Jaga Netralitas, Umat Beragama Diminta Tidak Provokasi Gunakan Agama
Rohaniwan dan umat beragama diminta untuk tetap tenang dan menjaga netralitas. Mereka diminta tidak melakukan provokasi untuk memengaruhi pilihan, terutama provokasi menggunakan agama.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Menjelang Pemilu 2024, segenap rohaniwan dan umat beragama di Magelang, Jawa Tengah, diminta tetap menjaga netralitas dan tidak saling memprovokasi. Sikap netral itu harus tetap dijaga sekalipun sebagian umat kemudian memilih bergabung dalam tim sukses atau tim pemenangan bagi calon anggota legislatif ataupun pasangan calon presiden-calon wakil presiden.
”Menjadi anggota tim kemenangan dalam pemilu atau tidak, setiap orang tetap harus menghargai pilihan masing-masing individu. Kita harus selalu ingat pemilu hanyalah kegiatan sementara, sedangkan persaudaraan adalah sesuatu hal yang harus kita jaga selamanya,” ujar Vikaris Episkopal Kevikepan Kedu Romo Antonius Dodit Haryono, Pr saat ditemui seusai acara deklarasi Pemilu Damai 2024 oleh masyarakat lintas agama dan kepercayaan di Alun-alun Magelang, Sabtu (25/11/2023).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Deklarasi damai ini dihadiri dan dilakukan oleh perwakilan dari lima agama, yakni Islam, Katolik, Kristen, Buddha, dan Hindu, serta penghayat kepercayaan dan penganut Khonghucu. Ada enam poin penting yang diserukan dalam deklarasi, antara lain menolak kampanye hitam dan politik uang serta menolak politisasi agama yang bisa memecah belah persatuan umat.
Sebagai bagian dari bangsa, Romo Dodit mengatakan, segenap rohaniwan dan umat beragama sama-sama bertanggung jawab untuk melaksanakan pemilu dengan aman dan beradab. Proses ini juga harus dilalui sebagai bagian dari mekanisme memilih pemimpin-pemimpin baik bagi negara dan bangsa.
Pemilu adalah kegiatan yang bagus untuk dilaksanakan. Kendati demikian, segenap umat juga diminta mewaspadai sisi negatif yang biasanya muncul dalam pemilu, antara lain adanya gesekan kepentingan, perbedaan pilihan yang kerap kali dibarengi sikap emosional, menghalalkan secara cara, termasuk menggunakan politik identitas, termasuk di dalamnya menggunakan agama sebagai alat untuk memenangkan pertarungan dalam pemilu.
Kebencian akan berujung pada permusuhan dan itulah nantinya yang akan membuat keharmonisan kita menjadi retak.
Secara khusus, menurut dia, penggunaan agama untuk kepentingan politik ini menjadi sesuatu hal yang sama sekali tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, untuk kepentingan kemenangan seorang calon, agama biasanya acap kali dipakai seenaknya untuk memecah belah persatuan dan keharmonisan yang ada di masyarakat.
”Hal itu jelas tidak bisa dibenarkan karena agama semestinya digunakan untuk mencerahkan hati dan budi setiap manusia,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Rois Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Magelang Ahmad Zainuddin juga mengingatkan segenap umat beragama dan masyarakat agar jangan sampai terjerumus dalam sikap moral politik yang tidak baik, seperti fanatisme terhadap calon tertentu yang biasanya juga menimbulkan kebencian kepada kelompok lain yang berbeda pilihan.
”Kebencian akan berujung pada permusuhan dan itulah nantinya yang akan membuat keharmonisan kita menjadi retak,” ujarnya. Segenap masyarakat, menurut dia, harus lebih mementingan kepentingan yang lebih besar, yaitu kesejahteraan bersama.
Sama seperti diungkapkan Romo Dodit, Ahmad menuturkan, politik dan pemilu sebenarnya adalah sesuatu hal yang baik. Namun, kita semua harus menyadari bahwa pemilu hanyalah sebatas jalan, cara untuk meraih tujuan yang lebih besar, yaitu memilih pemimpin-pemimpin yang baik untuk kelangsungan pemerintahan di masa mendatang.
Wali Kota Magelang HM Nur Aziz dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Magelang Agus Satiyo Haryadi mengatakan, kontestasi politik seperti pemilu akan selalu dipenuhi oleh strategi dan intrik politik.
Namun, dia pun menyerukan agar segenap masyarakat dapat tetap mengedepankan kedewasaan dan kesantunan dalam berdemokrasi dan berpolitik sehingga situasi tetap kondusif. Kedewasaan sikap ini harus terus dijalankan terutama saat menjalani masa kampanye, 28 November 2023 hingga 10 Februasi 2024.
Dia pun meminta setiap unsur yang terlibat nantinya tetap melaksanakan kampanye secara tertib dan sesuai aturan. Kampanye diharapkan tidak mengganggu aktivitas keseharian masyarakat dan tetap menjaga kenyamanan lingkungan di sekitarnya.