Banjir Makassar, Saat Seantero Kota Terendam Air Bah
Banjir yang melanda Makassar, Senin (13/2/2023), tercatat sebagai banjir terbesar selama lebih dari 20 tahun terakhir. Alih fungsi lahan dan perilaku warga turut andil dalam munculnya persoalan lingkungan ini.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·5 menit baca
KOMPAS/RENY SRI AYU ARMAN
Kawasan Jalan Cendrawasih tergenang, Senin (13/2-2023). Hujan deras yang turun sejak Senin dini hari memicu banjir di sebagian besar wilayah di Makassar.
Hari itu masih pagi benar saat warga dikejutkan dengan luapan banjir di seantero kota. Sebenarnya, setiap kali hujan deras, ada beberapa kawasan yang menjadi langganan banjir di kota ini. Namun, Senin pagi itu air menggenangi hampir seluruh kota.
Jalan-jalan utama berubah menjadi seperti sungai. Permukiman yang selama ini tak pernah banjir ikut terendam. Ruang bawah tanah atau areal parkir dan lobi di sejumlah hotel serta pusat perbelanjaan tak luput dari terjangan banjir.
Kawasan ikonik Makassar, Pantai Losari, tempat rumah jabatan wali kota berada, sepanjang pagi hingga siang tak ubahnya sungai. Mulai Jalan Cendrawasih hingga Jalan Haji Bau, tak jauh dari Rumah Jusuf Kalla, ketinggian air mencapai lebih dari 50 sentimeter. Di Jalan Nuri, kanal dan jalan tak lagi bisa dipisahkan. Kapal-kapal nelayan, terbawa air hingga ”mendarat” di jalan raya.
Susah payah warga menerobos jalan dan luapan air mencari lokasi aman, tetapi akhirnya banyak yang terjebak. Kendaraan berderet panjang di sejumlah ruas jalan. Sebagian besar mogok, sebagian lagi diparkir, menunggu air surut. Di Jalan Pettarani dan Jalan Trans-Sulawesi, mulai Urip Sumoharjo hingga Perintis Kemerdekaan, kendaraan terjebak kamecatan sangat panjang, nyaris tak bergerak.
RENY SRI AYU ARMAN
Suasana banjir yang merendam kota.
Sepagi itu tim, SAR, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), serta aparat TNI dan Polri sibuk mengevakuasi warga yang rumahnya terendam hingga lebih dari 1 meter. Perahu karet disebar ke berbagai penjuru. Warga panik. Orangtua yang sejak pagi bersusah payah menerobos banjir untuk tiba di rumah seusai mengantar anak mereka ke sekolah harus kembali menerobos jalan menjemput anak mereka. Pelajar diliburkan karena cuaca menjadi kian buruk.
Selama lebih dari 20 tahun terakhir, agaknya inilah banjir terparah yang menerjang Makassar. Berdasarkan data BPBD Makassar, banjir pada Senin lalu merendam sebanyak 10 dari 15 Kecamatan di kota ini. Jika menghitung daratan, ada 14 kecamatan karena satu lainnyadi pulau. Setiap tahun, biasanya paling banyak banjir merendam hingga empat kecamatan saja.
”Lebih dari 30 tahun saya tinggal di sini dan baru kali ini rumah saya kemasukan air. Ini benar-benar parah,” kata Antonius (60), warga Kelurahan Mappala, Makassar.
Akumulasi persoalan
Saat banjir terjadi, sejak Senin dini hari air seolah tumpah dari langit. Hujan ekstrem mengguyur Makassar nyaris tanpa henti hingga Senin sore. Pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar mencatat, saat itu curah hujan mencapai lebih dari 200 milimeter.
DOKUMENTASI BPBD SULSEL
Warga yang terjebak banjir berusaha keluar dari permukiman di sejumlah wilayah di Makassar, Senin (13/2/2023). Perahu karet disiagakan untuk mengevakuasi warga.
Ahli tata kota sekaligus sumber daya air Universitas Hasanuddin (Unhas), Farouk Maricar, mengatakan, hujan hanyalah pemicu. Di luar soal itu, banjir adalah akumulasi berbagai persoalan kota. Dia menyebut, selama ini rambu-rambu pembangunan banyak dilanggar.
Dia mencontohkan banyaknya jalur dan kantong air serta sempadan sungai yang beralih fungsi menjadi permukiman. Padahal, Makassar dilintasi anak-anak sungai yang bermuara di Selat Makassar. Anak-anak sungai ini berasal dari sungai besar di Gowa dan Maros. Perlintasan anak sungai ini di antaranya melewati permukiman.
Banyaknya permukiman di sempadan sungai ataupun jalur air membuat aliran sungai makin mengecil di muara. Sebagai contoh adalah Sungai Daya yang hulunya selebar 125 meter, tetapi mengecil hingga tersisa 1 meter di hilir.
