Ingatkan Pelajar Surabaya Siap Sambut Indonesia Emas
Pelajar di Surabaya, Jawa Timur, harus bersiap dengan kompetensi, keahlian, dan kepribadian untuk terlibat sebagai pemimpin atau pemberdaya masyarakat saat Indonesia Emas 2045.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pelajar sekolah lanjutan tingkat pertama di Surabaya, Jawa Timur, diingatkan guna mempersiapkan diri dengan kompetensi, keahlian, dan kepribadian untuk menjadi pemimpin atau pemberdaya masyarakat saat Indonesia Emas 2045.
Saat ini, di Surabaya, ibu kota Jatim, yang berpopulasi 3 juta jiwa, setidaknya 112.000 atau 37,3 persen di antaranya merupakan pelajar SLTP. Mereka terdiri atas kelahiran 2008-2009 atau akhir generasi Z dan kelahiran 2010-2011 atau awal generasi Alfa.
Para remaja ini akrab dengan sabak dan gawai sehingga terpapar pemanfaatan aplikasi dan media sosial, arus informasi, dan dampak perkembangan kecerdasan artifisial.
”Dengan media sosial, seseorang bisa menjadi cepat terkenal, tetapi juga terjatuh,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat Forum Group Discussion Menatap Surabaya Lima Tahun ke Depan, di Balai Budaya Surabaya, Selasa (28/11/2023).
Acara diadakan oleh Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Jatim yang menghadirkan lebih dari 100 siswa SMP Negeri 1, 3, 6, dan 29 Surabaya.
Seabad Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 atau Indonesia Emas 2045 tersisa 22 tahun lagi. Saat itu, para pelajar SLTP yang kini berusia 12-15 tahun telah berada dalam masa usia produktif bekerja dan berkarya, yakni 34-37 tahun.
Di usia itulah, meski masih muda, seseorang bisa sudah mantap atau mandiri dalam menyelesaikan aspek kehidupan, yakni pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, politik, dan psikologi. Mereka siap menjadi pemimpin dan pemberdaya masyarakat secara jasmani dan rohani.
Eri mengatakan, bangsa dan negara Indonesia lahir dari kaum muda yang revolusioner, progresif, produktif, dan cemerlang. Kegemilangan itu terwujud dalam Pancasila dan UUD 1945 yang melandasi cita-cita nasional Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Semangat Pancasila, yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial adalah jati diri dan landasan yang akan terus relevan bagi orang Indonesia.
”Pemimpin yang cerdas dan pintar itu bagus, tetapi dia harus punya hati yang Pancasila sehingga pengabdiannya untuk pemajuan dan kemajuan bangsa, negara, dan masyarakat,” ujar Eri.
Jika maju dan memenangi kontestasi menjadi wali kota, lima tahun mendatang, Surabaya perlu menumbuhkan kampung-kampung Pancasila yang notabene mandiri dan berperadaban maju.
Eri menyatakan telah meresmikan status 17 kampung madani, calon Kampung Pancasila. Di kampung-kampung itu setidaknya tidak ada lagi kasus bayi atau anak balita tengkes (stunting) dan warga kurang pangan dan nutrisi.
Pemimpin yang cerdas dan pintar itu bagus, tetapi dia harus punya hati yang Pancasila sehingga pengabdiannya untuk pemajuan dan kemajuan bangsa, negara, dan masyarakat.
Kampung Pancasila bersemangat Pancasila yang secara ideal tidak boleh lagi ada masalah ketuhanan (keagamaan), kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Misalnya, hidup rukun meski berbeda keyakinan, tetap gotong royong, dan memberdayakan serta menjadi inspirasi kampung lainnya.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim Lutfil Hakim alias Cak Item menambahkan, para pelajar SLTP perlu terus mengembangkan diri sehingga kompeten, terampil, bahkan ahli, dan berkarakter baik. ”Perlu paham struktur penunjang kehidupan sosial ekonomi Surabaya,” ujarnya.
Lutfil mencontohkan, struktur PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Surabaya atau soko guru ekonomi ibu kota Jatim ini adalah perdagangan besar dan eceran (28 persen), industri pengolahan (19 persen), penyediaan akomodasi dan makan minum (16 persen), serta konstruksi (9 persen).
Artinya, kompetensi dan keahlian di bidang-bidang itulah yang diperlukan untuk pemajuan dan kemajuan Surabaya. Para pelajar perlu mulai berkonsentrasi untuk menonjol dan terdepan di bidang-bidang itu.
”Dengan mengetahui, memahami, dan menguasai bidang yang menunjang kehidupan Surabaya, ditambah dengan karakter yang baik, berarti kalian siap untuk menjadi pemimpin-pemimpin,” kata Lutfil.
Ketua SMSI Jatim Samiaji Makin Rahmad mengatakan, karakter yang baik, dalam konteks kehidupan saat ini di era arus informasi, dapat mulai diwujudkan dengan bijaksana memakai media sosial. Para pelajar perlu mengetahui, memilah, dan mengonsumsi informasi sesuai dengan kebutuhan untuk kompetensi dan keahilan.
Hindari hoaks atau informasi bohong, ujaran kebencian, serta berinformasi dari sumber-sumber atau media massa yang kredibel dan bermutu. Selain itu, banyak membaca dan berkegiatan yang positif.
”Jadikan media sosial untuk memperkuat pencitraan positif kalian,” kata Samiaji. Maksudnya, jika sudah punya akun media sosial, isilah dengan unggahan yang baik dan memperlihatkan kemajuan positif dalam belajar dan berkembang. Bijaksana juga berarti menjauhkan diri dari semua aktivitas di media sosial yang menjurus ke hoaks, ujaran kebencian, disinformasi, pornografi, dan kejahatan.
Jika bijaksana, media sosial merupakan portofolio atau rekam jejak yang diharapkan positif, tetapi sesuai dengan kenyataan. Menurut Samiaji, rekam jejak di media sosial bisa menjadi pertimbangan perusahaan atau lembaga dalam perekrutan tenaga kerja profesional atau ahli-ahli. Rekam jejak setidaknya memberikan gambaran psikologis seseorang.
”Di media sosial terkadang dapat dirasakan karakter seseorang itu calon pemimpin atau bukan,” ujar Samiaji.