Cabuli Anak Usia 4 Tahun, Pengemudi Ojek Daring di Surabaya Ditangkap
Seorang pengemudi ojek daring di Surabaya ditangkap karena mencabuli anak perempuan berusia 4 tahun. Tindakan bejat pelaku terekam CCTV.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, menangkap seorang pengemudi ojek daring karena mencabuli seorang anak perempuan. Tindakan bejat pelaku itu terekam kamera pengawas dan rekaman tersebut sempat tersebar di media sosial.
Kepala Kepolisian Resor Tanjung Perak Ajun Komisaris Besar Herlina, Kamis (30/11/2023), mengatakan, tersangka berinisial BM (55) itu merupakan warga Mulyorejo, Surabaya. Dia diduga mencabuli anak perempuan berusia 4 tahun di wilayah Wonosari Lor, Surabaya, pada Rabu (22/11/2023) jelang pukul 14.00.
Herlina memaparkan, pencabulan itu terjadi saat tersangka mencari penumpang di Wonosari Lor. Saat itu, BM melihat seorang anak perempuan yang sedang bermain sendiri di depan rumah. BM lalu mendekati dan mencabuli korban.
Saat itu, situasi lingkungan itu sedang sepi. Namun, tindakan BM ternyata terekam kamera pengawas atau CCTV milik pengurus rukun tetangga setempat. Rekaman itu kemudian menyebar di media sosial.
Menurut Herlina, rekaman itu kemudian diketahui oleh kepolisian sehingga penyelidikan pun dilakukan. Setelah memeriksa sejumlah saksi, tim penyidik berhasil menemukan BM, lalu menangkap pelaku. ”Dari pemeriksaan, tersangka mengakui perbuatannya,” katanya.
Polisi menjerat BM dengan pasal berlapis terkait dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Dia terancam hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp 5 miliar.
Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang Indonesia (Alit) Yuliati Umrah mengatakan, pencabulan terhadap anak tidak boleh dianggap sebagai peristiwa biasa. Sebab, kejahatan ini akan membawa trauma bagi korban dalam jangka panjang. Kasus itu juga menggambarkan situasi perlindungan anak di Surabaya yang belum ideal.
”Dalam perspektif transportasi, pengelola aplikasi online belum peduli atau abai dengan child protection policy (CCP) atau kebijakan perlindungan anak,” kata Yuliati. CPP merupakan salah satu pengejawantahan dari Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Indonesia dan diwujudkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
Yuliati menambahkan, perusahaan transportasi, termasuk penyedia jasa angkutan daring, seharusnya meratifikasi CPP dalam bentuk prosedur standar operasi (SOP) yang wajib dipatuhi para pengemudi. Dengan demikian, kasus semacam ini diharapkan tak terulang lagi.
Yuliati memaparkan, kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terus terjadi juga harus menjadi bahan evaluasi terhadap predikat Surabaya sebagai kota layak anak utama. Sebab, predikat tersebut seharusnya membuat hak-hak anak di Surabaya benar-benar terpenuhi.