Korupsi Tiga Mantan Petinggi KONI Sumsel Picu Kerugian Negara Rp 3,482 Miliar
Kasus korupsi dana hibah telah menurunkan kepercayaan Pemprov Sumsel ke KONI Sumsel. Akibatnya, anggaran hibah untuk KONI Sumsel macet yang membuat atlet dan pelatih belum menerima gaji total selama 12 bulan.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dugaan korupsi dana hibah dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan ke Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI Sumsel melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2021 yang dilakukan tiga mantan petinggi KONI Sumsel mengakibatkan kerugian negara Rp 3,482 miliar. Salah satu kerugian negara terbesar berasal dari belanja peralatan bertanding atlet Sumsel untuk Pekan Olahraga Nasional Papua 2021.
Hal itu terungkap dalam sidang perdana kasus tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Sumsel, Senin (11/12/2023). Sidang melibatkan dua tersangka, yakni Sekretaris Umum KONI Sumsel periode 2020-2024 Suparman Romans dan Ketua Harian KONI Sumsel 2020-2022 Ahmat Tahir.
Saat perkara itu terjadi, Suparman menjadi Pejabat Penanggung Jawab Pelaksana Kegiatan. Suparman dan Ahmat ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sumsel sejak 24 Agustus 2023 dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Pakjo Palembang.
Tersangka lain, Ketua KONI Sumsel 2020-2024 Hendri Zainuddin, belum ditahan dan belum disidangkan karena menjadi kontestan calon anggota DPRD Sumsel. Salah satu penyebabnya ada instruksi Kejaksaan Agung untuk menunda proses hukum para peserta Pemilu 2024, mulai dari calon anggota legislatif, kepala daerah, hingga calon presiden dan wakilnya. Padahal, Hendri telah ditetapkan sebagai tersangka pada 4 September 2023.
Laporan palsu
Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum yang dipimpin Iskandarsyah mengungkapkan, laporan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah dari Pemprov Sumsel ke KONI Sumsel pada APBD 2021 yang dibuat Suparman bersama Ahmat dan saksi Hendri tidak sesuai atau palsu. Adapun nilai dana hibah itu mencapai Rp 37,5 miliar.
Suparman, Ahmat, dan saksi Hendri didakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 3,482 miliar. Nilai kerugian itu berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Daerah Provinsi Sumsel di Palembang.
Rincian kerugian negaranya, yakni Rp 1,226 miliar dari total Rp 6,031 miliar anggaran untuk belanja kegiatan operasional Sekretariat KONI Sumsel, Pekan Olahraga Provinsi Sumsel XIII 2021 di Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Timur, dan Ogan Komering Ulu Selatan; serta pemusatan latihan daerah dan belanja peralatan tanding untuk PON Papua 2021. Lalu, Rp 591 juta dari total Rp 1 miliar anggaran untuk pihak ketiga pada rekening Bendahara KONI Sumsel.
Kemudian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan nilai kerugian negara Rp 1,665 miliar. Oleh karenanya, Suparman dan Ahmat serta saksi Hendri diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Dakwaan subsidernya, mereka diancam pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
”Atau, mereka diancam pidana dalam Pasal 9 UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP,” ujar jaksa.
Seusai sidang, Suparman mengatakan, pihaknya tidak mengajukan keberatan atau eksepsi atas dakwaan itu karena dirinya ingin proses hukum tersebut cepat selesai. Dia memastikan siap menjadi warga negara yang patuh dan taat hukum. Untuk itu, dirinya dan Ahmat mengikuti semua proses hukum tanpa perlawanan sejak masa pemeriksaan oleh Kejati Sumsel hingga proses persidangan.
”Kami berharap, apa pun putusan dari pengadilan ini, selain dari aspek hukum, juga ada aspek kemanusiaan dan aspek nurani. Bahwa, kami tidak punya niat sedikit pun untuk menyimpangkan, untuk memperkaya diri sendiri, dan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Kami yakin kelemahan kami adalah masalah administrasi pelaporan. Mudah-mudahan itu menjadi pertimbangan dari majelis hakim yang mulia dan jaksa penuntut hukum,” kata Suparman.
Kasus korupsi yang mencuat dalam setahun terakhir itu telah menurunkan kepercayaan Pemprov Sumsel. Akibatnya, dana hibah untuk KONI Sumsel macet yang menyebabkan 33 atlet dan 17 pelatih belum menerima gaji selama sembilan bulan terakhir dan tiga bulan di tahun lalu. Padahal, tak sedikit atlet yang menggantungkan hidupnya dari gaji tersebut karena tidak ada pekerjaan tetap lainnya.
Setelah ini, kami akan berjuang dengan menemui PJ Gubernur Sumsel. Kami ingin hak-hak kami bisa dipenuhi.
Atlet dan pelatih telah berjuang menagih hak mereka kepada pengurus KONI Sumsel 2023-2027 yang baru terpilih dari Musyawarah Olahraga Provinsi Luar Biasa di Palembang, Kamis (30/11/2023). Namun, kabarnya, KONI Sumsel hanya sanggup membayar gaji untuk dua bulan saja.
”Setelah ini, kami akan berjuang dengan menemui Penjabat Gubernur Sumsel. Kami ingin hak-hak kami bisa dipenuhi,” ujar pelari putri Sumsel, Sri Mayasari.
Jika hak para atlet itu tidak segera diselesaikan dengan tuntas, menurut Sri, bisa berdampak besar untuk masa depan olahraga Sumsel. Setidaknya, dampak dari problem ini membuat empat rekannya dari cabang anggar pindah membela DKI Jakarta. Atlet yang bertahan membela Sumsel lebih karena masih terikat kerja di Sumsel.