Dari Bandung untuk Dunia Tanpa Stigma
Awak Rumah Cemara bermain sepak bola tanpa sekat dalam acara FIFA Foundation Indonesia. Mereka menyebar nilai kesetaraan.
Penyintas pencandu narkoba, orang dengan HIV/AIDS, dan warga terpinggirkan lainnya menemukan rumahnya di Kota Bandung, Jawa Barat. Pesan kesetaraan melanglang buana ke sejumlah negara, salah satunya lewat sepak bola.
Kehangatan hadir dalam laga persahabatan di lapangan futsal Sampoerna Sports Club, Kota Bandung, Jumat (1/12/2023) malam. Tim sepak bola Rumah Cemara berhadapan dengan Riverside Forest, salah satu klub lokal Bandung.
Mereka berlaga dalam acara peringatan Hari AIDS Sedunia, salah satu rangkaian acara FIFA Foundation di Indonesia. FIFA adalah induk organisasi sepak bola seluruh dunia.
Tiada kemenangan yang hendak diraih, pemain kedua tim bermain gembira. Operan, tendangan, hingga teriakan penonton sejatinya pesan untuk mereka yang terpinggirkan.
Baca juga : Indonesia Kembali Usung Nilai Kesetaraan di Homelesss World Cup 2023 di AS
Adryana (30), pemain dari Rumah Cemara, paham benar rasanya disisihkan. Pernah terjerat narkoba, ia sempat sulit kembali berbaur dengan masyarakat. Curiga dan khawatir akrab dengan dia meski sudah benar-benar meninggalkan kecanduannya.
Lama sendiri, empat tahun lalu, dia menemukan Rumah Cemara. Sejak 2003, Rumah Cemara menjadi komunitas yang berjuang menghapus stigma terhadap konsumsi obat-obatan dan orang-orang dengan HIV/AIDS.
Di sana, Adryana diterima tanpa prasangka. Keahlian bermain sepak bola memudahkannya menemukan rasa percaya diri yang sempat hilang.
Percaya diri itu ia perlihatkan di laga futsal malam itu. Keringat menetes deras. Namun, senyumannya tidak hilang dari wajah. Dia bahagia bermain tanpa beban.
”Laga ini mengingatkan saya saat ikut Homeless World Cup (HWC) di Amerika Serikat, 8-15 Juli 2023. Aura persahabatannya kental. Setiap sepakannya adalah pesan untuk kesetaraan dan tanpa stigma,” katanya.
Baca juga : Kenang dan Selamatkan Wajah Pembentuk Geliat Kota Bandung
HWC juga erat dengan Rumah Cemara. Sejak 2011, Rumah Cemara ditunjuk mewakili Indonesia di HWC. Pemainnya tidak hanya dari Bandung. Rumah Cemara melakukan seleksi di sejumlah daerah di Indonesia demi mencari pemain terbaik.
”Saya bersyukur masih ada tempat di Kota Bandung yang bisa menjadi rumah aktualisasi diri, seperti Rumah Cemara. Saya bahkan tidak menyangka, lewat HWC, bisa mengharumkan Indonesia di pentas dunia,” kata Adryana.
Aditya Triana (32), pemain tim Indonesia lainnya di HWC 2023, mengatakan, sepak bola membuat hidupnya cerah lagi. Sebagai mantan pencandu yang pernah tunduk pada narkoba, hidup Aditya terpuruk. Penolakan demi penolakan dia alami.
Hingga akhirnya Rumah Cemara menyambut bakatnya bermain bola. Lebih dari menyalurkan hobi, Aditya perlahan berbaur lagi. Dia tidak canggung berbicara dengan orang lain.
Bahkan, Aditya hingga kini masih berkomunikasi dengan beberapa peserta HWC dari negara lain. Interaksinya menggunakan media sosial untuk saling sapa dan bertukar cerita.
”Kendala bahasa tidak masalah. Ketik dulu di Google Translate, baru dikirim,” ujarnya tertawa.
