Berbagai langkah antisipasi disiapkan jelang musim hujan, di antaranya perahu, titik pengungsian, hingga teknologi modifikasi cuaca.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Badan Penaggulangan Bencana Daerah Sulawesi Selatan mulai menyebar perahu dan menyiapkan titik pengungsian untuk antisipasi musim hujan. Selain itu, BPBD juga memetakan titik-titik rawan banjir dan longsor hingga menyiapkan skenario teknologi modifikasi cuaca.
Kepala Pelaksana BPBD Sulsel Amson Padolo, Senin (13/11/2022), di Makassar, mengatakan, langkah antisipasi ini dibuat berdasarkan kajian risiko bencana. Pengalaman banjir di sejumlah wilayah juga menjadi perimbangan dalam mengantisipasi datangnya musim hujan.
”Di titik rawan banjir, kami sudah menyebar dan menyiagakan perahu. Di kabupaten dan kota kami juga sudah meminta BPBD memetakan titik-titik untuk lokasi pengungsian, misalnya di rumah ibadah atau dataran tinggi. Informasi BMKG tentu juga jadi pegangan,” kata Amson.
Pemetaan titik rawan banjir di antaranya meliputi Makassar, Barru, Parepare, Sinjai, Bantaeng, Luwu Utara, dan Bulukumba. Adapun wilayah rawan longsor meliputi Gowa, Maros, hingga Tana Toraja dan Toraja Utara.
Amson menyayangkan hingga kini BPBD di kabupaten/kota masih mengalokasikan anggaran lebih besar untuk tanggap darurat ketimbang mitigasi. ”Padahal, mestinya mitigasi lebih diutamakan. Namun, kami tetap berupaya melakukan berbagai langkah antisipasi, termasuk sudah memikirkan langkah teknologi modifikasi cuaca jika nanti curah hujan cukup besar,” katanya.
Akhir 2022 hingga Maret lalu, bencana banjir dan longsor terjadi di sejumlah kabupaten dan kota di Sulsel. Longsor di beberapa lokasi menyebabkan belasan warga tewas tertimbun. Banjir juga menerjang sejumlah wilayah hingga merendam 10 dari 15 kecamatan di Makasaar.
Pemetaan titik rawan banjir di antaranya meliputi Makassar, Barru, Parepare, Sinjai, Bantaeng, Luwu Utara, dan Bulukumba. Adapun wilayah rawan longsor meliputi Gowa, Maros, hingga Tana Toraja dan Toraja Utara.
Beberapa waktu lalu, pakar kebencanaan sekaligus ahli geologi Universitas Hasanuddin, Profesor Adi Maulana, mengingatkan tentang posisi Sulawesi Selatan yang masuk dalam sepuluh provinsi di Indonesia dengan indeks risiko bencana tinggi. Dua jenis bencana yang membayangi wilayah ini adalah banjir dan longsor.
”Tingkat kerawanan bencana di sejumlah wilayah di Sulsel, termasuk di wilayah Luwu, cukup tinggi. Selain kondisi alam, iklim juga sangat rentan menyebabkan bencana hidrometeorologi,” katanya.
Di Makassar, warga di sejumlah titik rawan banjir sudah terbiasa dengan rutinitas mengungsi setiap musim hujan. Ini misalnya di wilayah Antang, Tamalanrea, Biringkanaya, dan beberapa kawasan lainnya.
”Setiap kali musim hujan, daerah ini pasti banjir karena menjadi pelintasan air. Ya kami pasrah. Setiap banjir warga mengungsi ke masjid. Begitu surut, kembali ke rumah. Saat hujan kembali deras, ya mengungsi lagi,” kata Murdiono, warga Daya, Makassar.
Di Makassar, antisipasi banjir di antaranya dilakukan dengan pembersihan dan pengerukan kanal. Makassar adalah hulu sejumlah sungai dan alirannya membelah permukiman di Makassar melalui kanal-kanal kota.
Berdasarkan data BBWS Pompengan-Jeneberang, ada dua sungai utama yang mengalir di Kota Makassar, yaitu Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo. Sungai ini memiliki sembilan anak sungai yang alirannya melintasi Makassar. Kesembilan anak sungai ini adalah Sungai Mangalarang, Sungai Balangturungan, Sungai Biringje'ne, Sungai Sakbeng, Sungai Kajenjeng, Sungai Matta, Sungai Induk Bontomanai, Sungai Sailong, dan Sungai Taccerakang.
Selain itu, ada tujuh kanal yang merupakan infrastruktur pengendali banjir. Ketujuh kanal ini adalah Kanal Sinrijala, Panampu, Jongaya, Perumnas, Pampang, Gowa, dan Antang. Sungai-sungai dan aliran kanal ini bermuara di Selat Makassar dan melintasi wilayah permukiman di Makassar.