Sebelas Bulan Atlet dan Pelatih Tidak Digaji akibat Sengkarut KONI Sumsel
Atlet dan pelatih menjadi korban sesungguhnya dari sengkarut dugaan kasus korupsi yang menjerat tiga petinggi KONI Sumsel 2020-2024. Akibatnya, atlet dan pelatih tidak menerima gaji total selama 11 bulan.
Atlet dan pelatih adalah korban sesungguhnya di balik sengkarut dugaan kasus korupsi yang menjerat tiga petinggi Komite Olahraga Nasional Indonesia Sumatera Selatan. Akibat skandal itu, atlet dan pelatih tidak menerima gaji selama sebelas bulan. Namun, demi mengharumkan Sumsel di Pekan Olahraga Nasional Aceh-Sumatera Utara 2024, atlet dan pelatih tetap melaksanakan pelatihan meskipun harus merogoh kocek pribadi.
Kondisi Sri Mayasari (29), pelari putri spesialis nomor 400 meter, tampak kurang sehat saat menjalani latihan sore di Lapangan Atletik 2 Kompleks Olahraga Jakabaring, Palembang, Kamis (23/11/2023). Berulang kali, Sri mengeluarkan batuk berbunyi keras dan sepertinya cukup menyiksa tenggorokan.
Baca juga: Musyawarah Luar Biasa KONI Sumsel Kunci Menyelamatkan Olahraga Sumsel
Akan tetapi, Sri tidak mengeluh. Bahkan, Sri mampu menyelesaikan tiga kali pengambilan waktu berlari dengan jarak 300 meter. ”Hari ini, saya memang kurang enak badan. Tapi, hajar terus. Latihan saya tidak bisa berhenti. Sekali berhenti, performa saya bisa turun drastis dan susah untuk mengembalikannya,” ujar Sri sehabis latihan.
Tekad itu menjadi bukti bahwa Sri teguh menjalani komitmennya sebagai atlet Sumsel. Padahal, Sri tidak menerima sepeser pun gaji dalam delapan bulan terakhir. ”Kalau dihitung, saya tidak menerima gaji total selama 11 bulan, dengan rincian delapan bulan di tahun ini dan tiga bulan di tahun lalu,” kata Sri yang memecahkan rekor nasional 400 meter dengan waktu 53,21 detik di Pekan Olahaga Nasional (PON) Papua 2021.
Selama tidak menerima gaji yang sebesar Rp 8 juta per bulan, Sri harus mengeluarkan dana pribadi untuk membeli bahan bakar ke lokasi latihan. Adapun atlet kelahiran Sekayu, Musi Banyuasin, 24 April 1994, itu latihan pagi-sore nyaris setiap hari kecuali Rabu sore, Sabtu sore, dan Minggu sore.
Selain itu, Sri harus membeli sendiri suplemen tambahan sekitar Rp 1,5 juta per bulan. Dia juga mesti membeli sendiri sepatu khusus lari. ”Pelari butuh minimal dua sepatu khusus lari untuk perlombaan. Karena duit pribadi terbatas, saya beli sepatu tambahan, tetapi bekas dari teman sekitar Rp 3,5 juta. Kalau beli baru, harga sepatu itu sampai Rp 6 juta,” tutur Sri yang pernah membela Indonesia di SEA Games Vietnam 2021 tahun lalu.
Pelari butuh minimal dua sepatu khusus lari untuk perlombaan. Karena duit pribadi terbatas, saya beli sepatu tambahan, tetapi bekas dari teman sekitar Rp 3,5 juta. Kalau beli baru, harga sepatu itu sampai Rp 6 juta.
Untuk sementara, semua kebutuhan itu Sri penuhi dengan menyisikan penghasilan dari gajinya sebagai TNI AD Kodam II Sriwijaya. ”Saya beruntung masih ada gaji di luar profesi atlet. Bagaimana dengan kawan-kawan lain yang hanya bergantung dari gaji sebagai atlet, tak sedikit yang memilih tidak berlatih lagi. Ada pula yang berniat untuk pindah ke daerah lain seusai PON Aceh-Sumut 2024,” ucap Sri yang menargetkan kembali memecahkan rekornas di PON 2024.
