Menyelesaikan Pekerjaan Rumah Kota Banjarmasin di Tahun Politik
Pembangunan Banjarmasin, tidak lepas dari dinamika di tahun politik meskipun pemerintahannya tidak dalam masa transisi.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Pembangunan di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, tidak lepas dari dinamika politik yang terjadi di tahun politik meskipun pemerintahannya tidak dalam masa transisi. Wali kota definitif harus memastikan kelancaran penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah pada 2024 serta menuntaskan program-programnya di akhir masa jabatan.
Dalam rangka menghadapi pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah pada 2024, Pemerintah Kota Banjarmasin telah memberikan dana hibah kepada penyelenggara pemilu, menggencarkan sosialisasi kepada warga untuk menggunakan hak pilih, dan menekankan pentingnya netralitas aparatur sipil negara (ASN).
Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina mengatakan, pemerintah kota rutin mengadakan pertemuan dan sosialisasi kepada masyarakat, organisasi kemasyarakatan, pelajar, dan mahasiswa melalui program di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Banjarmasin dan organisasi antariman.
”Program terbaru kami menjelang pemilu adalah mengajak masyarakat, khususnya pelajar dan mahasiswa untuk tidak golput. Melalui kegiatan Kesbangpol Menyapa, kami ingin menyukseskan pemilu dan pilkada serentak tahun 2024,” katanya di Banjarmasin, Rabu (13/12/2023).
Menurut Ibnu, Pemkot melibatkan berbagai forum masyarakat yang ada di Banjarmasin untuk mendeteksi secara dini isu-isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (sara) menjelang pemilu dan pilkada. Pada akhir November 2023, pemkot bekerja sama dengan Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin melaksanakan Religi Expo 2023.
”Kami berupaya merawat kebinekaan lewat tokoh-tokoh agama yang ada di Banjarmasin. Melalui dialog antariman dan dialog antarsuku, kita terus membangun sinergitas guna menghindari politik identitas,” katanya.
Untuk mendukung penyelenggaraan pemilu, Ibnu mengatakan, Pemkot juga telah memberikan dana hibah. Pemkot memberikan dana hibah kepada Komisi Pemilihan Umum Kota Banjarmasin sebesar Rp 50 miliar dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banjarmasin sebesar Rp 12 miliar. Selanjutnya, untuk pengamanan, Pemkot memberikan dana hibah kepada Kepolisian Resor Kota Banjarmasin sebesar Rp 7 miliar dan Kodim 1007/Banjarmasin sebesar Rp 2 miliar.
”Dalam pelaksanaan pemilu, kami juga mendorong aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkot Banjarmasin untuk menjaga netralitas,” katanya.
Menurut Ibnu, pesan untuk menjaga netralitas ASN selalu disampaikan dalam apel pagi dan ditegaskan dalam Surat Edaran Wali Kota Banjarmasin tentang Netralitas ASN tertanggal 8 Agustus 2023. Pemkot bersama Bawaslu juga sudah mengundang para lurah dalam kegiatan sosialisasi netralitas ASN.
”Sebagai garda terdepan, para lurah dituntut untuk bertindak netral dalam pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pemilihan kepala daerah serentak pada 2024,” ujarnya.
Pengamat politik dan kebijakan publik dari Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari, Muhammad Uhaib As’ad, mengatakan, dinamika politik di Banjarmasin pada tahun politik sedikit banyak dipengaruhi dinamika politik nasional. Saat ini, realitas demokrasi pada level lokal dan nasional sudah banyak dicederai oleh indikasi tipu-tipu.
”Mana ada yang netral di negeri ini. Semua omong kosong dan tipu-tipu. Memang secara diam-diam tidak berkampanye, tetapi ada juga yang diam-diam berkampanye. Kalau mau diteliti, dari 10 ASN, saya yakin tidak ada yang netral walaupun katanya mereka itu netral,” ujarnya.
Direktur Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin Abdani Solihin juga meragukan netralitas ASN meskipun sejauh ini belum ada temuan dugaan pelanggaran netralitas ASN di Banjarmasin. ”Wali kota adalah seorang politisi. Orang-orang di sekitarnya mungkin agak susah dipastikan netral,” katanya.
Tidak substantif
Selain menyangsikan netralitas ASN di Banjarmasin, Uhaib juga menyoroti program atau proyek pembangunan yang tidak substantif di tahun politik. Misalnya saja, proyek penambahan aksesori Jembatan Pasar Lama dengan anggaran Rp 11,8 miliar, renovasi rumah dinas wali kota, dan perjalanan dinas ke luar negeri.
”Saya melihat program atau proyek tersebut tidak substantif. Ini adalah kebijakan yang kurang bijak dari seorang wali kota di pengujung kekuasaannya dan juga di tahun politik,” katanya.
Uhaib tidak mempermasalahkan proyek untuk memperindah kota. Namun, menurut dia, ada yang lebih krusial untuk dikerjakan, misalnya pembenahan drainase dan gorong-gorong mengantisipasi terjadinya genangan dan banjir pada musim hujan, apalagi Banjarmasin pernah mengalami banjir besar pada awal 2021.
”Di akhir masa jabatannya, wali kota seharusnya juga menuntaskan janji-janji politiknya, seperti penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Jadi, jangan sekadar ingin menunjukkan legacy atau warisannya kepada masyarakat,” katanya.
Abdani juga berpendapat, beberapa proyek yang gencar dikerjakan pemkot di tahun politik tidak begitu urgen bagi warga, seperti proyek penambahan aksesoris Jembatan Pasar Lama. Ia pun menduga ada sesuatu di balik proyek tersebut.
”Ada hal lain yang lebih krusial untuk dieksekusi, misalnya pemberdayaan anak jalanan dan peningkatan kesejahteraan guru honorer. Ini mungkin lebih urgen daripada pembangunan fisik yang bukan skala prioritas,” katanya.
Sebagai warga Banjarmasin, Abdani juga berharap Pemkot Banjarmasin betul-betul dapat menjaga netralitas ASN dan memitigasi gesekan antarwarga di tahun politik. ”Tinggalkan kesan yang baik di tahun politik bahwa wali kota bisa menjaga netralitas ASN dan mengutamakan kepentingan warga dalam program-program pembangunan kota,” ujarnya.