Kesetaraan
Kepala FIFA Foundation Mariana Banus mengatakan, meski hanya persahabatan, laga ini bermakna sangat besar. Lapangan hijau kembali jadi saksi kampanye Indonesia Tanpa Stigma lewat sepak bola.
”Ini pertama kalinya saya ke Indonesia dan Bandung. Awalnya saya pikir cuacanya panas. Ternyata kota ini sejuk dan menyenangkan, seperti laga persahabatan ini. Laga ini membuktikan kebersamaan tanpa sekat melalui sepak bola tumbuh subur di Bandung,” katanya.
Peran Rumah Cemara juga vital. Komunitas ini, kata Mariana, menjadi satu dari 114 organisasi nonpemerintahan (NGO) yang bermitra dengan FIFA Foundation. Semuanya tersebar di 69 negara.
Menurut Mariana, para mitra ini berperan menyebarkan nilai-nilai kesetaraan bagi kelompok marjinal. Mulai dari orang dengan HIV/AIDS (ODHA) hingga para penyintas pengguna obat-obatan terlarang.
FIFA, ujarnya, memandang program ini harus terus dilakukan. Alasannya, HIV/AIDS menjadi manifestasi dari kemiskinan hingga kondisi sosial-ekonomi, termasuk di Indonesia. Hari AIDS Sedunia setiap 1 Desember menjadi gerakan solidaritas global untuk melawan stigma HIV.
”Dukungan kepada Rumah Cemara ini berdasarkan kesamaan pemahaman bahwa sepak bola itu lebih dari permainan. Dengan program ini, sepak bola bisa membawa perubahan individual hingga komunitas, dan Rumah Cemara bisa menjadi agen perubahan,” ujarnya.
Sebarkan semangat
Dari Bandung, nilai-nilai kesetaraan ini lantas menyebar ke tempat-tempat lain di Indonesia. Perjalanan melawan stigma, kata anggota staf media Rumah Cemara, Prima Prakasa, dilakukan di empat lokasi.
Di Lorihua, Maluku, misalnya, digelar pertandingan persahabatan hingga membersihkan lingkungan dalam kurun waktu September hingga November 2023. Di Demak, Jawa Tengah, Rumah Cemara bersama FIFA Foundation mengadakan Football Festival pada 3 Desember 2023.
Festival sepak bola juga dilakukan bersama Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI) di Tangerang, Banten, 26 November 2023. Sebelumnya, lanjut Prima, pelatihan bersama FIFA Foundation dan ASBWI dilaksanakan di Bandung.
”Ada empat isu yang diusung dalam program kerja sama dengan FIFA Foundation kali ini, yaitu perundungan, kesadaran jender, HIV/AIDS, dan isu narkotika. Mulai dari pertandingan sepak bola wanita hingga antarpesantren,” ujarnya.
Ada empat isu yang diusung dalam program kerja sama dengan FIFA Foundation kali ini, yaitu perundungan, kesadaran jender, HIV/AIDS, dan isu narkotika. Mulai dari pertandingan sepak bola wanita hingga antarpesantren.
Ke depan, Prima mengatakan, pintu kesempatan bagi mereka yang merasa terbuang akan terus dibuka. Kini, meski tidak lagi melakukan rehabilitasi, Rumah Cemara masih mendampingi konsultasi medis hingga menyediakan alternatif kegiatan bagi para penyintas kecanduan narkotika. Contohnya, selain sepak bola, ada juga latihan tinju yang terbuka untuk siapa saja.
”Keputusan untuk lepas dari obat-obatan itu ada di tangan mereka. Kami memberikan jalan dengan pendampingan medis dan melakukan kegiatan positif agar mereka tidak semakin terjebak stigma,” kata Prima.
Stigma kerap menjadi pisau tajam yang mematikan bagi yang menerimanya. Hanya dengan mencegahnya bersama-sama, luka stigma tidak mengangga, yang ujungnya rentan mengancam nyawa. Dari Bandung, ajakan itu belum berhenti menggema.
Baca juga : Rumah Cemara Kembali Wakili Indonesia dalam Homeless World Cup