logo Kompas.id
NusantaraNikel, Harta Karun Masa Kini...
Iklan

Nikel, Harta Karun Masa Kini dari Pulau Obi

Pulau Obi di Halmahera Selatan, diberkahi kekayaan alam luar biasa. Pulau itu memiliki kandungan nikel yang tinggi.

Oleh
RAYNARD KRISTIAN BONANIO PARDEDE, ADITYA PUTRA PERDANA, RINI KUSTIASIH
· 6 menit baca
 Desa Kawasi di kawasan penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sabtu (25/11/2023).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Desa Kawasi di kawasan penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sabtu (25/11/2023).

Tak terbayang dalam benak Fandi Noferdi Padapak (33), warga Desa Wayaloar, Kecamatan Obi Selatan, Halmahera Selatan, wilayah tempatnya tinggal akan menjadi salah satu sentra nikel. Di pulau seluas 2.500 kilometer persegi atau 3,7 kali luas wilayah daratan DKI Jakarta itu, jutaan metrik ton tanah yang terkandung nikel dikeruk dan diproses lebih lanjut menjadi baja nirkarat dan bahan baku baterai.

Sebelum terkenal karena kandungan nikelnya, Fandi mengetahui Halmahera Selatan, Maluku Utara, kaya rempah-rempah. Keluarganya termasuk menjalani usaha rempah-rempah itu.

”Kami di Obi memang dimanjakan oleh alam,” ujar ayah dua anak itu di Kawasan Salam Kawasi, di Pulau Obi, Senin (27/11/2023). Kawasan yang berlokasi sekitar 5 kilometer (km) dari pusat industri dan pertambangan nikel Harita Nickel itu dinamai Salam Kawasi atau kependekan dari Bersama Belajar pada Alam Kawasi, yang juga bagian dari kegiatan tanggung jawab sosial korporasi (corporate social responsibility/CSR) Harita Nickel.

Grup Harita merupakan satu dari beberapa perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Pulau Obi.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sumber daya nikel di Indonesia ialah sebesar 17,3 miliar ton dengan cadangan 5 miliar ton. Adapun produksi pada 2022 ialah 106,3 juta ton bijih nikel, 516.700 ton feronikel, dan 76.000 ton nikel matte. Dua jalur industri nikel yang telah dijalankan Indonesia ialah baja nirkarat (stainless steel) dan baterai ion litium.

Baca juga: Industri Pengolahan Nikel di Pulau Obi

Sementara itu, berdasarkan data Survei Geologi Amerika Serikat (United States Geological Survey/USGS), produksi nikel Indonesia pada 2021 sekitar 1 juta metrik ton atau 37 persen dari 2,7 juta metrik ton produksi nikel global. Jumlah tersebut meningkat dari 771.000 metrik ton produksi nikel Indonesia tahun 2020.

 Aktivitas penambangan dan industri pengolahan nikel Grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Jumat (24/11/2023).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Aktivitas penambangan dan industri pengolahan nikel Grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Jumat (24/11/2023).

Di Indonesia, pengembangan awalnya lebih banyak pada jalur produksi untuk baja nirkarat dengan proses pirometalurgi. Namun, belakangan sudah mulai berkembang produksi pada jalur baterai ion litium dengan proses hidrometalurgi. Harita mengoperasikan smelter hidrometalurgi pertama di Indonesia yang berada di Pulau Obi, yang mulai berproduksi pada 2021.

Lihat juga :

Kompas/ Eddy Hasby
Produksi Harita Nickel Pulau Obi

Sejak itu, Harita memiliki dua jenis smelter, yakni proses pirometalurgi dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan proses hidrometalurgi dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL). RKEF menghasilkan feronikel (FeNi), sedangkan HPAL menghasilkan hydroxide precipitate (MHP) untuk kemudian diproses lagi menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat.

Baca juga: Nikel Indonesia, Jantung Baterai Kendaraan Listrik Dunia

Rico Wirdy Albert, Head of Technical Support Harita Group Smelter, mengatakan, setiap tahun Grup Harita menghasilkan sedikitnya 1,4 juta ton FeNi, 365.000 ton MHP, 120.000 ton nikel sulfat, dan 30.000 ton kobalt sulfat. Saat ini, produksi MHP, nikel sulfat, dan kobalt sulfat berada di bawah PT Halmahera Persada Lygend (HPL).