Derita pelatih
Tak hanya Sri, sang pelatih Bastoni pun tidak menerima gaji selama delapan bulan terakhir dan tiga bulan pada tahun lalu. Bastoni yang berstatus guru pegawai negeri sipil (PNS) untuk mata pelajaran olahraga di Sekolah Dasar Negeri 229 Palembang sejatinya mulai enggan untuk melatih.
Itu karena lebih banyak modal yang dikeluarkan Bastoni dibandingkan tambahan penghasilan yang bisa diterimanya dari melatih saat ini. ”Daripada tetap melatih yang tidak ada kepastian penghasilannya, saya lebih baik pergi ke kebun. Kecil-kecil, saya ada kebun dan ada penghasilannya. Lagi pula, kami ada keluarga yang mesti dinafkahi,” tutur Bastoni yang melatih Sri kurang lebih 15 tahun terakhir.
Namun, karena iba dengan tekad Sri, Bastoni akhirnya luluh untuk tetap mendampingi Sri. ”Saya kasihan dengan Sri. Kemauannya berlatih masih tinggi walaupun tidak ada perhatian sama sekali dari pemerintah. Kalau Sri tidak berlatih lagi, saya sudah lama berhenti melatih,” kata Bastoni.
Baca juga: Jadikan Pengungkapan Kasus Momentum Perbaikan KONI Sumsel
Bastoni mengungkapkan, di cabang atletik, kondisi prihatin itu tidak hanya dirasakan Sri dan dirinya, tetapi juga pelari gawang 110 meter Rio Maholtra dan pelatihnya, A Kadir Sani. Akan tetapi, karena sama-sama ada penghasilan di luar bidang olahraga, mereka masih bisa memenuhi kebutuhan untuk pelatihan. Rio berstatus TNI AD di Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), sedangkan Kadir guru PNS di sekolah dasar di kawasan Banyuasin.
Sekretaris Umum Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Sumsel Zulfaini M Ropi, di sela Rapat Kerja KONI Sumsel 2023 di Palembang, Rabu (22/11/2023), mengatakan, sejauh ini, hanya dua atlet dan dua pelatih di cabang atletik yang digaji oleh pemerintah melalui KONI Sumsel. Mereka adalah Sri dan Bastoni serta Rio dan Kadir.
Sementara itu, atlet dan pelatih lain ada yang diberi honor oleh Sekolah Olahraga Negeri Sriwijaya (SONS) serta sebagian dari Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Sumsel. ”Tetapi, ada juga yang tidak menerima gaji dari mana pun karena tidak dapat gaji dari pemerintah dan tidak ada atau belum ada pekerjaan tetap di luar olahraga,” ucap Zulfaini.
Nihil dana pembinaan
Dalam rapat kerja yang diikuti 17 pengurus KONI kabupaten/kota di Sumsel dan 58 pengurus cabang olahraga tingkat provinsi tersebut, hampir semuanya angkat bicara untuk mengemukakan persoalan yang terjadi di tubuh KONI Sumsel dalam empat tahun terakhir. Salah satu yang paling menonjol adalah mereka mengeluhkan tidak ada perhatian sama sekali untuk pembinaan.
Baca juga: Buktikan Manfaat KONI
Zulfaini menuturkan, sama seperti yang dialami cabang-cabang lain, PASI Sumsel tidak menerima sepeser pun bantuan dana pembinaan selama kepengurusan KONI 2020-2024, persisnya pada 2020 hingga 2023. ”Kalau ada kejuaraan di luar Sumsel, kami tetap ikut dengan anggaran mandiri yang seadanya. Bahkan, kami berangkat naik bus untuk ikut dua kejurnas terakhir (di Semarang 2022 dan Solo 2023),” ujarnya.
Menurut Zulfaini, pernah ada bantuan Rp 36 juta untuk PASI Sumsel pada 2021 karena menghasilkan tiga emas dalam PON 2021. Namun, setahun kemudian, anggaran itu diminta dikembalikan karena ada pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus dugaan korupsi dana hibah dari Pemerintah Provinsi Sumsel kepada KONI Sumsel dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021. Kasus ini menelan kerugian negara sebesar Rp 5,2 miliar.
