Sejak 2020, Deformasi Gunung Merapi Capai 15 Meter
Gunung Merapi masih terus mengalami deformasi atau perubahan bentuk tubuh gunung. Sejak tahun 2020, deformasi berupa pembengkakan tubuh gunung api itu telah mencapai 15 meter.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
FERGANATA INDRA RIATMOKO
Gunung Merapi terlihat dari Kecamatan Sawangan, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (19/3/2021). Gunung Merapi berstatus Siaga.
MAGELANG, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah masih terus mengalami deformasi atau perubahan bentuk tubuh gunung. Sejak tahun 2020, deformasi berupa pembengkakan tubuh gunung api itu telah mencapai 15 meter.
”Deformasi hingga 15 meter ini jauh lebih besar dibanding deformasi Gunung Merapi saat erupsi tahun 2006 dan 2010. Dua tahun tersebut, rata-rata deformasi hanya sekitar empat meter saja,” ujar Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso, di sela-sela diskusi terkait konservasi kawasan Gunung Merapi di Balai Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (16/11/2022).
Agus memaparkan, deformasi yang terjadi di Gunung Merapi itu terpantau mengarah ke sisi barat laut. Sampai saat ini, proses deformasi masih terus terjadi dengan rata-rata penambahan sekitar 1 sentimeter (cm) per hari. Proses deformasi ini terpantau melalui foto Gunung Merapi yang diambil menggunakan drone.
Agus menambahkan, berdasarkan pantauan sebelumnya, bukaan kawah Gunung Merapi berada di sisi tenggara dan sekitar barat daya. Namun, dengan adanya deformasi ke arah barat laut, material vulkanik dari Merapi juga berpotensi berdampak pada sisi sebelah barat hingga barat laut.
”Pembesaran di sisi barat laut ini menjadi indikasi awal potensi terjadinya perluasan wilayah terdampak bencana erupsi Gunung Merapi,” ujarnya.
Luncuran lava pijar dari Gunung Merapi dari Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (11/3/2022) dini hari.
Deformasi Gunung Merapi ini juga dinilai menambah potensi bencana yang muncul dari aktivitas Gunung Merapi. Sebelumnya, potensi bahaya yang jelas dan mudah dilihat adalah dua kubah lava yang saat ini terpantau berada di berada di barat daya dan tengah kawah dengan volume material masing-masing terdata sebanyak 1,6 juta meter kubik dan 2,8 juta meter kubik. Apabila kubah lava itu runtuh, berpotensi terjadi awan panas.
Agus memaparkan, aktivitas vulkanik Gunung Merapi saat ini masih tinggi. Hal ini terpantau dari rata-rata jumlah guguran yang masih 100 kali per hari.
Selain itu, data seismisitas atau kegempaan Gunung Merapi juga masih tinggi dengan jumlah gempa dalam lebih dari 40 kali dalam sehari dan jumlah gempa dangkal tercatat lebih dari 20 kali dalam sehari.
Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Agus menyebut, status Gunung Merapi masih ditetapkan Siaga (Level III). Pemerintah daerah dan masyarakat diminta untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan.
”Kalau sebelumnya baru sebatas melakukan simulasi dan siap siaga untuk mengungsi dan mengosongkan wilayah selama jangka waktu hari, sebaiknya saat ini juga mulai mencoba bagaimana caranya agar bisa mengungsi dan mengosongkan wilayah selama durasi waktu satu jam saja,” kata Agus.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga melihat endapan material erupsi Gunung Merapi di Sungai Gendol, Kecamatan Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (10/3/2022).
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Edi Wasono mengatakan, segenap masyarakat di kawasan rawan bencana (KRB) III erupsi Merapi terus diingatkan untuk waspada dan siap siaga menghadapi risiko bencana erupsi. Warga juga terus mendapatkan sosialisasi informasi terkini terkait kondisi Merapi. Mereka juga dilatih untuk siap siaga melalui kegiatan-kegiatan simulasi.
Menurut Edi, seluruh warga di lereng Gunung Merapi telah siap menjadi pengungsi mandiri. Komando mengungsi nantinya datang dari koordinator di tingkat warga. Adapun dinas atau instansi seperti BPBD akan berupaya mencukupi segala sarana prasarana.
”Soal kegentingan dan kondisi alam, masyarakatlah yang lebih tahu dan terlatih mengandalkan ilmu titen (mengamati),” ujarnya.
Deformasi hingga 15 meter ini jauh lebih besar dibanding deformasi Gunung Merapi saat erupsi tahun 2006 dan 2010.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Luncuran lava pijar dari Gunung Merapi ke arah barat daya dan tenggara terlihat dari Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (10/3/2022).
Sementara itu, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Karyadi mengatakan, areal seluas 50 hektar di TNGM sudah menjadi lahan kritis dan minim vegetasi karena dirusak oleh warga yang ramai berdatangan melakukan pengerukan pasir.
Lahan yang rusak akibat penambangan pasir tersebut berlokasi 5-7 kilometer dari puncak Gunung Merapi.
”Padahal, areal di TNGM itu sebenarnya menjadi tameng atau penahan dampak erupsi agar tidak terlalu banyak material melimpas ke masyarakat yang bermukim di bawah gunung,” ujar Karyadi.