Saat ini, total 3 smelter Harita yang telah beroperasi dengan rincian dua smelter RKEF dan satu smelter HPAL.

Deputy Head Nickel Sulfate and Acid Plant HPL Roy Martua Sigiro menjelaskan, saat ini mereka memproduksi 340 ton nikel sulfat per hari dan 70 ton kobalt sulfat per hari. Namun, angka itu baru separuh dari kapasitas pabrik. Produksi tersebut akan ditingkatkan menjadi 500 ton nikel sulfat per hari dan 100 ton kobalt sulfat per hari.

”Dalam setahun, kami harapkan nantinya produksi mencapai 160.000 ton nikel sulfat dan 32.000 ton kobalt sulfat. Itu baru tahap pertama dan kami optimalisasi dulu. Nanti, tahap kedua, produksi akan ditingkatkan kembali,” kata Roy.

Saat ini, total 3 smelter Harita telah beroperasi, yakni 2 smelter RKEF dan 1 smelter HPAL. Pengembangan dilakukan untuk 2 smelter baru, HPAL dan RKEF, sedang dalam tahap konstruksi.

Baca juga: Menjejakkan Kaki di Obi, ”Surga Nikel” di Maluku Utara

Iklan

Ekspansi bisnis Harita Nickel menjadi gambaran besarnya potensi nikel di Pulau Obi. Angka itu belum termasuk produksi nikel perusahaan pemegang IUP lainnya di pulau yang berjarak sekitar 240 kilometer (km) dari Ternate itu. Nikel, yang selama ini menjadi harta karun di Obi, kini dimanfaatkan untuk energi terbarukan.

Produk  nikel siap untuk dikirimkan menggunakan kapal melalui dermaga Persada di kawasan penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sabtu (25/11/2023).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Produk nikel siap untuk dikirimkan menggunakan kapal melalui dermaga Persada di kawasan penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sabtu (25/11/2023).

Peninggalan PT Antam

Masuknya perusahaan tambang ke Pulau Obi sejatinya sudah berlangsung lama. Pemerintah Desa Kawasi mencatat PT Aneka Tambang (Antam) mulai melakukan eksplorasi di Obi pada 1995. Sempat terkendala krisis ekonomi 1998, lalu dilanjutkan kembali pada awal era 2000-an. Namun, pada 2008, izin dicabut Pemkab Halmahera Selatan.

Seiring waktu, melalui sejumlah proses, Harita mendapat izin usaha pertambangan (IUP) di Pulau Obi. Berdasarkan data pada Minerba One Data Indonesia Kementerian ESDM, Harita memegang IUP Operasi Produksi nikel di Halmahera Selatan seluas 4.247 hektar mulai 8 Februari 2010 hingga 8 Februari 2030.

Berdasarkan arsip Kompas, para ahli geologi dari PT Antam di Pulau Gebe menemukan sekitar 170 juta ton cadangan bijih nikel. Deposit bijih nikel tersebut masing-masing terletak di Pulau Obi sebanyak 100 juta ton dan selebihnya di Tanjungbuli (Kompas, 18/1/1996). Sebelum penemuan itu, nikel Maluku hanya dikenal di Pulau Gebe.

 Aktivitas penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Jumat (24/11/2023). Grup Harita Nickel melalui entitas usaha PT Trimegah Bangun Persada (TBP) memiliki dua izin usaha pertambangan (IUP) seluas 5.523 hektar di bagian barat Pulau Obi.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Aktivitas penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Jumat (24/11/2023). Grup Harita Nickel melalui entitas usaha PT Trimegah Bangun Persada (TBP) memiliki dua izin usaha pertambangan (IUP) seluas 5.523 hektar di bagian barat Pulau Obi.

Kepala Urusan Kesejahteraan Pemerintah Desa Kawasi Bambang Bakir mengatakan, sebelumnya, warga Obi tidak tahu-menahu tentang kekayaan alam yang ada di dalam perut pulau tersebut. Barulah saat dimulai eksploitasi pertambangan nikel, menyadari bahwa Pulau Obi ternyata menyimpan harta karun yang dibutuhkan dunia.