Kasus itu membuat Ketua KONI Sumsel 2020-2024 Hendri Zainuddin ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sumsel pada 4 September 2023. Sebelumnya, Sekretaris Umum KONI Sumsel Suparman Roman dan Ketua Harian KONI Sumsel 2020-2022 Ahmad Tahir ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Agustus 2023. Saat perkara itu terjadi, Suparman menjadi pejabat pelaksana teknis kegiatan.
Sejauh ini, Hendri belum ditahan, sedangkan Suparman dan Ahmad langsung ditahan di Rumah Tahanan Pakjo Palembang. ”Ini masa-masa sulit dunia olahraga Sumsel. Kami berharap derita ini tidak terulang lagi di kepengurusan KONI Sumsel periode berikutnya,” ucap Zulfaini.
Baca juga: Mubazir Membentuk Satuan Kerja KONI
Dampak masalah hukum
Pelaksana Tugas Ketua KONI Sumsel Andrie Tardiawan Utama Soetarno mengakui adanya masalah di tubuh KONI Sumsel sehingga dirinya ditunjuk sebagai pelaksana tugas ketua sejak awal Oktober 2023. Masalah muncul karena tiga unsur pimpinan KONI Sumsel terjerat kasus hukum.
Kasus hukum itu telah menurunkan kepercayaan Pemerintah Provinsi Sumsel. Itu membuat KONI Sumsel tidak bisa menerima anggaran bantuan dari pemerintah daerah untuk pembinaan atlet di setiap cabang olahraga, operasionalisasi KONI Sumsel, ataupun persiapan Musyawarah Olahraga Provinsi Luar Biasa KONI Sumsel yang dijadwalkan pada 29 November 2023.
”Memang susah, saya lihat peta anggaran KONI Sumsel, aduh, memang terlalu. Maka itu, mudah-mudahan musyawarah ini bisa terlaksana dan kita bisa memilih ketua baru yang benar-benar mampu dan berkomitmen untuk memperbaiki olahraga Sumsel,” tutur Andrie.
Selama ini, titik permasalahan KONI Sumsel adalah struktur organisasi yang terlalu gemuk. Pada tahun 2020, jumlah pengurus KONI Sumsel mencapai 200-an orang sebelum kemudian berkurang menjadi 150-an orang. Selain itu, anggaran dipakai untuk biaya operasional organisasi.
Wakil Ketua I KONI Pusat Suwarno menyampaikan, segenap permasalahan yang terjadi itu menimbulkan ironi untuk olahraga Sumsel. Dengan fasilitas olahraga bertaraf dunia bekas SEA Games Jakarta-Palembang 2011 dan Asian Games Jakarta-Palembang 2018 di Kompleks Olahraga Jakabaring, semestinya olahraga Sumsel bisa berbicara lebih banyak di tingkat nasional.
Baca juga: Nasib Mantan Atlet Diabaikan, Korupsi Diteruskan
Nyatanya, seusai menjadi tuan rumah PON 2004, jumlah kontingen Sumsel terus merosot di empat PON berikutnya. Itu mengindikasikan jumlah atlet Sumsel yang bisa lolos kualifikasi PON semakin rendah. Secara grafik, prestasi kontingen Sumsel juga terus menurun dari PON Kalimantan Timur 2008, PON Riau 2012, hingga PON Jawa Barat 2016 walau sedikit membaik di PON 2021.
Dalam Pekan Olahraga Wilayah Sumatera XI di Riau 2023, Sumsel pun kesulitan bersaing dengan Riau yang menjadi juara umum, Bangka Belitung yang berada di urutan kedua, dan Sumatera Barat di peringkat ketiga. ”Dengan jumlah penduduk yang lebih besar dan fasilitas olahraga lebih mumpuni, tidak wajar kalau prestasi olahraga Sumsel kalah dari Riau, Babel, dan Sumbar,” ujar Suwarno.
Rentetan permasalahan itu diharapkan menjadi pelajaran untuk semua pemangku kepentingan olahraga Sumsel. Jangan sampai hak atlet dan pelatih terabaikan karena mereka telah bermandikan keringat, air mata, dan darah demi mengejar prestasi untuk mengharumkan ”Bumi Sriwijaya” di pentas olahraga nasional.