Elegi Akhir Tahun, Kematian Pekerja Migran NTT yang Tiada Henti
Tiga jenazah pekerja migran ilegal kembali dipulangkan ke NTT. Pemerintah Provinsi NTT berkilah persoalan itu urusan kabupaten atau kota.
Kematian pekerja migran ilegal asal Nusa Tenggara Timur tidak pernah berakhir. Setiap bulan rata-rata 12,58 pekerja migran ilegal meninggal di luar negeri. Sepanjang 2023, total jenazah yang tiba melalui Bandara El Tari Kupang ada 151 orang. Jumlah ini terbanyak dalam sejarah pekerja migran NTT. Belum termasuk jenazah yang dimakamkan di luar negeri atau tidak terlapor.
Ratap tangis kembalipecah di terminal kargo Bandara El Tari Kupang di akhir tahun, Sabtu (30/12/2023). Tiga jenazah pekerja migran ilegal asal tiga kabupaten berbeda tiba. Mereka meninggal karena kecelakaan dan sakit. Meskipun pesawat Garuda Indonesia yang membawa jenazah baru tiba pukul 12.45 Wita, mereka menunggu sejak pukul 09.00 Wita.
Hati Aplonia Dhey (38), istri salah satu pekerja migran NTT yang meninggal, Lenesius Soba (44), begitu tersayat. Warga Desa Zozosea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten EndeIa, itu terus meneteskan air mata begitu menginjakkan kaki di Kupang. Selama dua tahun, Aplonia Dhey ikut bekerja sebagai asisten rumah tangga di Kalimantan Timur. Ia membantu suami mencari uang.
Dhey tiba di Bandara El Tari Kupang sehari sebelum kedatangan jenazah sang suami dari Malaysia.Di Kupang, Dhey menginap di salah satu rumah biarawati Katolik, milik Sr Laurentina PI, yang bertugas mengurus jenazah pekerja migran ilegal di kargo bandara.
Baca juga: Lagi, Tiga Peti Jenazah PMI Ilegal NTT Tiba di Bandara El Tari Kupang
Begitu tiba di kargo Bandara Kupang, Dhey mengambil posisi duduk di bawah pohon beringin, di depan pintu kargo bandara. Hatinya bagai tersayat sembilu. Ia merintih dan menjerit memanggil nama suaminya, Lenesius Soba. Anggota keluarga di Kupang coba menenangkan Dhey.
Ibu tiga anak hasil perkawinan dengan Lenesius Soba itu pun jatuh pingsan di depan peti jenazah suaminya saat diangkut di dalam ambulans. ”Kenapa kita ketemu saat Kaka di dalam peti. Kenapa Kaka tinggalkan anak-anak, yang masih membutuhkan kita,” teriak Dhey di samping peti jenazah suaminya.
Ratap tangis Dhey membuat anggota keluarga lain, yang menjemput jenazah, turut iba dan meneteskan air mata.
Menurut Sr Laurentia PI yang menjemput jenazah ketiga korban, Dhey menceritakan bahwa suaminya meninggal karena sakit. Hampir sepekan, Lenesius muntah darah di kamp penampungan pekerja kelapa sawit. Korban sudah ke rumah sakit terdekat, tetapi tidak tertolong.
”Jenazah itu diotopsi juga. Sesuai peraturan Malaysia, setiap jenazah harus diotopsi untuk memastikan penyebab kematian,” katanya.
Baca juga: Pekerja Migran Ilegal, Beban Ganda Keluarga di NTT
Jenazah kedua, yakni Piter Bethan alias Petrus Doni Betan (60), warga Kelurahan Lewolere, Kecamatan Larantuka, Flores Timur, NTT, meninggal akibat gagal ginjal. Sebenarnya korban sudah pulang kampung, Agustus 2022, tetapi anak bungsunya belum selesai kuliah di salah satu perguruan tinggi di Flores. Korban pun bertahan sampai meninggal di akhir tahun ini.
”Korban sempat membiayai tiga anak lain sampai sarjana. Sisa anak bungsu yang belum lulus. Istri dan anak-anak berulang kali meminta korban segera pulang karena sudah tua dan sakit-sakitan. Tetapi, korban ingin anak bungsunya wisuda, kemudian pulang,” kata M Kleden, keluarga dekat korban, yang berdomisili di Kupang.
Kedua jenazah korban tiba di Bandara El Tari Kupang dengan pesawat Garuda Indonesia pukul 13.20 Wita. Kedua jenazah dikeluarkan dari kargo kedatangan, langsung masuk ke dalam mobil ambulans masing-masing. Puluhan anggota keluarga dari kedua korban ikut menjemput di bandara. Satu jenazah lagi datang, Minggu (31/12/2023).
