700 Pelintasan Tanpa Penjagaan di Jatim Berpotensi Membahayakan Pemudik
Pemudik Natal dan Tahun Baru dari dan ke Jawa Timur agar mewaspadai risiko kematian akibat potensi kecelakaan di pelintasan kereta api.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Lebih dari 700 pelintasan kereta api tanpa penjagaan di Jawa Timur berpotensi menjadi lokasi kecelakaan fatal pemudik selama masa libur sekolah sekaligus Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
”Karena Jatim menjadi lokasi dengan mobilitas tertinggi warga selama Natal dan Tahun Baru,” kata Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Surabaya Nurhadi Unggul Wibowo kepada Kompas di ruang kerjanya di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (13/12/2023).
Nurhadi menguatkan survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan, yakni selama Natal dan Tahun Baru akan terjadi pergerakan 107,6 juta jiwa. Sebanyak 48,4 juta jiwa akan bepergian ke lokasi wisata. Dari 107,6 juta orang, mobilitas tertinggi terjadi di Jatim dengan 17,5 juta jiwa. Jatim juga menjadi tujuan mudik Natal dan Tahun Baru bagi 16,3 juta jiwa.
“Mobilitas jutaan orang dengan kendaraan itu kami khawatirkan meningkatkan risiko kecelakaan di pelintasan, terutama yang tidak dijaga,” kata Nurhadi.
Kekhawatiran itu, antara lain, melihat dari kecelakaan fatal terkini di Jatim, yakni pada Minggu (19/11/2023) pukul 19.50 di pelintasan Dusun Prayuwana, Desa Ranupakis, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang. Saat pelintasan sepi, sedang tak dijaga, dan gelap gulita karena lampu mati dan rambu tidak terbaca, minibus Isuzu ELF tertabrak KA Probowangi sehingga menewaskan 11 warga Surabaya dan membuat 4 warga luka berat, termasuk pengemudi.
Dari analisis bersama Polda Jatim, kecelakaan itu terjadi saat kendaraan berisi rombongan alumnus SMA Indah Mardi Surabaya dalam perjalanan pulang dari acara reuni di Banyuwangi. Menghindari kemacetan di jalur utama, sopir mengemudikan minibus itu lewat jalur alternatif berbekal petunjuk aplikasi peta dalam telepon seluler.
”Sopir tidak mengenal kondisi, apalagi hafal kapan kereta biasanya melintas. Pengetahuan ini penting untuk menekan risiko kecelakaan,” ujar Nurhadi.
Di sisi lain, peningkatan pemudik ke, dari, dan di Jatim diantisipasi salah satunya dengan penambahan rangkaian dan perjalanan kereta. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 8 Surabaya menambah enam KA untuk mengakomodasi peningkatan jumlah penumpang di masa Natal dan Tahun Baru.
Dari aspek teknis, peningkatan perjalanan berarti menambah frekuensi KA melintas. Misalnya, suatu pelintasan dalam sehari dilewati 10 KA. Durasi lewat KA setiap jam. Dengan peningkatan perjalanan, yang melintas misalnya menjadi 16 KA setiap 45 menit dalam sehari. ”Perubahan ini juga berbahaya bagi masyarakat yang tinggal dan beraktivitas melalui suatu pelintasan,” kata Nurhadi.
Secara terpisah, Direktur Lalu Lintas Polda Jatim Komisaris Besar Komarudin mengatakan, potensi kecelakaan di pelintasan meningkatkan risiko kemalangan secara umum dalam masa Natal dan Tahun Baru. Ancaman kecelakaan di jalan raya diprediksi meningkat karena mobilitas ke, dari, dan di lokasi wisata. Karena masa libur bulan terakhir, mobilitas masyarakat dikaitkan dengan karakter keinginan berwisata.
Mobilitas jutaan orang dengan kendaraan itu kami khawatirkan meningkatkan risiko kecelakaan di pelintasan, terutama yang tidak dijaga.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, di provinsi berjuluk ”Brang Wetan” ini ada 450 obyek wisata alam, 360 obyek wisata budaya, 520 obyek wisata buatan, dan 600 desa wisata. Lokasi wisata berkarakter berbeda, tetapi akses menantang dan berisiko macet hingga kecelakaan. ”Misalnya karena jalannya sempit, terjal, berliku, rawan longsor, dan atau jalur licin,” katanya.
Menurut Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, potensi kecelakaan di masa Natal dan Tahun Baru dengan lonjakan mobilitas pemudik menjadi tantangan besar dan berat dalam pencegahan. ”Ada dua potensi yang tidak terpisahkan, kecelakaan karena wisata dan melewati pelintasan,” ujarnya.
Djoko mencermati hasil survei bahwa 26 juta jiwa pemudik akan bepergian dengan mobil pribadi. Sebanyak 20 juta jiwa memakai sepeda motor. Pergerakan jutaan kendaraan ini menantang dalam rekayasa lalu lintas agar lancar serta terutama memberi keselamatan dan keamanan masyarakat. Padahal, dengan berkendara pribadi, masyarakat bertanggung jawab dengan keselamatan dan keamanan sendiri dari aspek keandalan moda dan kompetensi.
”Kendaraan tak layak, tetapi masih dipakai; tidak terampil, tetapi mengemudi; dan kurang waspada atau tidak patuh aturan akan meningkatkan risiko kecelakaan,” kata Djoko.
Masyarakat juga perlu mempertimbangkan musim hujan sehingga intensitas naik sebagai faktor lain yang memicu peningkatan potensi kemacetan dan kecelakaan. Akses menuju lokasi wisata yang rentan terkena banjir, longsor, ambles, licin, berliku, menanjak, dan menurun menjadi lebih berbahaya.
Risiko kian bertambah jika melewati pelintasan. Di sini, faktor-faktor pemicu kecelakaan ialah waktu; konstruksi jalan; kondisi cahaya; cuaca; jumlah lajur jalan; permukaan jalan dan rel, jenis dan usia kendaraan; median, lebar, dan geometrik jalan; jumlah sepur; serta keberadaan palang pintu.
Artinya, puluhan indikator tadi perlu disadari oleh masyarakat dan penyedia jasa angkutan untuk memastikan perjalanan masyarakat dapat selamat dan aman. Khusus di pelintasan tanpa penjagaan, amat disarankan masyarakat berpegang teguh pada slogan Berteman. Artinya, berhenti jelang pelintasan, tengok kanan kiri untuk memastikan tiada KA lewat, dan melintas saat aman.