Petaka di Humbang Hasundutan
Musibah banjir bandang dari perbukitan berlereng di area Danau Toba diduga kuat akibat kerusakan hutan di bagian hulu. Kawasan hutan lindung yang semestinya jadi daerah resapan air rupanya telah dibabat habis.
Banjir bandang dan longsor yang datang tiba-tiba pada Jumat (1/12/2023) malam mengoyak ketenangan di Desa Simangulampe, Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Bencana ini menelan 2 korban jiwa dan 10 orang lainnya masih hilang.
Sejumlah pihak menganalisis musibah di lereng pegunungan dekat area Danau Toba itu diduga kuat akibat kerusakan hutan di bagian hulu. Kawasan hutan lindung yang berfungsi daerah resapan air rupanya telah dibabat habis dan tak mampu menahan limpahan air saat hujan deras.
Akibatnya, lumpur, bebatuan, hingga batang pohon menggelinding dari area gunung saat hujan deras terjadi. Selain menimbulkan korban jiwa, 14 rumah warga hilang tersapu banjir dan 21 rumah lainnya rusak berat.
Hingga Selasa (5/12/2023) pagi, 234 warga masih mengungsi di kantor kecamatan dan rumah kerabatnya masing-masing. Sementara sekitar 500 petugas gabungan masih terus berusaha mencari korban-korban yang hilang. Mereka diduga tertimbun tanah dan batu.
Bupati Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor mengatakan, 14 alat berat telah dikerahkan dalam pencarian korban. Warga setempat telah diungsikan dan mendapatkan bantuan makanan, obat-obatan, dan selimut.
Warga Desa Simangulampe, Perjuangan Banjarnahor (30), menuturkan, para korban terdampak banjir bandang masih trauma. Mereka bertahan di lokasi pengungsian dan tidak berani mendekat ke lokasi bencana karena situasinya masih rawan longsor. Hanya petugas SAR, BNPB, BPBD, dan dinas terkait yang boleh mendekat dan melakukan pencarian para korban.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto yang memimpin rapat koordinasi penanganan bencana banjir bandang pada Senin lalu juga menekankan agar tetap mewaspadai potensi bencana berulang. Sebab, hujan diprediksi masih akan terjadi.
Masih banyak warga yang membutuhkan bantuan sandang setelah rumah mereka tertimbun bebatuan. Anak-anak belum bisa sekolah karena seluruh perlengkapan belajar tersapu bencana. Warga juga dilanda bingung karena lahan garapan mereka rusak diterjang banjir. Mereka sepenuhnya mengandalkan bantuan pangan, sandang, dan papan dari negara.
Baca juga: Korban Banjir Bandang Sumut Butuh Direlokasi
Perihal penyebab banjir bandang dan longsor, Bupati Dosmar menduganya akibat maraknya pembalakan liar di hulu. Aktivitas penebangan pohon berlangsung secara ilegal dan masif. Itulah yang diduga kuat memicu bencana di Desa Simangunlampe.
Keyakinannya muncul setelah meninjau lokasi. Apalagi datang laporan dari aparat kepolisian akan dugaan pembalakan liar tersebut. Ia pun meminta agar praktik tersebut segera diusut.
Dosmar menyebut, pemerintah kabupaten tidak punya kewenangan menyangkut pengelolaan kawasan hutan lindung. Kewenangan itu ada di tingkat provinsi.
Desa Simangulampe berada di Lembah Bakara, berada di bawah Desa Habeahaan dan Desa Sitolu Bahal, Kecamatan Lintong ni Huta, dengan kemiringan lereng bukit sekitar 70 derajat. Adapun lokasi banjir bandang di Desa Simangulampe hanya berjarak 1 kilometer dari tempat Presiden Joko Widodo menanam Macadamia, 3 Februari 2022.
Hotel Senior Bakara, yang menjadi tempat menginap para menteri dan pejabat menjelang acara penanaman pohon, juga ikut rusak. Salah satu korban yang ditemukan tewas adalah karyawan hotel itu. Dua karyawan lainnya masih dinyatakan hilang.
Luas wilayah yang dilanda banjir bandang sekitar 11 hektar dari hasil pengukuran Google Earth, dengan kondisi berupa permukiman, perladangan, persawahan, dan kuburan.
Kompas mengecek aerial kondisi sekitar perbukitan di atas Danau Toba melalui Google Earth dalam lima tahun terakhir. Terjadi perubahan fungsi dan wajah perbukitan itu pada tahun 2018 dan 2023.
Dalam rentang lima tahun terjadi perubahan signifikan. Sebagian lahan yang berupa semak belukar itu mengalami pembukaan baru, bahkan didapati sejumlah titik bekas pembakaran lahan.
Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Delima Silalahi mengungkapkan, banjir bandang di Desa Simangunlampe terjadi karena kondisi hutan di daerah hulu sudah sangat kritis. Dari hasil pemantauan tim KSPPM secara langsung dan pengamatan melalui drone, ditemukan banyak pohon besar di kawasan hutan yang telah ditebang.
”Hujan yang cukup deras itu bukan semata-mata menjadi penyebab banjir, melainkan karena daerah resapan air di hulu sudah tidak ada,” kata Delima.
Hujan yang cukup deras itu bukan semata-mata menjadi penyebab banjir, melainkan karena daerah resapan air di hulu sudah tidak ada.
