Orator demonstrasi menolak relokasi Rempang didakwa menghasut pendemo untuk melakukan perusakan bangunan dan melawan aparat. Saat sidang, salah satu saksi menyatakan orator dikambinghitamkan dalam kerusuhan itu.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau, menggelar sidang pemeriksaan saksi kerusuhan demonstrasi Rempang dengan terdakwa Iswandi yang merupakan orator unjuk rasa. Salah satu saksi menyebut seharusnya yang bertanggung jawab atas kerusuhan itu adalah koordinator aksi, bukan orator.
Dalam sidang yang digelar pada Rabu (3/1/2024) itu, Jaksa Penuntut Umum Abdullah Muhammad Ihsan menghadirkan lima saksi. Para saksi terdiri dari tiga pegawai Badan Pengusahaan (BP) Batam, satu polisi, dan satu tokoh warga.
Saksi kelima, Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gagak Hitam Arba Udin, mengatakan, ia bersama sejumlah anggotanya mengikuti demo di depan Kantor BP Batam pada 11 September 2023. Warga turun ke jalan untuk menolak rencana penggusuran 16 kampung adat di Rempang terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City.
Demo yang diikuti lebih kurang 1.000 orang itu berakhir ricuh. Gedung BP Batam rusak dilempari batu pengunjuk rasa. Selain itu, 21 petugas gabungan terluka.
Iswandi, atau yang lebih dikenal sebagai Long, didakwa telah menghasut pendemo merusak bangunan dan melawan aparat. Ia didakwa melanggar Pasal 200 ke 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KHUP dan Pasal 214 Ayat 2 ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Pasal 214 ayat 1 KUHP.
Menurut Udin, demo pada 11 September itu dimotori Laskar Pembela Marwah Melayu. Terdakwa Long tidak termasuk dalam struktur Laskar Pembela Marwah Melayu. Long diajak menjadi salah satu orator dalam unjuk rasa itu karena dikenal piawai bicara.
”Kerusuhan seharusnya menjadi tanggung jawab koordinator lapangan, bukan orator. Bukan Long yang seharusnya duduk di situ, tetapi Fahrul Anshori (koordinator lapangan). Long adalah korban,” kata Udin.
Saksi lain, personel Direktorat Samapta Polda Kepri Manggarul Saragih, mengatakan, Long sebagai orator terakhir sebelum kerusuhan tidak berusaha melarang pengunjuk rasa melakukan kekerasan. Padahal, orator yang sebelumnya selalu melarang pengunjuk rasa melawan petugas.
”Kami ke sini untuk membela tanah kami. Kalau Pak Rudi (Kepala BP Batam sekaligus Wali Kota Batam) tidak keluar, kami akan masuk,” ujar Manggarul menirukan orasi Long sesaat sebelum kerusuhan terjadi.
Adapun saksi dari pegawai BP Batam, Suryadi, menuturkan, dia terluka akibat terkena lemparan batu dari pengunjuk rasa. Suryadi mendapat tiga jahitan di dahi kirinya.
Di akhir sidang, Ketua Majelis Hakim David P Sitorus menyatakan, sidang tersebut fokus mengadili kerusuhan yang terjadi pada 11 September. Ia menegaskan, PN Batam tidak menangani sengketa kepemilikan lahan di Rempang.
”Suruh pendukungmu tidak usah datang saat sidang. Kau akan dapat keadilan, kau pasti aman,” kata David kepada Long.
Selain sidang pemeriksaan saksi dengan terdakwa Long, PN Batam juga menggelar sidang pembacaan eksepsi dengan terdakwa sebanyak 34 orang. Mereka didakwa merusak bangunan dan melawan aparat.
Saat membacakan eksepsi terdakwa, kuasa hukum Ahmad Fauzi menyatakan, dakwaan JPU seharusnya batal demi hukum karena hasil visum korban baru keluar setelah 34 pengunjuk rasa ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, proses penyidikan oleh polisi juga dinilai tidak sah secara hukum karena dilakukan tanpa surat tugas dan surat perintah.