Erupsi Gunung Marapi di perbatasan Agam dan Tanah Datar, Sumatera Barat, terjadi mendadak karena sudah berbulan-bulan tidak tercatat aktivitas kegempaan yang signifikan.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Gunung Marapi yang berada di perbatasan Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, mengalami erupsi, Minggu (3/12/2023) sore. Puluhan orang yang sebelumnya melakukan pendakian sedang dievakuasi.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melaporkan, Gunung Marapi erupsi pada pukul 14.54. Tinggi kolom abu teramati sekitar 3.000 meter di atas puncak dan 5.891 di atas permukaan laut. Kolom abu berwarna kelabu dengan intensitas tebal ke arah timur.
”Sekitar 5 menit lalu (pukul 18.12), ada susulan, tetapi secara visual tidak teramati. Secara rekaman, (erupsinya) lebih kecil dibandingkan yang pertama,” kata Hendra Gunawan, Kepala PVMBG Badan Geologi, Minggu sore.
Kepala BPBD Agam Bambang Warsito mengatakan, memang terjadi erupsi di Gunung Marapi. Kolom abunya membubung tinggi ke atas dan terlihat dari Kabupaten Agam. Pihaknya sudah berada di dua wilayah paling dekat dengan puncak, yaitu Kecamatan Sungai Pua dan Kecamatan Canduang.
Tim Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BPBD Kabupaten Agam, Ade Setiawan, menuturkan, hujan abu vulkanik dari erupsi Marapi terjadi di wilayah Nagari Lasi, Kecamatan Canduang. Hujan abu turun dengan intensitas tinggi.
”Hujan abu cukup pekat dan gelap terjadi di Nagari Lasi, Canduang. Sekarang sudah berhenti,” kata Ade dalam siaran pers, Minggu sore. Hujan abu vulkanik juga terjadi di Kecamatan Sungai Pua, tetapi intensitasnya rendah dan durasinya singkat.
Puluhan pendaki
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar yang mengelola Taman Wisata Alam Gunung Marapi melaporkan, berdasarkan sistem pemesanan daring, ada 70 orang yang mendaki pada hari Minggu. Sebanyak 54 orang mendaki dari pintu masuk Batu Palano dan 13 orang dari pintu masuk Koto Baru.
Menurut pelaksana harian Kepala BKSDA Sumbar Dian Indriati, BKSDA sedang mengevakuasi para pendaki dengan pemangku kebijakan terkait dan masyarakat. ”Pada pukul 17.00 sudah dievakuasi 28 orang, selebihnya sedang diupayakan,” katanya.
Dian menambahkan, Gunung Marapi berada pada status Level II. Masyarakat dan pengunjung tidak diperbolehkan masuk dengan radius 3 kilometer dari puncak atau kawah. ”Saat ini, kami nyatakan bahwa pendakian Gunung Marapi kami tutup,” ujarnya.
Kepala PVMBG Badan Geologi Hendra Gunawanan menjelaskan, erupsi Marapi kali ini terjadi mendadak. Tidak ada peningkatan aktivitas kegempaan sejak gunung ini erupsi pada awal tahun lalu. Dalam tujuh bulan terakhir, tidak ada satu gempa pun dalam sebulan.
Meskipun mendadak, kata Hendra, status Marapi berada pada Level II atau Waspada. Warga tidak diperbolehkan beraktivitas pada radius 3 km dari kawah. Dari catatan Kompas, status Level II Marapi tidak berubah sejak ditetapkan pada 3 Agustus 2011.
“”Jadi, status Level II ini untuk mengantisipasi bila terjadi letusan yang sifatnya tiba-tiba. Maksudnya, secara rekaman, aktivitasnya tidak terekam,” katanya.
Tetapi, sifat Marapi ya seperti ini. Jadi, membahayakan orang yang mendekati puncak.
Hendra memperkirakan pada erupsi kali ini ada proses yang tidak melibatkan suplai dari kedalaman atau bersifat spontan/akumulatif. Akumulasinya kecil dan pelan, tetapi berada di puncak kawah dan biasanya erupsi cuma terjadi sekali. Kondisi inilah yang sebenarnya berbahaya.
”Prosesnya tidak terekam, tetapi terkumpul pelan-pelan. Sekali keluar, ya, sudah. Inilah bahayanya. Masyarakat meskipun sudah diimbau tidak masuk radius 3 km, kalau kenyataannya tidak (dipatuhi) jika melihat tidak ada tanda-tanda yang muncul, susah menahannya (pendaki),” ujarnya.
Menurut Hendra, selanjutnya PVMBG akan memperkuat pos pengamatan Gunung Marapi. Tim dari Bandung akan turun ke sana untuk sosialisasi tentang aktivitas Marapi. ”Ada tidak ada gempa, masyarakat harus tetap waspada. Tidak bisa, mentang-mentang tidak ada gempa, kita bisa leluasa,” katanya.
Kejadian ini, kata Hendra, mengingatkan kejadian pada tahun 2017. Belasan pendaki sempat terjebak. Pendaki tetap berdatangan karena melihat tahun-tahun sebelumnya tidak ada erupsi dan gempa-gempa penting. ”Tetapi, sifat Marapi, ya, seperti ini. Jadi, membahayakan orang yang mendekati puncak,” ujarnya.
Jejak erupsi
Gunung Marapi terakhir kali erupsi pada awal 2023 dengan beberapa kali kejadian. Aktivitas kegempaan meningkat sejak 25 Desember 2022. Pada 7 Januari terjadi erupsi dengan ketinggian kolom abu sekitar 300 meter. Erupsi terbesar terjadi pada 12 Januari dengan ketinggan kolom abu 1.000 meter (Kompas.id, 12/1/2023).
PVMBG mencatat, aktivitas vulkanik Marapi pada awal 2023 didominasi oleh erupsi eksplosif yang berlangsung sejak 7 Januari-20 Februari 2023 dengan tinggi kolom erupsi berkisar 75-1000 meter dari puncak. Selanjutnya, erupsi berhenti dan aktivitas kegempaan lebih didominasi oleh gempa tektonik lokal dan tektonik jauh.
Sebelumnya, dari catatan Kompas (3/5/2018), Gunung Marapi mengalami erupsi pada 2 Mei 2018 sekitar pukul 07.03. Ketinggian kolom abu waktu itu mencapai 4.000 meter di atas puncak. Dampaknya, saat itu Kota Padang Panjang mengalami hujan abu.
Erupsi pada 2 Mei itu merupakan yang kedua sepanjang 2018. Erupsi pertama terjadi pada 27 April dengan ketinggian kolom abu di atas puncak kawah sekitar 300 meter. Status Marapi saat itu juga Level II atau Waspada. Status tersebut tidak berubah sejak ditetapkan pada 3 Agustus 2011.
Sebelumnya, pada Juni 2017, sebanyak 16 pendaki terjebak di puncak Marapi menyusul erupsi pada Minggu (4/6/2017). Sejak Minggu hingga Selasa (6/6/2017), Marapi erupsi lebih dari 50 kali. Semua pendaki akhirnya dapat dievakuasi.