Banjir bandang tersebut salah satunya disebabkan oleh meluapnya Sungai atau Aek atau Rura Sibuni-buni. Menurut masyarakat setempat, Aek Sibuni-buni tersebut sempit dan debitnya kecil. Selama ini sungai itu berfungsi mengairi sawah di sekitarnya. Jadi tidak ada bayangan bahwa air sungai ini akan meluap.
Di beberapa titik banjir bandang di Simangulampe juga ditemukan banyak potongan kayu eukaliptus yang hanyut terbawa air dan lumpur. Saat ditelusuri ke hulu, ditemukan hamparan tanaman monokultur eukaliptus seluas 15,6 hektar yang baru dipanen. Pada tahap pemanenan eukaliptus juga dilakukan pembukaan jalan yang merusak anak-anak sungai. Beberapa anak sungai yang ada di sekitar areal tersebut tertutup oleh log-log kayu eukaliptus.
Setidaknya ada sembilan titik rawan longsor di sekitar lereng perbukitan dekat kawasan Danau Toba. Karena itu, ia meminta pemerintah segera melakukan mitigasi bencana. Apalagi, hujan deras diprediksi masih akan mengguyur hingga Februari 2023.
Menurut Delima, pemberian izin konsesi hutan pada perusahaan secara besar-besaran turut memicu kerusakan hutan di wilayah itu. Padahal, pengelolaan kawasan hutan di sana semestinya bisa diberikan oleh masyarakat adat.
Menurut Delima, pemberian izin konsesi hutan pada perusahaan secara besar-besaran turut memicu kerusakan hutan di wilayah itu.
Hutan gundul
Sewaktu berkunjung ke sana tahun lalu, Presiden Jokowi memperingatkan ancaman bencana akibat hutan gundul di kawasan Danau Toba. ”Saya titip agar dijaga kelestariannya. Jangan sampai malah gundul (hutan Danau Toba). Yang sebelumnya ada hutannya malah gundul, ini hati-hati,” kata Presiden kala itu.
Namun, petaka itu ternyata datang lebih cepat. Pohon-pohon yang ditanam di kawasan lereng Danau Toba belum tumbuh besar, tetapi kawasan hutan di atasnya terus-menerus digunduli.
Luas lahan sangat kritis dan kritis di daerah tangkapan air Danau Toba mencapai 28.911 hektar atau 10,98 persen dari total 263.041,68 hektar. Luas itu hampir setengah dari luas wilayah DKI Jakarta. Kondisi kritis itu berupa lahan terbuka, lahan tak produktif, dan semak.
Baca juga: Presiden Tanam Pohon di Bukit Terjal Danau Toba, Minta Lingkungan Dikonservasi
Kondisi lahan didominasi lahan agak kritis 62,88 persen (165.402,61 hektar). Hanya 20,22 persen (53.186,17 hektar) lahan dengan tidak kritis. Dengan lahan kritis yang sangat luas, kawasan Danau Toba sangat rentan erosi, banjir, longsor, dan kebakaran.
Laju reboisasi atau penanaman pohon juga lambat dibandingkan laju kerusakan lahannya. Tahun 2018, luas penanaman pohon hanya di lahan 212 hektar, lalu meningkat jadi 2.597 hektar pada 2019, dan 3.109 hektar pada 2020 dan 2021.
Bencana yang terjadi di Kabupaten Humbang Hasundutan mengingatkan kita pada bencana serupa yang terjadi di daerah lain di Indonesia. Karakteristik bencana tersebut cukup mirip, seperti banjir datang sangat mendadak dengan arus yang sangat kencang, menumpahkan batu dan potongan batang-batang pohon, menghancurkan permukiman, dan menimbulkan korban jiwa.
Baca juga: Humbang Hasundutan Banjir Bandang, 11 Orang Hilang
Dari catatan Kompas, sejumlah bencana terjadi di kawasan perbukitan dan berlereng curam dipicu oleh kerusakan alam. Pada 20 November 2023, banjir bandang menerjang Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh. Bencana yang terjadi akibat kerusakan daerah tutupan hutan itu memaksa ribuan warga mengungsi.
Pada 4 November 2021, banjir bandang juga melanda Kota Batu, Jawa Timur, saat hujan deras mengguyur sebagian lereng Gunung Arjuno yang gundul. Air bah itu meluap dari Kali Sambong, anak Sungai Brantas. Sedikitnya ada enam korban jiwa akibat bencana tersebut.
Banjir di Aceh, Sumut, dan Jawa Timur, hanyalah beberapa contoh dari bencana yang terjadi akibat deforestasi hutan.
Peristiwa banjir di Aceh, Sumut, dan Jawa Timur hanyalah beberapa contoh dari bencana yang terjadi akibat deforestasi hutan. BNPB mencatat, terjadi 30.771 bencana pada kurun waktu tahun 2012-2022. Terbanyak adalah banjir.
Sebanyak 44,95 juta jiwa terdampak, termasuk korban tewas, hilang, terluka, menderita, dan mengungsi. Sebanyak 1,03 juta bangunan rusak, meliputi rumah, fasilitas dan infrastruktur publik, serta pusat ekonomi (Kompas, 15 Mei 2023).
Kejahatan lingkungan dan pembiarannya menjadi momok yang dapat seketika menghancurkan kehidupan manusia. Akankah kita biarkan korban demi korban terus berjatuhan?