Natal dan Tahun Baru, Sopir Bus Sulit Mendapatkan Biosolar
Sopir bus antarkota dan antarprovinsi mengeluhkan susahnya mendapatkan biosolar menjelang Natal dan Tahun Baru. Antrean panjang di SPBU pun tak terelakkan.
Oleh
REBIYYAH SALASAH, YOLA SASTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah sopir bus antarkota dan antarprovinsi mengeluhkan kelangkaan biosolar di beberapa stasiun pengisian bahan bakar umum atau SPBU menjelang Natal dan Tahun Baru. Kondisi itu memicu antrean panjang dan membuat waktu tempuh perjalanan bertambah.
Ismet Suganda (44), sopir Perusahaan Otobus (PO) Sembodo rute Jakarta-Padang, mengatakan, saat libur Natal dan Tahun Baru ini biosolar masih susah didapat. Kondisi ini setidaknya mulai ia rasakan sejak tiga bulan terakhir.
”Kelangkaan solar terjadi di wilayah Sumatera, terutama Sumatera Barat (Sumbar) dan Sumatera Selatan,” kata Ismet ketika dijumpai di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Sabtu (23/12/2023).
Ismet melanjutkan, tidak semua SPBU di wilayah tersebut memiliki stok biosolar. Akhirnya, para pengendara berburu biosolar ke SPBU lainnya yang punya stok. Dampaknya, antrean panjang di SPBU yang diserbu pengendara tak terelakkan.
Menurut Ismet, ia bisa mengantre 1-2 jam di SPBU untuk mendapatkan biosolar. Tak jarang setelah lama mengantre, biosolar habis ketika gilirannya tiba. ”Menangis kami mencari solar sekarang,” ujarnya.
Ismet tidak tahu penyebab langkanya biosolar. Namun, katanya, petugas SPBU kerap beralasan biosolar langka karena pengiriman dari Pertamina tidak seperti biasa dan kadang hanya separuh dari normal.
Kelangkaan biosolar, kata Ismet, membuat waktu tempuh bertambah. Rute Padang-Jakarta yang biasanya hanya 30 jam saat jalan lancar, bisa bertambah menjadi 35 jam karena harus mengantre membeli biosolar.
Selain itu, mengantre biosolar juga membuatnya kehilangan waktu istirahat. Begitu tiba di tujuan, Ismet harus segera berburu dan mengantre membeli biosolar agar bisa berangkat di hari berikutnya. ”Waktu istirahat habis untuk mengantre solar,” katanya.
Agar bus tetap bisa berjalan, kata Ismet, ia dan rekannya harus pintar-pintar mencari biosolar. Mereka harus menstok biosolar dalam jeriken agar bus tidak kekurangan bahan bakar ketika tak bisa membeli biosolar di SPBU.
”Perjalanan kemarin, kami beli solar jeriken. Harganya mahal, Rp 10.000 per liter. Harga normal di SPBU hanya Rp 6.800 per liter. Karena tidak dapat di SPBU, akhirnya kami beli minyak ketengan,” ujarnya.
Masalahnya, sudah antre lama, pas giliran saya, eh, solarnya habis.
Hendri (51), sopir PO MPM rute Bandung-Padang, mengeluhkan hal serupa. Ia kesulitan mendapatkan biosolar ketika memasuki wilayah Sumatera beberapa bulan terakhir. Kondisi semakin parah ketika memasuki libur Natal dan Tahun Baru.
”Antrean kendaraan yang mau mengisi solar sudah melebihi kapasitas, sudah sampai ke bahu jalan. Saat ini lebih parah karena lebih ramai. Masalahnya, sudah antre lama, pas giliran saya, eh, solarnya habis,” kata Hendri.
Selain kelangkaan, kata Hendri, pembatasan kuota pembelian biosolar hanya 200 liter sehari juga menyulitkan sopir bus. Sebab, dalam sekali perjalanan dari Bandung ke Padang, busnya membutuhkan 500 liter biosolar.
Untuk mengatasi kondisi itu, Hendri bersiasat dalam perjalanan. Begitu tanggal berganti, ia segera mengisi biosolar. Selain itu, bus-bus cadangan juga diberdayakan agar bisa mengumpulkan stok biosolar.
Menurut Hendri, pemangku kebijakan harus bisa segera mengatasi persoalan ini. ”Di SPBU, harga solar memang tidak naik, tetapi barangnya sulit. Di ketengan, solar ada terus, tetapi harganya selangit,” ujar Hendri.
Khoirul Iman (33), sopir PO Prima Jasa rute Kampung Rambutan-Merak, juga kesulitan mendapatkan biosolar. Saat memasuki wilayah Banten menuju Merak, busnya akan melewati setidaknya tiga SPBU.
Dari tiga SPBU tersebut, kata Iman, dua SPBU stok biosolarnya kerap kosong. Di SPBU lainnya, stok tersedia, tetapi antreannya sangat panjang.
Iman menduga, ada pengurangan pasokan dalam tiga minggu terakhir. Saat ini, antrean pun semakin panjang karena jumlah kendaraan yang membutuhkan solar semakin banyak.
Untuk mengatasi hal itu, Iman dan sopir bus dengan trayek yang sama bersiasat. Mereka mengisi dan memenuhi tangki bahan bakar di Jakarta. Dalam satu kali perjalanan pergi pulang, bus trayek tersebut membutuhkan setidaknya 90 liter.
Tommy (45), pengendara mobil travel di Kota Padang, Sumbar, mengatakan, kelangkaan biosolar memang kerap terjadi saat libur Natal dan Tahun Baru.
”Alasan petugas SPBU, biasanya biosolar yang masuk hanya setengah dibandingkan pengiriman saat kondisi normal. Efek tingginya permintaan saat libur Natal dan Tahun Baru,” katanya.
Menurut Tommy, kelangkaan biosolar juga berefek domino. Bus dan truk besar sampai masuk ke tengah kota berburu biosolar di berbagai SPBU. Antrean panjang di SPBU kadang sampai mengular ke jalan raya dan menjadi salah satu sumber kemacetan.
”Jadi, tidak hanya susah mencari biosolar, berkendara mengantar wisatawan pun tidak nyaman karena antrean memicu kemacetan. Harapannya, pemerintah bisa memastikan stok tersedia normal sehingga kemacetan dapat diminimalkan,” kata Tommy.
Jamin stok
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, saat ini memang terjadi antrean pembelian biosolar di sejumlah SPBU. Menurut dia,, hal tersebut terjadi karena meningkatnya pembelian solar, khususnya truk besar atau mobil ekspedisi yang mengejar pengiriman komoditas.
Atas kondisi tersebut, kata Irto, Pertamina menambah pasokan BBM saat periode libur Natal dan Tahun Baru. Walakin, Irto tidak menyebutkan persentase atau besaran tambahan pasokan.
”Jadi, tidak ada pengurangan pasokan BBM. Justru dalam kondisi Natal dan Tahun Baru seperti ini, ada peningkatan. Memang terjadi antrean di beberapa titik, tapi kami upayakan agar stok BBM tetap tersedia,” ucap Irto.
Irto menambahkan, Pertamina juga berkoordinasi dengan pihak kepolisian, dinas terkait, dan pengelola rest area agar bisa mengatur antrean kendaraan. Pertamina juga menyiagakan SPBU yang buka 24 jam untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat.