Pengamanan Kawasan Wisata di Palembang Jangan Hanya Insidental
Pos keamanan terpadu untuk meretas kriminalitas di kawasan wisata tepian Sungai Musi diharapkan tidak hanya menjadi program sesaat agar benar-benar tercipta suasana aman dan nyaman di sana.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kepolisian dan pemerintah daerah akan mengoperasikan pos keamanan terpadu untuk meretas maraknya aksi kriminalitas di kawasan wisata tepian Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, mulai Senin (4/12/2023). Respons cepat itu diharapkan tidak hanya bersifat insidental sebagaimana program keamanan sebelumnya yang hanya sesaat.
”Kami berharap pos keamanan terpadu itu tidak sekadar formalitas atau seremoni karena isunya viral di masyarakat. Kalau betul-betul ingin memastikan keamanan dan kenyamanan di sini, pos keamanan itu harus beroperasi permanen. Ingat, kawasan ini adalah wajah Kota Palembang dan satu-satunya tempat wisata alam di sini. Jadi, kita harus menjaganya bersama,” ujar Kepala Inspektorat Palembang Jamiah Haryanti seusai ”Gotong Royong dan Senam Bersama Superpol” di Benteng Kuto Besak (BKB), Minggu (3/12/2023).
Kami berharap pos keamanan terpadu itu tidak sekadar formalitas atau seremoni karena isunya viral di masyarakat.
Pos keamanan sejatinya bukan sesuatu yang baru di kawasan wisata tepian Sungai Musi, khususnya di sekitar BKB dan Jembatan Ampera. Pemerintah Kota Palembang juga mengerahkan Satpol PP Pariwisata alias Polisi Wisata untuk menyambut Asian Games Jakarta-Palembang 2018 di sana. Nyatanya, seusai Asian Games, tak terlihat lagi penampakan polisi wisata tersebut.
Jamiah mengatakan, perlu ada pos anggaran khusus agar pos keamanan terpadu kali ini bisa permanen. ”Kalau ada pos anggarannya, pos keamanan itu memiliki jaminan untuk terus beroperasi,” katanya.
Terkait sistem kerjanya, lanjut Jamiah, para personel pos keamanan terpadu tidak boleh hanya duduk di tempat menunggu laporan warga, seperti pos keamanan yang pernah ada. Mereka harus aktif bergerak mengawasi setiap sudut kawasan secara berkelanjutan.
Guna mendukung tugas itu, segenap instansi terkait perlu menyediakan kendaraan, seperti sepeda motor, untuk memudahkan tugas pengawasan tersebut.
Di sisi lain, diadakan pula pembekalan kepada para personelnya agar lebih humanis atau ramah dan melayani para pengunjung sebagaimana petugas di tempat wisata. Dengan begitu, pos keamanan itu diharapkan berfungsi optimal untuk memastikan keamanan dan kenyamanan pengunjung.
”Yang pasti, semua pihak harus melihat kawasan ini sebagai potensi bersama. Selama ini, respons atas keresahan warga cenderung karena ada isu yang viral. Ketika tidak viral, cenderung tidak ada responsnya. Padahal, potensi kriminalitas itu selalu ada, tetapi mungkin tidak semua warga mau melaporkannya,” katanya.
Pos pengamanan
Pos keamanan terpadu itu diinisiasi oleh Kepala Polrestabes Palembang Komisaris Besar Haryo Sugihartono dan mendapatkan dukungan dari Penjabat Wali Kota Palembang Ratu Dewa. Mereka bergerak cepat setelah berita mengenai sopir bus pembawa rombongan wisatawan asal Riau, Ilham Reza Hidayat (29), ditodong dengan senjata api dan senjata tajam sebelum dompetnya yang berisi uang Rp 1,5 juta diambil paksa kawanan tukang parkir liar di belakang Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) yang tak jauh dari BKB, Senin (27/11/2023) petang.
Aksi premanisme seperti itu sudah sering terjadi di kawasan wisata tepian Sungai Musi, terutama di sekitar BKB, Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II, dan Jembatan Ampera. Motifnya sebagian besar dilakukan oleh tukang parkir liar yang mematok tarif parkir yang tidak wajar di area yang dikuasainya dan di tempat parkir resmi yang dikelola pemerintah.
Kalau tidak diberi uang, mereka tidak takut untuk mengancam, menganiaya, merebut harta-benda, ataupun merusak properti korban, yaitu kendaraan yang terparkir.