Sebelum diberangkatkan ke Ruang Pemulasaraan Jenazah RSUD Yohannes Kupang, kedua jenazah didoakan bersama dengan dipimpin oleh Sr Laurantina PI. Jenazah kedua pekerja migran ilegal ini disemayamkan semalam dan akan dilanjutkan dengan pesawat Nam Air rute Denpasar-Kupang-Maumere, Minggu (31/12/2023).
Baca juga: Ratusan Pekerja Migran Asal NTT Meninggal di Luar Negeri, Mayoritas Berstatus Ilegal
Sementara itu, Paulus Wayan Kesu (53), kakak kandung Yohanes Baptista Baga (48), pekerja migran ilegal lainnya yang meninggal di Malaysia Timur, mengatakan, jenazah adiknya itu tiba pada Minggu (31/12/2023). Jenazah diberangkatkan dari Kinabalu-Kuala Lumpur-Jakarta-Denpasar-Kupang-Maumere.
Menurut Paulus Wayan, adiknya meninggal karena menginjak paku. Pada Rabu (27/12/2023), hujan deras mendera kamp pekerja sawit di Keningau, Malaysia Timur, tempat Yohannes tinggal. Rumah yang ditempati Yohannes bocor sehingga ia berusaha naik ke atap rumah, memperbaiki kebocoran tersebut.
Sampai dengan 31 Desember 2023, sebanyak 151 pekerja migran NTT meninggal di luar negeri. Rata-rata setiap bulan ada 12,58 pekerja migran ilegal meninggal di luar negeri. Hampir semuanya berstatus pekerja ilegal. Kebanyakan meninggal karena sakit dan kecelakaan.
”Korban menginjak kayu atap yang sudah lapuk. Seketika itu juga korban jatuh di lantai. Kepalanya membentur lantai rumah. Ia sempat dibawa rekan kerjanya ke rumah sakit terdekat, dengan waktu tempuh 30 menit. Tetapi, begitu tiba di rumah sakit Papar, korban dinyatakan telah meninggal sebelum mendapat perawatan dari pihak rumah sakit,” tutur Paulus.
Paulus mengatakan, adiknya itu berangkat ke Malaysia Timur pada 2009. Ia bekerja di perusahaan sawit milik PT Tropical Wood Trading SDN BHD, Kinamis, Papar. Ia memiliki seorang istri dan seorang anak di Desa Mahriwu, Kecamatan Pulau Palue, Kabupaten Sikka. Selama ini korban selalu mengirim uang untuk biaya hidup istri dan anaknya di kampung.
Baca juga: Rindu Natal di Kampung, Ratusan PMI Asal NTT Pulang Kampung Lebih Cepat
Biaya pengiriman jenazah Yohannes ditanggung oleh perusahaan tempatnya bekerja. Keluarga berharap, setelah tiba di Maumere, biaya keberangkatan jenazah ke Pulau Palue ditangani Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT karena keluarga tidak punya uang. ”Biaya ke Pulau Palue sekitar Rp 4 juta,” kata Paulus.
Koordinator Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia Gabriel Goa mengatakan, sampai dengan 31 Desember 2023, sebanyak 151 pekerja migran NTT meninggal di luar negeri. Rata-rata setiap bulan ada 12,58 pekerja migran ilegal meninggal di luar negeri. Hampir semuanya berstatus pekerja ilegal. Kebanyakan meninggal karena sakit dan kecelakaan.
”Jumlah 151 orang itu merupakan kematian terbanyak dalam sejarah pekerja migran NTT. Ini yang datang melalui Bandara El Tari Kupang. Belum termasuk jenazah yang dimakamkan di Malaysia karena kesulitan biaya pemulangan. Juga jenazah yang dipulangkan melalui kapal laut,” kata Gabriel.
Terkait penanganan pekerja migran ilegal, pemerintah daerah terkesan kurang serius. Kepala Bidang Tenaga Kerja Dinas Koperasi, UMKM, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi NTT Thomas Hoda mengatakan, hal itu merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di NTT.
Thomas beralasan, provinsi hanya punya kewenangan sebatas koordinasi. Mengenai perlindungan, pengawasan, pelatihan, penempatan, dan seterusnya, disebutnya sebagai kewenangan kabupaten/kota.
Terlepas apakah persoalan ini tanggung jawab kabupaten/kota ataukah provinsi, terus berulangnya kematian pekerja migran ilegal asal NTT ini menegaskan ada problem ketenagakerjaan dan kesejahteraan yang mesti ditangani berbagai pihak di NTT. Melimpahkan persoalan ini ke salah satu pihak semata menandakan pengabaian dari pemerintah daerah. Sinergisitas semua pihak diperlukan sehingga tidak ada lagi ratap tangis keluarga menyambut jenazah dari luar negeri.
Baca juga: Ironi Pekerja Migran NTT yang Pulang dalam Peti Jenazah