau tidak. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup mulai Senin siang.
Saat ini, Suryadi mengatakan, sudah ada lima orang yang dimintai keterangan terkait dengan acara bagi-bagi uang di Pamekasan. Semua hasil klarifikasi tersebut nantinya akan ditelaah, dikaji bersama tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) Kabupaten Pamekasan.
Dari aktivitas yang dilakukannya, Gus Miftah terindikasi melanggar Pasal 523 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Namun, hal tersebut baru bisa dipastikan setelah Bawaslu dan aparat penegak hukum melakukan kajian hukum.
Bukan kampanye
Menurut Gus Miftah, kalau ada seseorang yang diketahui memamerkan kaus bergambar pasangan capres tertentu, hal itu juga disebutnya semakin menguatkan bahwa kegiatan itu bukan kampanye. ”Ketika kemudian saya berkampanye, maka seharusnya kaus dicetak lebih banyak dan dibagi-bagikan kepada banyak orang, bukan sekadar dicetak satu saja,” ujarnya.
Kunjungan ke Pamekasan dilakukan Gus Miftah untuk sekadar memenuhi undangan untuk minum kopi dengan salah satu tokoh pengusaha. Namun, belakangan, dia pun dimintai untuk ikut membagikan uang kepada karyawan pabrik. Acara pembagian uang tersebut sebenarnya adalah kegiatan rutin sedekah yang dilakukan oleh perusahaan milik pengusaha tersebut. ”Salah satu pertanyaan yang saya terima adalah itu uang Haji Her dari PT Bawang Mas Pamekasan. Jadi, saya pastikan itu bukan uang saya, yang saya lakukan adalah sedekah, sama seperti sedekah yang saya lakukan di pondok,” ujarnya.
Setelah itu, sebenarnya acara bagi-bagi uang juga tetap berlanjut dan dilakukan oleh karyawan pabrik lainnya. Namun, pembagian uang tersebut tidak banyak diketahui karena tidak terekspos di media sosial.
Dia juga menganggap bahwa hal itu semestinya tidak perlu dicurigai sebagai bentuk politik uang.
”Sepengetahuan saya, politik uang itu biasanya dilakukan sembunyi-sembunyi. Jika dipikir dengan logika sederhana saja, politik uang tidak mungkin dilakukan secara terbuka seperti yang terjadi di Pamekasan,” ujarnya.
Dia juga membantah bahwa kegiatan bagi-bagi uang dilakukan setelah dirinya mendapatkan mandat dari surat yang dikirimkan oleh capres nomor dua, Prabowo Subianto. Namun, menurut dia, satu-satunya hanyalah surat yang diterima adalah surat yang bersifat silaturahmi saja.
”Jauh sebelum pendaftaran kandidat capres, Pak Prabowo memang pernah secara pribadi mengirimkan surat meminta saya mencari dukungan dari sejumlah ulama. Hanya itu saja,” ujarnya.