Kodok berpotensi menjadi primadona baru komoditas ekspor dari Sumsel. Kalau dibudidayakan dengan serius, kodok dari Sumsel bisa mendominasi pasar di Eropa, terutama Perancis dan Belgia.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kodok (Fejervarya sp) dari Sumatera Selatan diminati konsumen di negara-negara Eropa, seperti Perancis, Belgia, dan Denmark. Namun, karena masih bergantung dari tangkapan alam, volume ekspornya pun masih terbatas, bahkan cenderung menurun dalam dua tahun terakhir.
”Kodok berpotensi besar menjadi primadona ekspor dari Sumsel karena geografinya yang sebagian besar rawa. Tetapi, kita jangan terus bergantung dari tangkapan alam, lama-lama bisa habis. Jadi, kami sarankan Sumsel mengembangkan budidayanya,” ujar Kepala Badan Karantina Indonesia Sahat Manaor Panggabean dalam pelepasan ekspor di Pelabuhan Boom Baru, Palembang, Sumsel, Jumat (8/12/2023).
Sahat mengatakan, kodok yang diekspor itu dalam bentuk olahan berupa paha kodok beku. Untuk kali ini, kodok itu diekspor ke Perancis dengan nilai lebih kurang Rp 2,3 miliar.
Nilai itu relatif besar dan menarik untuk terus dikembangkan. Apalagi, persyaratan ekspor relatif tidak sulit, tinggal menjaga standar kelayakan konsumsi. ”Kalau dalam bentuk hidup, banyak aspek yang harus dipenuhi, seperti kesehatan atau penyakitnya,” kata Sahat.
Pengendali Hama Penyakit Ikan Ahli Muda di Balai Karantina Ikan Palembang Mardian menuturkan, kodok yang diekspor itu berasal dari genus Fejervarya. Sesuai namanya, kodok hidup di sawah dan lahan rawa, seperti Belitang di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ilir, dan Palembang.
Ekspor produk olahan kodok itu sudah dilakukan Sumsel sejak tahun 1980-an dan hampir tiap bulan dilakukan. Negara tujuannya sebagian besar Eropa, seperti Perancis, Belgia, dan Denmark.
Akan tetapi, karena ditangkap dari alam, volume ekspor produk olahan kodok tidak menentu, bergantung musim. Karena musim kemarau tahun ini panjang, volume ekspor pun menurun.
Pada tahun 2022, tercatat 446,412 kilogram dengan nilai Rp 55,66 miliar dari 26 pengiriman ke Perancis, Belgia, dan Denmark. Sementara per 8 Desember 2023, tercatat 245,646 kg dengan nilai Rp 53,235 miliar dari 25 pengiriman ke Perancis dan Belgia.
Oleh karena itu, apabila ada budidaya, volume ekspornya dinilai akan lebih stabil. Lagi pula, sebagian besar orang Sumsel tidak mengonsumsi kodok.
”Beruntung, karena minim pesaing dan dipengaruhi nilai tukar dollar AS, nilai ekspor produk olahan kodok Sumsel cenderung stabil dan mungkin menyamai tahun lalu karena ada beberapa hari lagi sebelum pergantian tahun,” tutur Mardian.
Dalam kesempatan sama, Sumsel juga mengekspor sejumlah komoditas pertanian dan perkebunan bernilai Rp 151 miliar ke 10 negara. Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Palembang Azhar Ismail mengatakan, komoditas berupa kayu olahan dikirim ke Jordania, China, dan India.
Adapun bubuk teh dikirim ke Malaysia dan Turki, santan kelapa ke China, dan kernel sawit ke Vietnam. Selain itu, karet lempengan diekspor ke Jepang, China, Amerika Serikat, India, Sri Lanka, dan Rusia.
”Kemudian, ada komoditas primadona asal Sumsel, yakni kelapa bulat, yang dikirim ke China, Vietnam, dan Perancis,” ujar Azhar.
Menurut Sahat, banyak lagi komoditas ekspor yang bisa dikembangkan dari Sumsel. Salah satunya, ada permintaan tambahan kuota ekspor sarang burung walet serta durian dari Indonesia.
”China menilai durian kita itu unik. Selama ini, mereka hanya menerima suplai durian montong dari Thailand. Sementara itu, Indonesia memiliki banyak variasi durian lainnya, yang rasanya manis, manis pahit, dan segala macam lainnya. Saya pikir Sumsel bisa menyiapkannya. Sumsel, kan, kampungnya durian,” katanya.
Ke depan, Sahat berkomitmen bakal membuka kanal-kanal ekspor ke beberapa negara. Mereka pun siap mendampingi para pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor, antara lain asistensi untuk memenuhi berbagai persyaratan yang diminta oleh negara tujuan ekspor.
”Kami berharap ekspor hari ini tidak sekadar seremoni. Sejauh ini, permasalahan yang kita hadapi saat negara tertentu meminta banyak persyaratan. Dengan begitu, perlu ada pendampingan kepada teman-teman pelaku usaha. Strategi di setiap daerah berbeda. Untuk itu, perlu ada kolaborasi yang baik antarpihak terkait, baik di pusat maupun di daerah,” tuturnya.
Penjabat Gubernur Sumsel Agus Fatoni mendukung upaya ekspor berkesinambungan karena mendukung perekonomian Sumsel dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ”Untuk memenuhi standar kualitas dari negara tujuan, kami akan menjalin kerja sama dengan badan karantina sebagai ujung tombak filternya,” kata Agus.