WNI ”Scammer” di Filipina, 18 Jam Sehari Bekerja di Bawah Moncong Senjata
Sepasang kekasih asal Batam dipaksa menjadi ”scammer” di sebuah pulau di Filipina. Selama empat bulan, mereka harus bertahan di bawan ancaman moncong senjata dan siksaan setrum.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
”Ya Tuhan, aku masih bisa hidup enggak ya,” ucap Awan (25), bukan nama sebenarnya, Jumat (15/12/2023).
Perempuan itu berurai air mata saat menceritakan kisah dia dan kekasihnya, sebut saja Langit (35), bekerja sebagai penipu daring (scammer) di Filipina. Selama empat bulan, mereka dikurung di sebuah pulau bernama Cavite City.
Awalnya, Awan dan Langit diajak bekerja sebagai admin judi online di Filipina oleh teman dekat mereka. Pasangan kekasih yang merupakan warga Batam, Kepulauan Riau, itu berangkat ke Filipina pada Februari 2022.
Ada tujuh calon pekerja migran lain dari Batam yang berangkat bersama Awan dan Langit. Baru saja sampai di Filipina, Langit sudah merasa ada yang tidak beres. Mereka semua dipaksa mengenakan tanda nama dengan nama palsu.
Sembilan orang itu kemudian digiring dari satu tempat ke tempat lain untuk dijual kepada perusahaan yang berminat mempekerjakan mereka. ”Di situ saya ngerasa kami dijual kaya budak,” ujar Langit.
Setelah beberapa waktu, Awan dan Langit akhirnya dipekerjakan di sebuah perusahaan di Cavite City. Perusahaan itu dioperasikan oleh warga negara China. Setiap hari mereka harus pekerja pukul 08.00 sampai 02.00.
Tugas Awan dan Langit di Filipina adalah menipu orang di Indonesia lewat sebuah aplikasi. Mereka mengundang orang untuk bermain di aplikasi yang berbentuk seperti judi online. Pemain kemudian sedikit demi sedikit dituntun untuk menyimpan uang di aplikasi itu.
Awan awalnya membuat pemain agar merasa untung dengan membiarkan mereka menang Rp 500.000 sampai Rp 1 juta. Itu merupakan perangkap agar pemain teperdaya menaruh uang lebih banyak di aplikasi tersebut. Uang itu tak akan bisa diambil lagi oleh pemain.
”Target perusahaan, saya harus bisa dapat Rp 500 juta dalam satu hari. Kalau enggak tercapai kami disetrum dan ditumbuk (dipukul) di sini (menunjuk bagian perut),” kata Awan. Ceritanya lantas terhenti karena ia tak kuasa menahan tangis.
Langit menambahkan, mereka tidak bisa menghubungi orang luar untuk meminta pertolongan karena ponsel mereka disadap. Juga tak mungkin kabur dari pulau itu karena perusahaan dijaga orang-orang bersenjata.
”Penjaga membawa shotgun dan AK-47. Kalau coba-coba kabur, kami mati di tempat,” ucapnya.
Adapun kondisi Awan terus memburuk karena stres berat akibat siksaan yang bertubi. Puncaknya, pada Juni 2022, ia terkena stroke. Langit dan warga Indonesia lain di perusahaan itu yang jumlahnya 40 orang memaksa bos mereka melarikan Awan ke rumah sakit terdekat, RS San Pedro Calungsod.
Saat menunggui Awan di RS itulah, Langit punya kesempatan menghubungi Kedutaan Besar RI di Manila. Pertolongan akhirnya datang dan mereka bisa pulang ke Tanah Air.
”Dari 40 WNI yang bekerja di perusahaan itu, hanya 14 yang berhasil pulang. Waktu itu ada WNI yang menjadi pengkhianat dan melapor ke bos sehingga tidak semua bisa pulang,” kata Langit.
Penjaga membawa shotgun dan AK-47. Kalau coba-coba kabur, kami mati di tempat.
Perdagangan orang
Selain Awan dan Langit ada tiga mantan pekerja migran lain yang berbicara dalam acara bertajuk ”Catatan Hati Sang Pemberani” pada Jumat (15/12/2023) malam.
Acara tersebut digelar untuk memperingati Hari Migran Internasional. oleh Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoran Migran Perantau (KKP-PMP) Keuskupan Pangkal Pinang dan Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (IJMI).
Ketua KKP-PMP RD Chrisanctus Paschalis mengatakan, ada banyak sindikat perdagangan orang yang beroperasi di Batam. Kisah-kisah dari para mantan pekerja migran yang pernah diperdaya oleh sindikat diharapkan membangkitkan kesadaran orang-orang muda di Batam betapa bahayanya sindikat perdagangan orang.
Menurut Paschalis, ada campur tangan oknum aparat penegak hukum dalam mengguritanya sindikat perdagangan orang di Batam. Ia mendesak agar aparat berwenang harus segera menindak tegas para oknum yang terlibat.
”Oknum-oknum yang terlibat perlu diungkap secara transparan agar menjadi pelajaran supaya aparat lain tidak ikut menyalahgunakan wewenang untuk mengeksploitasi manusia,” kata Paschalis.
Direktur Ekskutif Yayasan IJMI Mia Marina mendesak pemerintah agar melakukan rotasi aparat di lokasi-lokasi rawan untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum. Pengawasan dan evaluasi secara berkala juga harus dilakukan.
Saat berkunjung ke Batam pada 6 April 2023, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut, ada kolusi antara aparat dan sindikat perdagangan orang di Batam. Ironisnya, pihak yang melapor justru dikriminalisasi.
Di Batam, dulu banyak pekerja migran tanpa dokumen diselundupkan lewat pelabuhan tidak resmi atau sering disebut pelabuhan tikus. Namun, kata Mahfud, sekarang pemberangkatan ilegal pekerja migran tanpa dokumen justu lebih masif lewat pelabuhan resmi.
”Itu tidak mungkin (terjadi) kalau tidak ada yang memberi lampu hijau,” ujar Mahfud (Kompas, 6/4/2023).