Lagi, Tiga Peti Jenazah PMI Ilegal Asal NTT Tiba di Bandara El Tari
Tiga lagi peti jenazah pekerja migran ilegal asal NTT tiba di Bandara El Tari. Mereka dari Malaka, Belu, dan Ngada.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Lagi, tiga jenazah pekerja migran Indonesia atau PMI ilegal asal Nusa Tenggara Timur tiba melalui Bandara El Tari, Kupang. Jumlah PMI ilegal NTT meninggal di luar negeri tahun ini telah mencapai 143 orang. Perlindungan bagi para pekerja migran mendesak dilakukan.
Koordinator Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia Gabriel Goa di Kupang, Kamis (14/12/2023), mengatakan, selama akar masalah yang menjadi pemicu terjadinya pekerja migran ilegal belum diatasi, kasus PMI ilegal ini bakal terus berlanjut. Pengambil kebijakan di NTT seakan berdiam diri dengan kasus perdagangan orang ini.
”Hari ini, Kamis, 14 Desember 2023, akan datang tiga peti jenazah lagi melalui Bandara El Tari, Kupang. Kita sangat prihatin dengan masalah ini. Namun, belum ada kebijakan pemprov, pemkab, dan pemkot di NTT bagaimana menangani kasus ini,” kata Gabriel.
Ketiga peti jenazah akan tiba pukul 12.45 dengan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan yang sama, GA448. Mereka adalah Paulus bin Sulaeman alias Andreas Baun (45). Korban berasal dari Kabupaten Malaka. Penyebab kematian diduga sakit. Ia menjadi PMI ilegal di Malaysia Timur tahun 2017. Ia meninggalkan tiga anak dan seorang istri di kampung asal.
Selanjutnya Minggu Berek alias Dominggus Berek (54). Korban berasal dari Kabupaten Belu. Penyebab dia meninggal diduga karena kecelakaan kerja.
Setelah tiba di Bandara El Tari, kedua jenazah akan dibawa menuju kabupaten masing-masing. Biasanya jenazah diantar oleh sukarelawandan anggota keluarga yang telah menunggu dengan dukungan dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) NTT.
Korban ketiga adalah Ermelinda Uma (34), Ia berasal dari Kabupaten Ngada. Ia meninggal diduga karena sakit. Jenazah diberangkatkan dari Kuala Lumpur menuju Jakarta-Kupang-Ende.
Jenazah kemudian dibawa menggunakan perjalanan darat sekitar 80 kilometer menuju kampung asal di Ngada. Tidak disebutkan apakah korban merantau sendirian atau bersama suami dan anak.
Selain itu, masih ada korban yang meninggal di luar negeri dan dikuburkan secara diam-diam di sana. Tidak ada biaya pemulangan jenazah menjadi alasan utama. Sesama warga NTT, yang juga pekerja ilegal, menguburkan mereka di sana atas persetujuan anggota keluarga di NTT.
Menurut Gabriel, kebanyakanPMI seperti ini berangkat secara ilegal dan sudah belasan bahkan puluhan tahun tinggal di Malaysia. Mereka sulit menyimpan uang karena hidup foya-foya. Mereka jarang membangun komunikasi dengan anggota keluarga di kampung asal. Setelah meninggal, berita kematian itu dikabarkan rekan-rekannya ke anggota keluarga.
Sejak Januari-14 Desember 2023, tercatat 143 jenazah PMI ilegal meninggal di luar negeri. PMI yang berangkat secara resmi, melalui perusahaan jasa pengiriman tenaga kerja Indonesia, jauh lebih aman. Namun, jumlah PMI seperti ini hanya 2.000-3.000 orang per tahun. Sementara PMI ilegal lebih dari 10.000 orang per tahun.
”PMI yang berangkat secara legal memiliki dokumen resmi pula. Sebagian dilatih keterampilan mereka, sesuai kebutuhan dari majikan yang meminta. Namun, ada pula yang tidak diberi pelatihan sama sekali, langsung dikirim. Ini yang sering bermasalah selama di tangan majikan,” kata Gabriel.
Ketua DPRD NTT Emilia Nomleni mengatakan, kasus ini sudah sangat serius. Ini menjadi tanggung jawab semua pihak untuk mengatasi perdagangan orang. ”Kita tidak hanya bicara di ruang rapat dan pertemuan terbatas. Segera lakukan aksi konkret, melindungi masyarakat agar tidak meninggal sia-sia, hanya karena mencari sesuap nasi di negeri orang,” kata Nomleni.
Menurut Gabriel, masalah utama adalah keterbatasan balai latihan kerja (BLK) bagi pencari kerja di luar negeri. Di Kota Kupang ada tiga BLK, yakni satu milik pemprov dan dua milik swasta. Selain itu, masih ada 1-2 BLK swasta di Flores dan Sumba tetapi tidak diperuntukkan bagi PMI dan masih terdapat beberapa kekurangan.
Kita tidak hanya bicara di ruang rapat dan pertemuan terbatas. Segera lakukan aksi konkret, melindungi masyarakat agar tidak meninggal sia-sia, hanya karena mencari sesuap nasi di negeri orang
Selain itu, perlu dibangun gerakan masyarakat anti-perdagangan orang dan migrasi aman. Desa-desa diharap punya perda pencegahan orang ke luar negeri secara ilegal. Pemkab/pemkot juga perlu menyiapkan BLK dan pendidikan vokasi dan layanan terpadu satu atap, seperti paspor, visa kerja, perjanjian kerja, check up kesehatan, asuransi jaminan sosial, dan bank atau pos penerima remitensi.
Kepala Bidang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT Thomas Suban Hoda mengatakan, pengadaan BLK itu menjadi tanggung jawab pemkab/pemkot. Pemprov NTT telah memiliki satu BLK dengan sejumlah program pelatihan advokasi bagi masyarakat yang mau membangun wirausaha di berbagai sektor.
BLK itu, kata Thomas, tidak diperuntukkan bagi calon PMI. Pelatihan dan advokasi bagi para PMI menjadi tanggung jawab asosiasi pengerah jasa tenaga kerja. Di Kota Kupang, katanya, ada beberapa BLK khusus PMI itu.