”Harus diusut kenapa tukang parkir liar itu bisa berkeliaran. Sempat ada info mereka menyetor dengan pihak tertentu, seperti dinas perhubungan. Tetapi, kita tidak bisa percaya begitu saja, kita harus betul-betul menyelidikinya,” ujar Jamiah.
Selain tukang parkir liar, perbuatan premanisme juga dilakukan pengamen, tukang tato jalanan, dan pedagang kaki lima. Pengamen umumnya meminta uang dengan memaksa. Kalau tidak diberi, mereka tidak segan mencaci pengunjung dengan kata-kata kotor dan meneror.
Tukang tato sering mengubah kesepakatan tarif seusai menyelesaikan jasanya. Kalau tidak diberi uang sesuai yang mereka patok, mereka akan memeras dan nekat melakukan kekerasan. Pedagang kaki lima sering memaksa dagangannya dibeli sehingga membuat pengunjung tidak nyaman.
Yang pasti, pedagang kaki lima sudah merambah semua wilayah di kawasan wisata tepian Sungai Musi, terutama di BKB. Hal itu membuat tidak ada lagi ruang terbuka yang nyaman untuk pengunjung menikmati lanskap yang ada.
”Sebenarnya pemerintah kota telah membuat aturan. Tetapi, dalam penerapannya, kadang ada kendala dari masyarakat. Mungkin saja ada faktor keterlibatan dari pihak lain yang memberikan akses, tetapi sejauh ini, belum ada laporan seperti itu,” kata Jamiah.
Komitmen pemerintah
Kepala Dinas Pariwisata Palembang Kiagus Sulaiman Amin menuturkan, pos keamanan terpadu itu akan mulai beroperasi pada Senin (4/12/2023). Pos itu akan diperkuat oleh personel gabungan Polri, TNI, satpol PP, dan dinas perhubungan. Jumlah personelnya masing-masing tiga orang dari setiap instansi. Mereka bertugas bergantian untuk berjaga 24 jam.
Nantinya, pos keamanan terpadu itu berada di bangunan Rumah Kopi Sumsel di antara BKB dan Museum SMB II sebagai pos utama dan di bangunan pos terpadu satpol PP di bawah Jembatan Ampera sebagai pos kecil. Para petugas tidak hanya duduk, mereka juga akan terus bergerak memantau kawasan tersebut.
”Pos keamanan terpadu ini akan difungsikan permanen atau selamanya agar benar-benar tercipta keamanan dan kenyamanan di sini. Itu sesuai cita-cita Pak Kapolrestabes Palembang yang ingin menjadikan kawasan ini, khususnya BKB, sebagai percontohan destinasi yang aman dan nyaman di Palembang sebelum menyebar ke lokasi-lokasi lainnya,” tutur Sulaiman.
Menurut Sulaiman, pihaknya bersama satpol PP juga akan mendata semua pengamen dan memberikan mereka kartu pengenal. Kalau ada pengamen yang berbuat premanisme, mereka akan cepat dikenali untuk diberikan tindakan.
”Selanjutnya, kami akan berbicara dengan dinas kebudayaan untuk menjajal pelatihan agar para pengamen di sini bisa tampil lebih profesional guna menghibur dan membuat pengunjung nyaman,” ujarnya.
Untuk para pedagang, mereka akan ditata ulang dengan ditempatkan di wilayah tertentu agar tidak mengganggu lanskap. Kalau ada yang melanggar, mereka akan ditindak atau ditarik tempat dagangannya. Semua itu dilakukan agar kualitas kawasan wisata tepian Sungai Musi menjadi lebih baik. Sejauh ini, kawasan itu adalah lokasi andalan atau wajah utama pariwisata Sumsel.
Paling tidak, tahun lalu, kawasan yang mengusung tema wisata sejarah dan budaya itu mampu berkontribusi 25-30 persen dengan nilai sekitar Rp 280 miliar untuk pendapatan asli daerah (PAD) Palembang tahun lalu. Kawasan itu sekaligus menjadi program mengembalikan sungai sebagai halaman depan (water front city)Palembang.
”Agar kawasan ini memberikan manfaat lebih besar, kami butuh kolaborasi atau dukungan dari semua pihak terkait. Semuanya, dari pemangku kepentingan hingga masyarakat, harus lebih terbuka dan bersepakat menjadikan Palembang sebagai kota wisata. Kalau masih ada kepentingan tertentu, target itu akan sulit terwujud. Semoga keberadaan pos keamanan kali ini bisa menjadi titik balik untuk mengembalikan citra positif wisata Palembang,” kata Sulaiman.