Beberapa kawasan yang dulunya berfungsi sebagai resapan air, misalnya kawasan Tanjung, yang berbatasan dengan Selat Makassar, kini berganti permukiman. Dahulu, kawasan ini adalah daerah rawa dan menjadi hilir bagi air dari Sungai Jeneberang.
RENY SRI AYU ARMAN
Tim SAR gabungan memantau permukiman yang terendam banjir di Perumnas Antang, Makassar, Selasa (22/12/2020). Di permukiman ini, sebagian rumah sudah ditinggal pemiliknya untuk mengungsi. Ketinggian air mencapai lebih dari 1 meter sejak tiga hari lalu.
Dalam data Pemkot Makassar, pengembangan permukiman di Kawasan Bukit Baruga juga menutup sebagian jalur air. Lokasi ini berada di ketinggian dan selama ini tak pernah banjir. Kini, jalan-jalan utama di permukiman di kawasan ini ikut terendam. Selama ini pengembang permukiman di kawasan ini mengusung semboyan ”kawasan bebas banjir”.
Perumahan Antang dan permukiman di Paccerakkang Daya juga menjadi lokasi jalur air. Selama ini, sebagian kawasan ini menjadi langganan banjir. Bahkan, saat Makassar tak hujan, tetapi daerah hulu di Gowa dan Maros hujan, wilayah ini menjadi seperti sungai. Ketinggian air di sebagian permukiman ini bisa mencapai 2 meter.
Menurut Farouk, selain tertutupnya jalur air, persoalan lain adalahkinerja sistem drainase dan konektivitas antardrainase. ”Kadang tidak sinkron antara drainase primer, sekunder, dan tersier. Walau beda pengelola, mestinya konektivitas dan kinerja drainase ini dioptimalkan,” katanya.
Soal jalur air dan alih fungsi lahan, Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto tak menampik. ”Daerah bantaran sungai atau aliran sungai ini sudah dipenuhi permukiman. Ada sejumlah kawasan pengembangan perumahan yang jelas-jelas menutup jalan air. Persoalannya banyak permukiman yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu,” katanya.
KOMPAS/RENY SRI AYU ARMAN
Seorang anak melintasi banjir di Puri Pattene, Makassar, Sulawesi Sekatan, Selasa (14/2/2023). Walau hujan berangsur reda, permukiman ini masih terendam.
Tidak terelakkan
Menurut Farouk, di tengah perubahan iklim yang kian tak menentu, banjir adalah hal yang tak bisa dielakkan. Namun, dengan upaya antisipasi dan mitigasi, dampak banjir bisa diminimalkan.
”Saat daerah resapan menjadi permukiman mestinya ada pengganti untuk tempat parkir air, misalnya dengan membuat kolam retensi. Ini yang harus dilakukan. Makanya, rambu-rambu, dalam hal ini rancangan tata ruang, jangan hanya bagus saat penyusunan, tetapi tak diterapkan. Jika terus dilanggar, persoalan banjir ini akan makin parah dari tahun ke tahun,” katanya.
Dia juga berharap kesadaran masyarakat untuk melakukan antisipasi dan mitigasi. Salah satunya dengan pengelolaan sampah. Sampah yang menumpuk di saluran air, terutama kanal-kanal dalam kota, mestinya tidak terjadi jika masyarakat punya kesadaran. Segiat apa pun petugas kebersihan bekerja, jika tak ada kesadaran warga, persoalan sampah tidak akan pernah bisa diselesaikan.
”Selain itu, inisiatif membuat sumur resapan secara individual.Optimalisasi sistem drainase juga mestinya menjadi perhatian pemerintah. Saya kira, jika ini dilakukan, setidaknya ke depan dampak banjir bisa dikurangi,” katanya.
M Ramdhan Pomanto mengatakan, penanganan masalah lingkungan akan dilakukan lebih tegas. Di beberapa kawasan pengembangan, Ramdhan berencana meminta pihak pengembang yang telanjur menutup jalur air untuk membuat jalur baru. Setidaknya mereka membuka jalurnya menjadi lebih luas.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto menjelaskan mengenai rencana pelaksanaan Makassar International Eight Festival (Festival F8) saat berkunjung ke Kantor Redaksi Harian Kompas di Jakarta, Jumat (21/9/2018). Festival F8 akan dilaksanakan pada 10-14 Oktober 2018 di anjungan Pantai Losari.
”Kalau tetap melanggar, bisa dipidanakan. Pemkot sedang mendidik dan melatih sejumlah ahli hukum yang terkait persoalan lingkungan. Kami sedang kaji pelanggaran lingkungan yang terjadi di sejumlah kawasan yang jelas-jelas menutup jalur air,” katanya.