Ratusan Warga Papua Jalani Operasi Katarak Gratis Kemensos
Kemensos menyelenggarakan operasi katarak gratis bagi 100 warga dari sejumlah daerah di Papua. Operasi gratis untuk membantu warga yang selama ini terkendala biaya untuk menjalani operasi.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Seratus warga dari sejumlah daerah di Papua menjalani operasi katarak gratis yang diselenggarakan Kementerian Sosial. Program kerja sama Kemensos dengan beberapa pihak ini memberi kesempatan masyarakat mendapatkan akses penyembuhan yang selama ini sulit dijangkau karena berbiaya mahal.
”Pesertanya ada lebih kurang 100 dari 200 peserta yang di-screening (mendapatkan penapisan) dari beberapa daerah, seperti Kabupaten Sarmi, Keerom, (dan) Jayapura,” kata Menteri Sosial Tri Rismaharini seusai memantau operasi katarak di Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Jayapura, Papua, Kamis (14/12/2023).
Pelaksanaan operasi katarak berlangsung tiga hari, 13-15 Desember 2023. Selain di Jayapura, kegiatan serupa juga dilaksanakan di sejumah daerah lain di Indonesia sekaligus dalam rangka memperingati Hari Disabillitas Internasional dan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional yang jatuh pada bulan Desember.
Risma mengatakan, penyakit katarak yang sebagian besar terjadi karena proses degeneratif di masa penuaan perlu segera diobati untuk mencegah kebutaan secara permanen. Selama ini, masyarakat sering terkendala karena pengobatan penyakit berupa kekeruhan lensa mata ini membutuhkan biaya besar dan alat khusus yang juga mahal.
Pada 2010, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), total penderita kebutaan di seluruh dunia tercatat 40-45 juta orang. Namun, hingga tahun 2018, populasi penduduk yang mengalami kebutaan melesat hingga 253 juta orang.
Posisi Indonesia sampai 2015 termasuk dalam lima negara dengan gangguan penglihatan terbanyak bersama China, India, Pakistan, dan Amerika Serikat. Kondisi ini merujuk pada publikasi Situasi Gangguan Penglihatan dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan tahun 2018.
Sejak berhenti bekerja (pada 2016), tidak ada lagi penghasilan. Hanya bisa bantu istri petik pinang untuk dijual. Hanya itu sekarang (sumber) penghasilan kami, tidak bisa untuk berobat.
Katarak menjadi penyebab utama kebutaan di Indonesia. Masih merujuk publikasi survei ”Rapid Assessment of Avoidable Blindness” (RAAB) dari Kementerian Kesehatan tahun 2018, hampir 80 persen kebutaan disebabkan penyakit ini.
Umumnya, penyakit katarak diakibatkan sejumlah faktor, seperti proses degeneratif dan kongenital (kelainan bawaan, termasuk dalam perkembangan janin). Katarak dapat juga terjadi akibat efek samping obat-obatan, penyakit diabetes melitus, trauma, toksin, terpapar intensif oleh sinar ultraviolet, asap rokok, dan beberapa penyakit lainnya.
Adapun sebagai gambaran, pengobatan untuk risiko-risiko kebutaan secara umum di dua bola mata bisa menghabiskan biaya Rp 170 juta-Rp 196 juta. Operasi katarak bisa menghabiskan belasan hingga puluhan juta rupiah tergantung dari kondisi dan layanan (Kompas.id, 15/10/2020).
Risma mengatakan, di Jayapura, kali ini, antusiasme masyarakat tinggi menjadi calon pasien operasi katarak. Namun, tidak semua bisa diakomodasikan karena faktor tekanan darah tinggi dan kondisi komorbid saat masa penapisan. Dengan begitu, Kemensos berencana akan kembali melaksanakan kegiatan serupa di Jayapura.
”Kalau misalkan tidak bisa (dioperasi), akan dirawat dulu komorbidnya dan akan dievaluasi untuk diadakan lagi bulan depan. Katarak ini cukup fatal ketika mengalami kebutaan akan membuat tidak produktif dan bergantung pada orang lain,” tuturnya.
Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura Komisaris Arif Tria mengatakan, sebelumnya, pada Sabtu dan Minggu (9-10 Desember 2023) dilakukan penapisan kepada sekitar 200 pasien. Dari angka itu, 100 pasien yang bisa menjalani operasi.
Selama penyelenggaraan operasi katarak ini, RS Bhayangkara melibatkan 8 dokter spesialis mata, 1 dokter spesialis penyakit dalam, dan 30 tenaga kesehatan lainnya. Melihat antusias pendaftar tinggi, kata Arif, pihaknya kemungkinan akan kembali melaksanakan kegiatan serupa dengan kembali mencari pasien yang berada di wilayah pedalaman Papua.
”Selain itu, kami juga turut memberi sosialisasi kepada para pasien dan keluarganya tentang potensi-potensi penyebab katarak ini,” ujar Arif.
Salah sorang pasien asal Kota Jayapura, Salman Sorontouw (73), merasa sangat terbantu dengan program ini. Penyakit yang telah didiagnosis Salman sejak 2017 tersebut tak kunjung bisa diobati karena keterbatasan biaya.
Dia sendiri tidak mengetahui penyebab dirinya mengalami penyakit katarak ini. Salman menduga, aktivitas selama bekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Holtekamp, Jayapura, sejak 2010-2016 turut memengaruhi faktor penyebab penyakit yang dideritanya tersebut.
”Sejak berhenti bekerja (pada 2016), tidak ada lagi penghasilan. Hanya bisa bantu istri petik pinang untuk dijual. Hanya itu sekarang (sumber) penghasilan kami, tidak bisa untuk berobat,” ujarnya.