Kehadiran lempeng tektonik ”Cincin Api”, yang membentang dari Samudra Pasifik hingga selatan Benua Amerika sepanjang 40.000 km, menjadi petaka sekaligus berkah. Akibat kondisi itu, hampir seluruh pulau di Indonesia, salah satunya Kepulauan Maluku, sering gempa. Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dari total 10.843 gempa pada 2022, sebanyak 35 persen terjadi di Maluku dan Maluku Utara.

Terdapat beberapa gunung api aktif di Maluku Utara, seperti Gunung Gamalama, Makian, dan Dukono. Bahkan, di Laut Banda, Maluku, terdapat lebih dari tiga gunung api bawah laut. Meski diintai bencana, keberadaan lempeng ini pula yang menjadikan daerah Maluku sebagai kawasan yang kaya mineral, seperti besi dan nikel.

Baca juga: ”Boom Nikel Indonesia, Akankah Terus Berlanjut?

Tumpukan lempeng

Wakil Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bidang Mineral (2020-2023) Yoseph CA Swamidharma mengatakan, nikel berasal dari pelapukan batuan-batuan ultramafik atau yang berasal hanya dari lempeng samudra. Lempeng Pasifik, di bawah Samudra Pasifik, dari yang seharusnya ke barat daya, terbelokkan ke arah barat karena ada desakan dari Lempeng Australia.

”Lempeng Pasifik yang terbelokkan itu kemudian patah-patah dan menumpuk (di sekitar timur Indonesia). Pada saat menumpuk lalu ke permukaan hingga terkena lapukan, hingga kemudian jadi pelindihan dan terkonsentrasi. Itu yang membuat terdistribusi di wilayah-wilayah Indonesia timur. Sementara di barat (batuannya) dari Lempeng Benua Asia,” katanya.

Pengajar kimia yang juga Guru Besar Kimia Anorganik pada Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura, Ambon, Yusthinus Male, menjelaskan, nikel laterit mengandung dua jenis mineral, yakni nikel kadar tinggi (saprolit) dan nikel kadar rendah (limonit) yang kini, antara lain, ditambang oleh Harita Nickel. Lebih dari 80 persen cadangan nikel dunia merupakan nikel laterit, sedangkan sisanya adalah nikel sulfida yang berada di lapisan lebih dalam.

Baca juga: Sertifikasi ISO Tandai Komitmen Pemrosesan Nikel yang Berkelanjutan

 Pekerja menunjukkan hasil produksi berupa feronikel di pabrik peleburan nikel (smelter) dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) di kawasan penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sabtu (25/11/2023).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Pekerja menunjukkan hasil produksi berupa feronikel di pabrik peleburan nikel (smelter) dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) di kawasan penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sabtu (25/11/2023).

Di Indonesia, cadangan nikel laterit banyak ditemukan di Pulau Sulawesi dan Kepulauan Halmahera, Maluku Utara. ”Kepulauan Maluku menjadi kaya sumber daya mineral, tetapi rentan bencana karena sering gempa,” ujar Yusthinus yang selama ini fokus meneliti kimia pertambangan.

Kehadiran lempeng tektonik ”Cincin Api”, yang membentang dari Samudra Pasifik hingga selatan Benua Amerika sepanjang 40.000 km, menjadi petaka sekaligus berkah.

Di balik tanah Obi yang merah tersimpan harta karun yang luar biasa besar. Pengelolaannya diharapkan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Baca juga: Nikel, Pedang Bermata Dua di Maluku Utara

Namun, satu hal yang patut diingat, bergantung semata-mata pada sektor ekstraktif juga dapat menyulitkan warga. Nasib warga Obi, misalnya, akan berbalik 180 derajat manakala usaha pertambangan berakhir.

Kolaborasi pemerintah daerah bersama tokoh masyarakat dan korporasi memberdayakan warga lokal sangat penting agar mereka lebih mandiri saat nikel terakhir di Obi ditambang. Dengan demikian, warga akan dapat terus menikmati berkah kekayaan Obi sampai anak cucu mereka.

Aktivitas pabrik peleburan nikel (smelter) dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) di kawasan penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sabtu (25/11/2023).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Aktivitas pabrik peleburan nikel (smelter) dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) di kawasan penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sabtu (25/11/2023).

Editor:
HAMZIRWAN HAMID
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000